(1). Masjid Quba’
Salah satu masjid bersejarah di kota Madinah yang penting untuk diziarahi, masjid Quba’. Masjid Quba’ terletak di perkampungan Quba, kira-kira 3 kilometer dari arah Selatan Bandara Amir Muhammad Bin Abdul Aziz (AMAA). Dinamakan masjid Quba karena terletak dan dibangun di kampung yang namanya Quba’. Di situlah tempat tinggalnya bani Ámr bin Áuf([1]), yang jaraknya sekitar 15 km di sebelah Barat Daya masjid Nabawi.
Quba’, asalnya nama sumur tua di sana, namun akhirnya menjadi nama kampung. Quba’, kota kecil berjarak kira-kira, 15,5 kilometer dari kota Madinah yang bisa ditempuh kurang lebih 17 menit dengan naik taxi. Di kota kecil yang banyak ditumbuhi pohon kurma yang menghijau. Di kota kecil ini, Nabi saw berjumpa dengan para sahabatnya yang sangat setia, misalnya: Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, dan para sahabat yang lain.
Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berhijrah ke kota Madinah, kegiatan pertama yang dilakukan Nabii saw membangun masjid Quba’. Karenanya masjid Quba’ menjadi masjid pertama yang di bangun dalam Islam dan masjid pertama yang digunakan Nabi saw untuk shalat berjama’ah dan shalat Jum’at bersama para sahabat([2]). Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam tinggal di kampung Bani ‘Amr bin ‘Auf selama 4 atau 14 hari sambil mendirikan masjid Quba.
Selama tinggal di Quba’, beliau dengan para sahabatnya kaum Muhajirin (orang-orang yang berhijrah dari Makah ke Madinah) dan penduduk Quba’, beliau membangun masjid Quba’. Masjid ini diawal pembangunannya, batunya dipikul Nabi Muhammad saw sendiri. Itulah masjid yang pertama kali dibangun Nabi saw dan para sahabatnya, yang ditegakkan atas dasar takwa kepada Allah SWT. Itulah yang dimaksudkan ayat ke-108 surat al-Taubah.
لَا تَقُمۡ فِيهِ أَبَدٗاۚ لَّمَسۡجِدٌ أُسِّسَ عَلَى ٱلتَّقۡوَىٰ مِنۡ أَوَّلِ يَوۡمٍ أَحَقُّ أَن تَقُومَ فِيهِۚ فِيهِ رِجَالٞ يُحِبُّونَ أَن يَتَطَهَّرُواْۚ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلۡمُطَّهِّرِينَ
Artinya: Janganlah kamu bersembahyang dalam masjid itu selama-lamanya. sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar taqwa (masjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu shalat di dalamnya. Di dalam masjid itu terdapat orang-orang yang ingin membersihkan diri, dan sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih. (QS. al-Taubah/9:108).
Nabi SAW sampai di Quba pada hari Senin. Setelah beliau tinggal selama empat atau empat belas hari, dan telah selesai membangun masjid yang pertama kali didirikan, beliau dan para sahabatnya bersiap-siap melanjutkan perjalanan ke kota Madinah. Pada hari Jum’at, masih di waktu pagi, Nabi saw dan para sahabatnya berangkat menuju Yatsrib (Madinah). Menjelang memasuki kota Madinah pada kilometer empat, beliau sampai di suatu lembah bernama Wadi Ranuna milik keluarga Bani Salim bin Auf. Di tempat itu Nabi saw dan rombongan melakukan shalat Jum’at. Itulah shalat Jum’at pertama yang dilakukan Nabi saw dan para sahabatnya.
Sampai sekarang, jama’ah haji dari Indonesia selalu menyempatkan berkunjung ke masjid tersebut, yang sekarang populer dinamai masjid Jum’at. Dalam khutbah perdana, Nabi saw mewasiatkan umat Islam di antaranya sebagai berikut: “Wahai manusia, hendaklah kamu berbuat kebajikan untuk dirimu, niscaya –demi Allah–, kamu akan mengetahui, sesungguhnya seseorang dari kamu dikejutkan dengan suara gemuruh, sehingga meninggalkan domba gembalaannya, sampai domba-domba itu tidak lagi ada penggembalanya. Allah berfirman “Tidakkah Rasul-Ku telah datang kepadamu menyampaikan kebenaran? Aku karuniakan kepadamu harta dan kenikmatan yang banyak, apa yang dapat kamu kerjakan untuk dirimu?” Orang itu kemudian menoleh ke kiri dan ke kanan, semuanya lengang tidak melihat sesuatu. Kemudian melihat ke depannya, ia pun tidak melihat sesuatu kecuali Jahannam. Siapa yang ingin terlepas dari siksa Jahannam, meskipun hanya sekedar berbuat baik kepada orang lain dengan memberikan secuil buah kurma, hendaklah dilakukan. Jika secuil buah kurma pun tidak dimiliki, hendaklah bertutur kata yang baik. Karena tutur kata yang baik adalah amal perbuatan yang terpuji….”.
