Jakarta, LIPUTAN9.ID – Nahdlatul ulama (NU) harus menjadi Teladan dalam Pemilu dan Pilpres. Hal tersebut disampaikan Dr. KH. Samsul Ma’arif Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta.
Menurutnya, keteladanan dalam kehidupan selalu dibutuhkan sepanjang masa, termasuk keteladanan dalam berpolitik. Nahdlatul Ulama (NU) sebagai perkumpulan keagamaan dan perkumpulan kemasyarakatan terbesar di Indonesia mempunyai tanggung jawab dalam perjalanan proses demokrasi, terutama dalam penyelenggaraan pemilu dan pilpres tahun 2024 ini.
“Maka NU harus menjadi teladan dalam hal ini. NU harus ikut bertanggung jawab? Karena demokrasi melalui pemilu dan pilpres itu adalah sarana untuk mendapatkan pemimpin,” ujarnya dalam rilis yang disampaikan kepada awak media, Senin (27/11/23).
Sementara memilih pemimpin (nashbul imamah) dalam pandangan agama adalah kwajiban kita semua. Jika kita menginginkan bangsa ini besar dan maju, maka syarat utama adalah mempunyai pemimpin yang betul-betul berkwalitas, baik kapabilitas maupun integritasnya.
“Pemimpin yang berkwalitas dan berintegritas hanya akan lahir dari penyelenggaraan pemilu dan pilpres yang berkwalitas juga,” ungkapnya.
Kiai Samsul menegaskan, NU berkewajiban untuk mendorong secara konsisten agar penyelenggaran pemilu dan pilpres ini betul- betul berkwalitas dan bermartabat.
“NU secara kelembagaan dan warga nahdliyin harus menjadi juru kampanye untuk mendakwahkan kepada umat agar pemilu betul-betul jurdil, bebas dari praktik kecurangan, bersih dari politik uang dan politik transaksional.
Sekaligus NU harus bisa menjadi pengawas dan wasit yg berwibawa,” tuturnya.
Lebih jauh, Kiai Samsul menyampaikan bahwa ikhtiar mewujudkan pemilu yang berkwalitas dan bermartabat adalah bagian dari politik kebangsaan.
“Salah satu bentuk tanggung jawabnya adalah mewujudkan penyelenggaraan pemilu dan pilpres agar berkwalitas dan bermartabat,” imbuhnya.
Ketua PWNU DKI ini membagi praktik politik ini dalam tiga bagian tuturnya.
“Pertama, adalah politik Ihsan, praktik politik kebaikan diatas rata-rata, yaitu menjadikan pemilu dan pilpres ini sebagai ikhtiar untuk memilih pemimpin yang jujur, amanah, aspiratif dan cerdas dengan proses penyelenggaran yang jujur, adil tanpa kecurangan,” paparnya.
“Kedua, adalah Politik maruf, yaitu penyelenggaran pemilu dan pilpres bisa dilaksanakan dengan lancar dan Rakyat hanya sekedar ikut memilih sesuai dengan apa yang diinginkan. Ketiga, adalah politik mungkar, yaitu politik jahat. Nakal dan penuh kecurangan dan kita membiarkan itu semua,” pungkasnya. (FQH/ULN)