Bondowoso I LIPUTAN9NEWS
Tahukah anda, kenapa hari ke-6 disebut dengan hari Jum’at (yang artinya berkumpul)?. Jawabannya yaitu karena pada hari ini, Adam dan Hawa berjimak (berkumpul/bersenggama) dan tempat berjimaknya disebut dengan Jam’an (Muzdalifah). Oleh karena itu, pada hari jum’at umat islam diperintahkan untuk berkumpul di suatu tempat untuk mengenang peristiwa tersebut. Sebagaimana yang disampaikan dalam kitab fathul mu’in berikut ini :
وَ سُمِّيَتْ بِذلِكَ: لِاجْتِمَاعِ النَّاسِ لَهَا، أَوْ لِأَنَّ آدَمَ اجْتَمَعَ فِيْهَا مَعَ حَوَّاءَ مِنْ مُزْدَلِفَةَ، فَلِذلِكَ سُمِّيَتْ جُمُعًا
Artinya: Shalat Jumat itu salat yang paling utama. Dinamakan dengan shalat Jumat, karena banyak orang-orang yang berkumpul guna mengerjakan shalat Jumat, atau karena Nabi Adam a.s berkumpul dengan Hawa di Muzdalifah pada hari Jumat. Dan karena itu, Muzdalifah dinamakan Jam’an. (Fathul Mu’in, Bab Shalat Jum’at)
Seperti yang saya sampaikan pada tulisan sebelumya, peristiwa berjimaknya Adam dan Hawa di jam’an yaitu Muzdalifah, berkenaan dengan peristiwa hajinya Nabi Adam. Jika hari jum’at diyakini Adam berjimak dengan Hawa di Muzdalifah, maka pada hari sebelumnya, yaitu hari kamis, adalah hari diciptakannya air mani. Karena tanpa air mani, anak keturunan Adam tidak akan tercipta.
Jadi tidak ada salahnya jika saya menyimpulkan bahwa hari kamis adalah hari diciptakannya air mani, dan hari jum’at adalah hari bertemunya Adam dan Hawa, atau boleh juga disebut dengan hari bertemunya sel sperma dengan sel ovum. Oleh karena itu, jangan heran apabila Nabi memerintahkan umat islam untuk selalu mandi besar setiap kali bertemu dengan hari jum’at. Sebagaimana sabdanya, dari Aus bin Aus, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَغَسَّلَ ، وَبَكَّرَ وَابْتَكَرَ ، وَدَنَا وَاسْتَمَعَ وَأَنْصَتَ ، كَانَ لَهُ بِكُلِّ خُطْوَةٍ يَخْطُوهَا أَجْرُ سَنَةٍ صِيَامُهَا وَقِيَامُهَا
Artinya: “Barangsiapa yang mandi pada hari Jum’at dengan mencuci kepala dan anggota badan lainnya, lalu ia pergi di awal waktu atau ia pergi dan mendapati khutbah pertama, lalu ia mendekat pada imam, mendengar khutbah serta diam, maka setiap langkah kakinya terhitung seperti puasa dan shalat setahun.” (HR. Tirmidzi no. 496. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Berkaitan dengan hadis tersebut, ada ulama yang menafsirkan maksud penyebutan mandi besar (ghasala) adalah perintah untuk melakukan jimak dengan istri sebelum berangkat shalat jum’at. Sebagaimana yang disampaikan Ibnul Qayyim dalam Zaadul Ma’ad,
قال الإمام أحمد : (غَسَّل) أي : جامع أهله ، وكذا فسَّره وكيع
Artinya: “Imam Ahmad berkata, makna ghossala adalah menyetubuhi istri. Demikian ditafsirkan pula oleh Waki’”
Tafsiran di atas juga disebutkan dalam Fathul Bari 2: 366 dan Tuhfatul Ahwadzi, 3: 3 bahwa “ghasala” yang dimaksud adalah perintah untuk menggauli istri sebelum berangkat shalat jum’at. Dengan kata lain, perintah untuk menggauli istri tidak harus dikerjakan pada malam jum’at, akan tetapi dikerjakan sebelum pergi menunaikan shalat jum’at. Sebagaimana hal ini dipahami oleh para ulama dan mereka tidak memahaminya pada malam Jum’at.
وقال السيوطي في تنوير الحوالك: ويؤيده حديث: أيعجز أحدكم أن يجامع أهله في كل يوم جمعة، فإن له أجرين اثنين: أجر غسله، وأجر غسل امرأته. أخرجه البيهقي في شعب الإيمان من حديث أبي هريرة.
As Suyuthi dalam Tanwirul Hawalik dan beliau menguatkan hadits tersebut berkata: Apakah kalian lemas menyetubuhi istri kalian pada setiap hari Jum’at (artinya bukan di malam hari, -pen)? Karena menyetubuhi saat itu mendapat dua pahala: (1) pahala mandi Jum’at, (2) pahala menyebabkan istri mandi (karena disetubuhi). Yaitu hadits yang dimaksud dikeluarkan oleh Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman dari hadits Abu Hurairah.
Oleh karena itu, jangan heran kalau para Nabi suka menikah di hari jum’at. Karena di hari jum’at ada peritiwa bersejarah, yaitu bertemunya Adam dan Hawa, alias bertemunya sel sperma dan sel ovum. Inilah alasanya kenapa Nabi Muhammad menganjurkan umat islam untuk selalu mandi wajib setiap kali bertemu dengan hari jum’at demi mengenang dan memperingati hari tersebut. Sebagaimana sabda Nabi:
أيعجز أحدكم أن يجامع أهله في كل يوم جمعة، فإن له أجرين اثنين: أجر غسله، وأجر غسل امرأته
Artinya: “Apakah kalian tidak sanggup berhubungan badan dengan istri kalian pada setiap hari Jumat. Hubungan badan dengan istri di hari Jumat mengandung dua pahala: pahala mandinya sendiri dan pahala mandi istrinya,” (HR Baihaqi).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kesunahan berjimak di hari jum’at bukan karena hendak menunaikan shalat jum’at, akan tetapi berkenaan dengan peristiwa Nabi Adam yang berjimak dengan Hawa pada hari ke-6. Karena itu, hari ke-6 disebut dengan hari jum’at yang artinya hari berjimak. Maka dari itu, tidak heran apabila kita menemukan budaya tradisi indonesia yang suka menikahkan anaknya di bulan haji. Karena pada dasarnya bulan haji adalah bulan untuk memperingati bertemunya sel sperma (Adam) dan sel ovum (Hawa). Wallahualam.
Mohammad Yazid Mubarok, Penulis Buku Kajian Ilmu as-Sa’ah