Khutbah tersebut mengingatkan umat manusia, agar selalu berbuat baik terhadap sesamanya dan tidak mencampakkan dirinya dalam kehancuran dan kenistaan. Sebagai umat Islam, wajib memberikan bantuan terhadap mereka yang membutuhkan. Bantuan itu bisa berupa harta, jasa, nasehat, pikiran, doa, dan bertutur kata yang baik. Urutan berbuat baik, sbb.:
- memberikan bantuan kepada orang lain. Kalau tidak mampu,
- bersedekah meskipun hanya dengan kikil kambing, apabila tidak ada
- bersedekah dengan sebiji kurma. Jika tidak ada,
- dengan secuil buah kurma. Apabila tidak ada,
- memberikan seteguk air susu atau
- seteguk air putih. Kalau tidak mampu, berbuat baik kepada sesama makhluk. Lakukan,
- dengan tutur kata yang terpuji.
- Selanjutnya menyambut orang lain dengan wajah yang cerah dan tersenyum. Kalau semuanya tidak mampu dilakukan,
- berusahalah dengan sungguh-sungguh agar tidak mengganggu orang lain.
Umat Islam diingatkan al-Qur’an agar menjaga keseimbangan kehidupan dunia dan akhirat, serta tidak diperkenankan mengabaikan salah satunya. Allah berfirman:
وَٱبۡتَغِ فِيمَآ ءَاتَىٰكَ ٱللَّهُ ٱلدَّارَ ٱلۡأٓخِرَةَۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ ٱلدُّنۡيَاۖ وَأَحۡسِن كَمَآ أَحۡسَنَ ٱللَّهُ إِلَيۡكَۖ وَلَا تَبۡغِ ٱلۡفَسَادَ فِي ٱلۡأَرۡضِۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلۡمُفۡسِدِينَ
Artinya: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS. Al-Qashash/28:77).
Urgensi keseimbangan kehidupan dunia-akhirat, yang juga berkaitan dengan ayat tersebut, Ibn al-Asakir meriwayatkan:
لَيْسَ بِخَيْرِكُمْ مَنْ تَرَكَ دُنْيَاهُ لِآخِرَتِهِ، وَلا آخِرَتَهُ لِدُنْيَاهُ حَتَّى يُصِيبَ مِنْهُمَا جَمِيعًا، فَإِنَّ الدُّنْيَا بَلاغٌ إِلَى الْآخِرَةِ
Artinya: Bukanlah orang yang terbaik di antaramu, orang yang meninggalkan kehidupan dunianya karena semata-mata mengejar kehidupan akhirat, atau meninggalkan akhiratnya karena semata-mata mencari kehidupan dunia, hingga ia memperoleh keduanya sekaligus. Karena kehidupan dunia adalah sarana untuk mencapai akhirat.
Masjid Quba, Sejarah Pembangunan Era Nabi saw
Mengunjungi masjid Quba’ dari kejauhan, akan terlihat empat menara putih tulang, tinggi menjulang. Setelah mendekati area, terlihat pohon kurma berjejer rapi mengelilingi bangunan masjid. Masjid Quba memang berbeda dengan masjid-masjid lainnya di Madinah. Masjid Nabawi dan masjid lainnya di Madinah nyaris tidak memiliki taman depan yang ditumbuhi tanaman. Namun Masjid Quba memiliki taman depan dan belakang dengan pohon-pohon kurma yang rindang. Di depan masjid bahkan ada air mancur. Masjid ini berdiri di atas tanah seluas 5.035 meter persegi. Masjid Quba adalah masjid yang pertama kali didirikan Rasulullah saw bersama para sahabatnya sesaat setelah hijrah ke Madinah. Masjid ini juga menjadi masjid tertua di dunia, diikuti Masjid Nabawi yang dibangun pada tahun yang sama, 622 Masehi.
Masjid Quba memiliki 19 pintu, tiga di antaranya menjadi pintu utama.
Rasulullah SAW adalah orang pertama yang meletakkan batu di kiblatnya saat pembangunan Masjid Quba. Pada masa Raja Fahd bin Abdul Aziz masjid ini direnovasi dengan biaya sekitar 90 juta Riyal, yang mampu menampung sebanyak 20 ribu jama’ah. Masjid yang dibangun di atas kebun kurma seluas 1.200 meter persegi dan sekarang memiliki luas sekitar 5.000 meter persegi ini juga memiliki ruangan khusus untuk kegiatan belajar mengajar.
Masjid Quba memang selalu menjadi tujuan ziarah jamaah haji, khususnya dari Indonesia, tidak mengherankan jika masjid ini selalu nampak dipadati jama’ah. Ada riwayat hadis Nabi Muhammad saw, bilau menyatakan, apabila mengunjungi masjid Quba’ untuk shalat, pahalanya sama dengan melakukan umrah. Riwayat hadis tersebut hingga kini masih di tempel di dinding luar Masjid arah jalan menuju tempat wudlu.
