LIPUTAN9.ID – Kritik terhadap kaum liberalis Indonesia juga dapat kita ironikan ketika mereka secara bulat menyebarkan propaganda nilai – nilai New World Order Barat. Mereka misalnya mencoba mengkampayekan bahwa nilai nilai pandangan Barat yang merupakan produk sejarah sosial budaya Barat sesuai dengan negara kita, padahal setiap bangsa memiliki sejarah sosial budaya yang tidak sama dengan Barat, selain memiliki kearifan dan kecerdasan uniknya pula.
Setidak-tidaknya ada tiga politik besar di dunia ini, yaitu: liberalisme, komunisme, fasisme dan yang keempat adalah konsep Dasein Haidegger, semisal yang dianut Alexander Dugin.
Praktik politik sebelumnya, terutama sekali yang merupakan fondasi politik Barat, berakar dari subjek Cartesian yang membentuk manusia modern yang totalitarian dengan memaksa kebenaran versi mereka pada semua orang, waktu dan tempat. Termasuk demokrasi dan liberalisme Barat yang masih dipropagandakan kaum liberalis Indonesia hingga saat ini, sampai-sampai falsafah dan dasar negara kita pun berusaha terus menerus diubah oleh mereka, tentu dengan bantuan dana dari Amerika.
Dalam sejarah pemikiran dan kultural Barat, Rene Descartes adalah tonggak filsafat modern Barat. Keangkuhan rasio Barat modern yang memaksakan versi universal mereka berasal dari Cartesianisme yang totaliter ini.
Sementara itu, meski komunisme menentang liberal kapitalis tapi masih memakai ego Cartesian dan mau menerapkan ideologi dan sistem komunis ke seluruh dunia, memiliki watak imperial yang sama dan juga memiliki sifat totalitarian yang tidak berbeda dengan fasisme.
Sedangkan pandangan politik dasein adalah bermula dari sebuah pemaphupman bahwa keragaman sejarah dan kultural setiap bangsa memiliki hak untuk dianut dan dipraktikkan, karena setiap bangsa dengan keunikan sejarah mereka itu juga memiliki nilai-nilai kearifan dan kecerdasan mereka.
Manusia dan masyarakat terlahir ada di dunia dengan segala kondisi yang ada meliputinya, baik secara ekologis maupun situasi sosial budaya mereka. Dalam hal itu, dasein menolak adanya metafisika Barat yang mengharuskan adanya dasar kebenaran yang universal bagi seluruh masyarakat versi sepihak mereka.
Sebab pada kenyataannya dan juga merupakan fakta yang tidak terbantahkan, tiap masyarakat yang berbeda-beda nilai dan sistem yang diterapkannya tidak dapat distandarisasi dan dihegemoni oleh Barat secara sepihak, sebagaimana Jacques Derrida menyebutnya dengan istilah mondialisasi, yaitu upaya Barat memaksa bangsa-bangsa selain mereka menjadi seperti mereka dan mengikuti mereka.
Demikianlah ada Dasein Rusia yang telah mensahkan undang-undang anti pergantian kelamin dan LGBT, ada Dasein Iran yang menerapkan sistem pemerintahan Wilayatul Faqih, ada dasein China yang ideologi dan mekanisme bernegara mereka komunis tapi menerapkan kapitalisme dalam ekonomi, dan lain-lain yang tidak bisa dihakimi dan didominasi Barat yang mewarisi Cartesianisme dan unilateralisme yang kerapkali menggunakan retorika demokrasi dan HAM, namun pada praktiknya mereka selalu menerapkan standar ganda.
Standar ganda paling sering dipraktikkan, contohnya, oleh Amerika. Dalam hal ini, kiranya penting pula untuk mengerti polah politik luar negeri Amerika.
Ada beberapa istilah kunci untuk memahami politik luar negeri suatu entitas politik, yaitu:
Pertama, ide pokok yang mendasari politik luar negeri suatu negara),
Kedua, metode baku untuk mewujudkan ideologi mereka,
Ketiga, garis politik yang meliputi grand strategy kebijakan politik, yang sifatnya dapat berubah sesuai dengan kepentingan), dan
Keempat, strategi praktis dan aplikatif untuk mengimplementasikan garis politik mereka.
Sebagai contoh: Amerika Serikat merupakan negara ideologis yang dibangun atas dasar ideologi kapitalisme, aristokrasi baru yang lahir dari korporasi. Untuk menyebarluaskan ideologinya ke seluruh dunia sebagai bentuk strategi politik luar negeri nya, Amerika dan negara kapitalisme lainnya senantiasa menggunakan metode yang tetap, yaitu penjajahan (imperialisme).
Penjajahan mereka memiliki berbagai macam jenis dan dapat berubah penerapannya mengikuti kepentingan politik (grand strategy) Amerika, seperti pemaksaan dominasi politik, militer, budaya, dan ekonomi atas bangsa-bangsa yang dikuasai untuk dieksploitasi.
Tetapi ada imperialisme yang lebih soft, yaitu imperialisme kognitif, seperti imperialisme budaya dan pemikiran. Contohnya upaya menanamkan doktrin di tubuh kaum muslimin bahwa Islam terlepas dari politik dan lebih merupakan agama yang hanya berkenaan dengan spiritualitas semata. Istilah lainnya: metode cuci otak, dan inilah yang saat ini sedang dijalankan oleh imperium agar kaum muslimin terjinakkan tanpa sadar dalam upaya memudahkan untuk dikontrol dan dikendalikan kepentingan mereka.
Strategi imperialisme budaya lainnya yang lebih halus Amerika bernama beasiswa. Colin Powell (mantan Menteri Luar Negeri AS) pernah menyatakan, “Program beasiswa kelak akan membuat para alumni menjadi ‘diplomat’ Amerika dengan sendirinya.” Jadi, tidak usah heran ketika alumnus Amerika Serikat banyak yang menjadi broker propaganda Kolonialisme Baru.
Sulaiman Djaya, esais dan penyair