Masjid Quba dibangun pada hari Senin, 8 Rabi ul-Awal atau 23 September 622 Masehi saat Nabi saw dalam perjalanan hijrah dari Makah menuju Madinah. Dalam perjalanan hijrah, Nabi saw yang tiba di perkampungan Quba tinggal selama empat hari bersama Bani Amru bin Auf di rumah Kalthum bin al-Hadm.
Di hari pertama di perkampungan Quba, Nabi saw membangun masjid. Inilah masjid pertama yang dibangun pemimpin yang paling dicintai umat Islam. Nabi saw, seperti diriwayatkan Al-Syimus binti al-Nu`man, memikul batu-bata sendiri sehingga kelihatan bongkok tubuhnya. Sekujur badan Nabi saw saat itu penuh debu dan pasir. Bahkan Nabi saw tidak mau para sahabat mengambil alih beban yang dibawanya. Nabi saw malah meminta para sahabat agar membawa bahan-bahan bangunan yang lain.
Diriwayatkan Syamuus binti Nu’man radhiallahu ánhaa bahwasanya dia berkata:
نَظَرْتُ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ قَدِمَ، وَنَزَلَ وَأَسَّسَ هَذَا الْمَسْجِدَ، مَسْجِدَ قِبَاءَ، فَرَأَيْتُهُ يَأْخُذُ الْحَجَرَ – أَوِ الصَّخْرَةَ – حَتَّى يَصْهَرَهُ الْحَجَرُ، وَأَنْظُرُ إِلَى بَيَاضِ التُّرَابِ عَلَى بَطْنِهِ وَسُرَّتِهِ، فَيَأْتِي الرَّجُلُ مِنْ أَصْحَابِهِ وَيَقُولُ: بِأَبِي وَأُمِّي يَا رَسُولَ اللهِ، أَعْطِنِي أَكْفِكَ، فَيَقُولُ: «لَا خُذْ حَجَرًا مِثْلَهُ»
Artinya: Aku melihat Rasulullah shallallahu álaihi wasallam ketika beliau tiba (di Quba), beliau tinggal dan membangun masjid ini yaitu Masjid Qubaa’. Saya melihat beliau mengambil batu besar lalu beliau dekatkan ke (perut) beliau([3]), Aku melihat bekas putihnya tanah di perut atau pusar beliau‚ lalu datang seeorang sahabat dan berkata, “Demi Allah wahai Rasulullah biarkan saya yang bawa”. beliau menjawab, “Tidak‚ Ambillah batu lain yang semisalnya !”, sampai pada akhirnya beliau selesai membuat pondasinya.
(HR al-Thobroni di al-Mu’jam al-Kabiir, no 802. Al-Haitsami berkata, “Para perawainya tsiqah” (Majma’ al-Zawaaid, 4/11, no. 5898).
Setelah pembangunan masjid Quba’ selesai, Nabi saw mengimami shalat berjama’ah bersama para sahabat. Semasa hidupnya, Nabi saw selalu ke Masjid Quba setiap hari Sabtu, Senin, dan Kamis. Setelah Nabi saw wafat, para sahabat selalu menziarahi masjid ini dan melakukan shalat di dalamnya.
Masjid Quba
Masjid Quba’ ini benar-benar sangat berkesan di hati Nabi shallallahu álaihi wasallam. Karenanya Nabi setiap hari Sabtu mendatangi masjid ini. Ibnu Umar berkata;
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْتِي مَسْجِدَ قُبَاءٍ كُلَّ سَبْتٍ، مَاشِيًا وَرَاكِبًا
Artinya: “Nabi shallallahu álaihi wasallam biasa mendatangi Masjid Quba setiap hari sabtu, baik berjalan kaki maupun naik tunggangan” (HR al-Bukhari, no 1193)
Dalam riwayat yang lain:
إِنَّهُ كَانَ يَأْتِيهِ كُلَّ سَبْتٍ، فَإِذَا دَخَلَ المَسْجِدَ كَرِهَ أَنْ يَخْرُجَ مِنْهُ حَتَّى يُصَلِّيَ فِيهِ
Artinya: “Nabi selalu mendatangi Masjid Quba’ setiap hari sabtu. Jika beliau sudah masuk masjid, beliau enggan keluar dari masjid kecuali setelah shalat di situ” (HR al-Bukhari, no. 1191)
Dalam riwayat lain diredaksikan, فَيُصَلِّي فِيهِ رَكْعَتَيْنِ, Nabipun shalat di Masjid Quba 2 rakaát” , (HR al-Bukhari, no. 1194). Kebiasaan Nabi saw ini diikuti Ibnu Umar. Nafi’ berkata,
وَكَانَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا «يَفْعَلُهُ»
Artinya: “Ibnu Umar juga melakukannya” (HR al-Bukhari, no. 1193).
Keutamaan Mesjid Quba’
Masjid Quba’ memiliki keutamaan yang tidak dimiliki masjid-masjid lain, sebagaimana di jelaskan dalam Al Qur’an dan Sunnah, di antaranya:
- Masjid Quba’, masjid pertama di bangun rasulullah shallallahu alaihi wasalam saat berhijrah ke Madinah.
- Allah mengabadikan penyebutannya di dalam Al Quran dengan menyanjungnya, sebagaimana firman Allah:
لَمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَى مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَنْ تَقُومَ فِيهِ فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَنْ يَتَطَهَّرُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِينَ
Artinya: Sesungguhnya mesjid yang didirikan atas dasar takwa (mesjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu shalat di dalamnya. Di dalamnya mesjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih. (QS al-Taubah/9:108).
Firman Allah tentang masjid Quba’
لَمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَى مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ
Artinya: “Sesungguhnya mesjid yang didirikan atas dasar takwa (mesjid Quba), sejak hari pertama”)
Penggalan ayat ini dijadikan dalil al-Suhaili akan kebenaran penanggalan hijriyah yang dimulai dari tahun hijrahnya Nabi shallallahu álaihi wasallam. Hal ini karena “hari pertama” bukanlah hari pertama dari seluruh zaman dan waktu, akan tetapi maksudnya adalah hari pertama kali Nabi saw tinggal atau menetap di kota Madinah, yaitu ketika berhijrah ke kota Madinah. Dengan demikian, apa yang disepakati Umar bin al-Khattab dan para sahabat untuk menjadikan tahun hijrah Nabi saw sebagai tahun pertama Islam adalah sangat tepat.
Pahala orang yang shalat di majid Quba’ seperti pahala orang yang melaksanakan umrah. Rasulullah shallallahu álaihi wasallam bersabda:
مَنْ تَطَهَّرَ فِي بَيْتِهِ ثُمَّ أَتَى مَسْجِدَ قُبَاءَ، فَصَلَّى فِيهِ صَلَاةً، كَانَ لَهُ كَأَجْرِ عُمْرَةٍ
Artinya: “Barangsiapa yang bersuci di rumahnya kemudian mendatangi masjid Quba’ lalu shalat di dalamnya dengan suatu shalat, baginya seperti pahala orang yang melaksanakan umrah” (HR Ibnu Majah, no. 1412.).
Saád bin Abi Waqash berkata:
لَأَنْ أُصَلِّيَ فِي مَسْجِدِ قُبَاءَ (رَكْعَتَيْنِ) أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أُصَلِّيَ فِي مَسْجِدِ بَيْتِ الْمَقْدِسِ
Artinya: “Sungguh aku shalat di masjid Quba’ (2 rakaát) lebih aku sukai dari para shalat di Masjid al-Aqsha” .
Hukum-hukum berkaitan dengan shalat di Masjid Quba’
Pertama: untuk bisa mendapatkan pahala umroh dengan shalat di Masjid Quba’, hendaknya seseorang berwudhu dari rumahnya, atau dari hotelnya baru menuju ke masjid Quba’(5).
Kedua: jika telah berwudhu dari rumah/hotel lantas di tengah perjalanan menuju Masjid Quba’ wudhunya batal, silahkan berwudhu lagi, dan batalnya wudhu tersebut tidak menghalangi pahala umroh.
Ketiga: shalat yang dinilai dengan pahala umrah bersifat umum, baik shalat Fardu maupun shalat sunnah.
Keempat: jika berniat melakukan shalat sunnah di Masjid Quba’, boleh shalat dua rakaát dan boleh juga 4 rakáat. Dalam sebagian riwayat disebutkan 2 rakaát([6]) dan dalam riwayat lain 4 rakaát(7).
Kelima: hendaknya seseorang tidak menyengaja untuk shalat di Masjid Quba’ di waktu-waktu terlarang, misalnya: setelah shalat Subuh dan setelah shalat Ashar(. Akan tetapi jika ke Masjid Quba untuk shalat Fardu, misalnya shalat Maghrib, lantas datang di waktu Ashar, tidak mengapa shalat tahiyyat ul-masjid untuk menunggu shalat Maghrib.
Keenam: tidak mengapa bagi para jamaáh haji atau umroh untuk mengulang-ngulang ziarah ke masjid Quba’ untuk shalat di situ, meskipun setiap hari.
Ketujuh: di antara sunnah Nabi saw adalah ke masjid Quba’ dengan naik tunggangan (kendaraan) dan juga dengan jalan kaki. Hendaknya ke Quba’ dengan berjalan kaki sebagaimana dilakukan Nabi shallallahu álaihi wasallam, meskipun ini akan memakan waktu cukup lama dan kelelahan. Semua dihitung sebagai amal shalih.
(2)-Masjid Qiblatain
Masjid Qiblatain atau masjid dua kiblat di Madinah menjadi salah satu tujuan jemaah haji dari berbagai negara menjelang kepulangan mereka ke negara asal. Masjid Qiblatain menceritakan sejarah perpindahan kiblat dari masjid al-Aqsha ke masjid al-Haram. Masjid Qiblatain terletak di atas bukit kecil di Utara Harrah Wabrah, Madinah.
Situs Departemen Agama Selasa (23/12) melaporkan, para jama’ah haji Indonesia menyempatkan diri melaksanakan shalat di masjid Qiblatain ini.
Diriwayatkan, pada pertengahan 624 M atau 2 H, turun perintah dalam surat al-Baqarah/2:144 Artinya: “Sungguh kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, sungguh kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah masjid al Haram. Dimana saja kau berada , palingkanlah mukamu ke arahnya…”
Sewaktu Nabi saw hendak mengerjakan shalat Subuh di Masjid Quba, turunlah ayat yang memerintahkan untuk mengalihkan kiblat shalat ke arah Ka’bah di masjid al-Haram. Kali ini untuk pertama kali Nabi mengerjakan shalat Subuh menghadap ka’bah di masjid al-Haram, Makah.
Riwayat ke dua menyebutkan, perintah untuk mengalihkan kiblat turun sewaktu Nabi saw menjadi imam shalat Dhuhur di kampung Bani Salimah. Setelah Nabi saw mengerjakan rakaat ke dua, wahyu turun memerintahkan Nabi saw mengubah arah qiblat. Kemudian Nabi saw beserta jema’ahnya segera menghentikan shalat lalu berputar menghadap ke arah kiblat baru (Ka’bah di Makah) diikuti para jemaahnya.
Hingga saat ini, masjid tersebut memiliki dua (2) mihrab, baik yang menghadap ke masjid Al-Aqsa maupun masjid al-Haram. Akan tetapi Bani Salimah lebih dikenal dengan nama masjid Qiblatain. Sementara masjid Quba’ lebih dikenal dengan nama aslinya.
Masjid Qiblatain ini beberapa kali dipugar dan diperbaharui, di antara orang yang dikenal membangun dan memperbaharuinya Al-Syuja`i Syahin al-Jamaly pada tahun 893 H/1543 M dan kemudian diperbaharui Sultan Sulaiman pada 950 H. Walaupun beberapa kali diperbaharui, ciri khas masjid Qiblatain (dua mihrab), tetap diperttahankan.
Versi Lain Peristiwa Pindah Kiblat Shalat
Bulan Sya’ban merupakan satu dari empat bulan mulia bagi umat Islam. Selain sebagai bulan diangkatnya amal kebaikan, ada beberapa peristiwa penting yang terjadi di Bulan Syaban. Salah satunya pemindahankiblat menghadap arah Ka’bah di Makah yang sebelumnya menghadap Baitul Maqdis atau Masjid Al-Aqsa di Palestina. Peristiwa itu terjadi di pertengahan Bulan Sya’ban (Nisfu Sya’ban).
Menurut Munawar Chalil, dalam bukunya, ‘Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad saw, halaman 201, Nabi Muhammad saw selama di Madinah mengerjakan shalat, kiblatnya selalu menghadap ke Bait al-Maqdis (Palestina) kurang lebih 14 bulan, kemudian Nabi saw mendapat perintah supaya menghadap ke Ka’bah di Makah. Pada saat itu, kota Makah berada dalam zaman kegelapan, penduduknya menganut kepercayaan paganisme (menyembah berhala). Bahkan, Ka’bah dijadikan pusat peribadatan dengan diisi banyak berhala, di antaranya berhala paling besar bernama Hubal. Sebaliknya, kota Yatsrib (Madinah), dihuni penduduk yang sudah mengenal agama seperti kabilah Bani Najran beragama Nasrani dan kabilah Bani Quraidzah beragama Yahudi.
Dalam situasi seperti ini, Nabi Muhammad saw yang baru saja tinggal di Madinah, menunaikan shalat menghadap ke Bait ul-Maqdis, Palestina. Meskipun sebelumnya, ketika di Makah, beliau shalat menghadap Ka’bah yang berlokasi di Makah. Alasan Rasulullah shalat menghadap Bait ul-Maqdis saat di Madinah, adalah untuk menghargai dan menghormati kaum Nasrani dan Yahudi yang ibadahnya menghadap Bait ul-Maqdis Palestina dan ini dimanfaatkan kaum Yahudi dengan ragam tipu daya. Mereka berusaha meyakinkan Rasulullah agar terus beribadah menghadap Bait ul Maqdis dan melupakan masjid al-Haram, Makah.
Dijelaskan dalam riwayat, ketika Rasulullah SAW selalu dibujuk kaum Yahudi agar hanya mengakui dan menyukai Bait ul Maqdis sebagai satu-satunya tanah suci yang disediakan Allah SWT untuk kediaman para Rasul-Nya, orang Yahudi berkata, Jika engkau benar-benar Rasul Tuhan, wahai Muhammad, hendaklah engkau mempertahankan Bait ul-Maqdis sebagai kiblat mengikuti jejak para Rasul Tuhan yang terdahulu”. Rasulullah SAW tidak terperdaya bujuk rayu Yahudi. Sebaliknya, beliau selalu merasakan kerinduan menunaikan shalat menghadap Ka’bah di masjid al-Haram. Beliau kemudian berharap petunjuk dari Allah SWT dengan menengadah ke langit mengharapkan turunnya wahyu terkait hal tersebut. Kejadian ini diabadikan dalam surat Al-Baqarah/2:142 sbb.:
سَيَقُولُ السُّفَهَاءُ مِنَ النَّاسِ مَا وَلَّاهُمْ عَن قِبْلَتِهِمُ الَّتِي كَانُوا عَلَيْهَا ۚ قُل لِّلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ ۚ يَهْدِي مَن يَشَاءُ إِلَىٰ صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ
Artinya: Orang-orang yang kurang akalnya akan berkata: “Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblat yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya? (Baitul Maqdis). Katakanlah (Muhammad): “Allah pemilik Timur dan Barat; Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus”.
Ayat al-Qur’an ini sebagai bentuk ketegasan bahwa hanya Allah yang berhak memberikan petunjuk dan pemilik segala arah, sekaligus menjelaskan betapa licik tipu daya Yahudi. Kemudian pada ayat 144 diterangkan jawaban atas kerinduan Rasulullah SAW kepada Ka’bah di Masjid al-Haram, sbb.:
قَدْ نَرَىٰ تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ ۖ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا ۚ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۚ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ ۗ وَإِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ ۗ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ
Artinya: Sungguh Kami (sering) melihat wajahmu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah wajahmu ke arah Masjid Haram. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al-Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.
Sedangkan pada surat al-Baqarah ayat 145, diterangkan identitas Islam sebagai agama yang tidak meniru agama lainnya, melainkan agama yang secara lugas menjelaskan perbedaan keyakinan (iman) antar umat manusia. Menyikapi perbedaan itu, Islam sangat mengedepankan toleransi, tidak memaksakan umat agama lain untuk beribadah sesuai syari’at Islam.
وَلَئِنْ أَتَيْتَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ بِكُلِّ آيَةٍ مَا تَبِعُوا قِبْلَتَكَ ۚ وَمَا أَنْتَ بِتَابِعٍ قِبْلَتَهُمْ ۚ وَمَا بَعْضُهُمْ بِتَابِعٍ قِبْلَةَ بَعْضٍ ۚ وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ ۙ إِنَّكَ إِذًا لَمِنَ الظَّالِمِينَ
Artinya: Jika kamu mendatangkan kepada orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al-Kitab (Taurat dan Injil) semua ayat (keterangan), maka mereka tidak akan mengikuti kiblatmu, dan kamu tidak akan mengikuti kiblat mereka, dan sebagian mereka tidak akan mengikuti kiblat sebagian yang lain. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti keinginan mereka padahal kamu mengetahui, sesungguhnya kamu termasuk golongan orang-orang yang zalim.
Dari ayat al-ur’an tersebut dapat dipahami, Allah telah memberikan petunjuk kepada Rasulullah tentang golongan mana yang akan setia, loyal, dan militan setelah mendapatkan ilmu (pengetahuan) tentang agama, dan sebaliknya. Jika menuruti keinginan mereka, termasuk golongan zalim. Dalam perkembangannya, kiblat yang digunakan umat Islam adalah menghadap Ka’bah di Masjid Haram, Makah dan terus berlanjut sampai akhir dunia hari Kimat nanti.
(3)-Pasar Kurma, Madinah
Jama’ah Haji atau Umrah, biasanya akan beramai-ramai mendatangi Central Date Market yang berada tidak jauh dari arah Selatan Masjid Nabawi, hanya berjarak kurang lebih hanya 600 meter. Sebagian besar jama’ah membeli kurma, mulai dari yang harga murah sampai kurma harga mahal. Pelanggan paling banyak datang dari Turki, diikuti Indonesia, Malaysia, Pakistan, dan negara-negara Timur Tengah. Kepala Asosiasi Koperasi Pertanian Madinah, Hammoud Alitha al-Harbi, menjelaskan, Madinah memang salah satu produsen kurma terbesar Saudi. Dengan kurang lebih 10 juta jama’ah umrah dan pengunjung sepanjang tahun, wajar kalau Madinah menjadi sentra penjualan kurma di Saudi. Ada hampir 18 ribu pertanian kurma, dengan lebih dari 3,5 juta pohon-pohon palem dengan 360 jenis kurma. Dari jumlah tersebut, 20 jenis memproduksi 70 persen kurma Madinah setiap tahun, yang mencapai angka 300 ribu ton. Angka itu telah mewakili 32 persen kurma Saudi, dan menghasilkan sekitar 9 juta Saudi Riyal pendapatan Saudi per tahun.
Madinah menghasilkan pula varietas kurma terkenal seperti Ruthana, Rabeia, Ajwa, Barni, Majdoul, Anbara dan Safawa. Kurma dari jenis ini yang paling banyak dibeli orang Saudi maupun para wisatawan. Statistik menunjukkan, setiap pengunjung membeli rata-rata 5-10 kilogram Kurma, termasuk kurma Nabi (Ajwa). Kurma Nabi atau Kurma Ajwa memiliki tekstur yang halus saat di makan. Jenis yang satu ini sangat disukai Nabi Muhammad SAW. Seperti yang tertulis dalam hadist: “Barangsiapa mengonsumsi tujuh butir kurma Ajwa pada pagi hari, hari itu tidak akan terkena racun maupun sihir.” (HR al-Bukhari dan Muslim). Para pembeli meyakini akan kasiat Kurma Ajwa ini berdasarkan hadis Nabi saw. tersebut.
Kurma-kurma tersebut selain gampang didapatkan di area market kurma dekat pintu 22, masjid Nabawi, juga mudah di dapatkan di pasar kurma di tengah kebun kurma tidak jauh dari masjid Nabawi, jaraknya sekitar 7,8 km. Perkebunan kurma yang sudah berjalan selama tiga generasi tersebut memiliki lebih dari 44 ribu pohon kurma di kawasan Madinah al-Munawarah dan menjadi salah satu produsen kurma terbesar untuk pasar lokal dan global, serta pasar Indonesia.
Banyaknya pembeli kurma sepanjang musim haji ini membuat omzet pedagang kurma meningkat. Seorang mukimin dari Ciamis, Jawa Barat, sudah menjadi mukimin penjual kurma sejak 15 tahun lalu. Dia berjualan di Pasar Kurma Madinah. Di hari biasa hanya mendapatkan omzet 2.000 riyal per hari. Tetapi di bulan haji, dia mendapatkan omzet 5.000 Riyal per hari, bahkan bisa lebih. Kata si mukimin tadi, “Kebanyakan orang Indonesia memesan kurma Ajwa. Biasanya mereka beli langsung ditimbang di sini, dan langsung dipaketkan ke Indonesia. Satu kilo Kurma Ajwa harganya 35 riyal saja. Untuk biaya pengiriman, satu kilonya dihitung 10 riyal. Dijamin dua minggu sampai Indonesia,” jelasnya. Jemaah asal Indonesia kebanyakan membeli langsung dipaketkan ke Tanah Air. Alasannya, agar mereka tidak repot membawa-bawa di pesawat.
Kurma memiliki banyak khasiat untuk kesehatan. Selain mengandung vitamin A, kurma juga mengandung kalsium dan zat besi. Kebiasaan Nabi Muhammad SAW jika berbuka puasa adalah memakan buah kurma. Adapun nama kurma Ajwa yang banyak diburu para jama’ah haji, diambil dari nama anak Salman Alfarisi, orang Nasrani yang akhirnya masuk Islam. Dia mewakafkan lahan kurmanya untuk perjuangan Islam. Untuk mengenang jasa-jasanya itu, Rasulullah akhirnya menamakan kurma yang dimakannya saat berbuka puasa sebagai Kurma Ajwa. Itulah asal muasal, kenapa kurma jenis itu disebut Kurma Ajwa dan juga Kurma Nabi. Dalam Al-Quran dan hadis Nabi disebutkan, manfaat makan kurma. Rasulullah menganjurkan bagi para istri yang mengandung untuk makan buah kurma. Alasannya, agar anak yang akan dilahirkan kelak menjadi anak penyabar, sopan, santun, dan cerdas. Bahkan dulu, makanan Siti Maryam takkala menunggu saat melahirkan Nabi Isa adalah buah kurma. Ahli kedokteran menyebut unsur zat besi dan kalsium yang terdapat di buah kurma, unsur yang sangat berguna dalam membentuk dan menambah kandungan air susu ibu. Lebih dari itu, buah kurma juga membantu pertumbuhan anak-anak, khususnya sumsum tulangnya akan berkembang dengan baik.
Pasar Kurma dekat area masjid Nabawi dari arah Baqi’, cukup besar dan mencolok mata. Pasar kurma ini dibangun Pemerintah Arab Saudi tahun 1982. Pasar ini dibuka mulai pukul 08.00 hingga 22.00 waktu setempat. Di sini, hampir semua jenis kurma bisa diperoleh, paling tidak ada 26 jenis kurma. Tidak hanya kurma, makanan olahan dari kurma pun bisa diperoleh. Misalnya coklat isi kurma, kurma isi kacang, kismis, serta biskuit isi selai kurma. Jejeran kios penjual kurma saling menawarkan kurma dengan harga bervariasi. Ada juga yang menjual borongan. Pilihan pun amat beragam, tinggal tergantung kejelian dan kemahiran menawar harga.
Kurma Madinah sendiri ada beragam jenis, mulai dari Ajwa, Ambhar dan Safawi (ini merupakan jenis kurma vaforit), dan satu lagi kurma Sukkari. Sedangkan untuk yang jenis biasa juga banyak yang per kilonya 5 Riyals . Kurma Sukari biasanya dihidangkan untuk buka puasa. Di Madinah, orang Arab sering memberikan sedekah buka puasa bersama (ifhtar jama`i) di masjid Nabawi. Kurma ini dimakan dengan minuman teh pahit hangat khas Arab.
Selain Sukari, Kurma Ajwa atau biasa populer disebut Kurma Nabi, kurma ini paling diminati. Kurma Ajwa ini merupakan salah satu kegemaran Rasulullah. Bahkan ada hadist mengenai kurma Ajwa.
Barang siapa di waktu pagi makan tujuh butir kurma Ajwa, pada hari itu ia tidak akan kena racun maupun sihir.“ (Shahih al-Bukhari). Dari segi bentuk, sebenarnya tidak berbeda dengan kurma jenis lain, kecuali nampak ada guratan atau serat yang warnanya agak kehitaman. Ada banyak guratan di permukaan buahnya, mirip tulisan kaligrafi al-Qur’an. Ukurannya ada yang kecil dan besar. Sementara rasanya manis dan berdaging tebal. Harganya paling mahal di banding jenis lain. Kurma ini harga jualnya sampai 60 Riyal per kg untuk ukuran kecil dan 80 Riyal per kg untuk yang agak besar. Harga tersebut tergantung kualitas, bahkan harga yang kualitas mumtaz (premium) bisa mencapai 100 Riyal.
Dimanakah area untuk mendapatkan kurma muda? Kurma Muda salah satunya mudah didapatkan di Kebun Kurma yang sebagian areanya dijadikan tempat jualan kurma di kawasan Abdurrahman Bin Auf, Madinah Abdul Malik Mubarok. Ini menjadi salah satu tempat yang dikunjungi jama’ah haji saat berada di Madinah. Lokasi kebun kurma ini masih di dalam kota Madinah, dekat sekali dengan Masjid Quba, masjid yang pertama kali dibangun Nabi Muhammad SAW. Jaraknya sekitar 5 kilometer sebelah Tenggara Kota Madinah. Hanya memerlukan waktu sekitar 20 menit untuk sampai ke kebun kurma Majeed. Kebun ini konon merupakan sebagian kecil dari peninggalan Abdurrahman bin Auf, sahabat Nabi yang termasuk delapan orang pertama masuk Islam, atau dua hari setelah Abu Bakar. “Ini dulu kebun kurma yang ada dalam kawasan Abdurrahman bin Auf. Dia yang pertama kali menanam kurma di sini,” kata Majeed. Kebun ini memiliki 600 pohon kurma beragam jenis. Ada kurma Rutanah, Halwah, dan Ajwa. Umur pohon kurma bervariasi; ada 6 tahun hingga 60 tahun. “Pohon kurma terus berbuah, tidak pernah berhenti,” kata Umar Majeed. Masuk ke kebun kurma seperti berada di tengah perkebunan sawit. Struktur pohonnya mirip. Memiliki pelepah yang harus dipotong ketika pohon semakin tinggi. Jarak tanamnya pun kurang lebih sama. Agar tetap subur, pohon kurma membutuhkan pengairan yang banyak.
Kebun Majeed memiliki sumur bor dengan kedalaman 300 meter yang mampu menyedot dan menyemburkan air dalam jumlah banyak. Air kemudian dialirkan ke kolam penampungan yang terhubung dengan parit-parit. Dua kali sehari, setelah Subuh dan Maghrib, air dialirkan ke parit hingga menggenangi sekitaran pohon. Di waktu tertentu, pohon Kurma dipupuk dengan menggunakan kotoran domba, kata Umar. Mr. Kabir, salah satu pekerja asal Bangladesh menjelaskan bahwa pohon kurma membutuhkan waktu enam bulan dari mulai mengawinkan bunga jantan dan betina hingga panen. Perkawinan bunga biasanya dilakukan para pekerja secara manual. Sejak kecil, buah kurma dibungkus agar tidak rontok dan dibiarkan begitu saja hingga matang. Kadang juga dipetik ketika masih muda. Banyak yang mencarinya, kata Kabir. Jama’ah haji yang mendatangi tempat ini dipersilakan merasakan kurma muda yang baru saja dipetik dari pohonnya. Dagingnya renyah, seperti menggigit buah jambu air yang masih muda. Rasanya manis agak sedikit sepet. Orang Arab, biasanya membuat jus kurma muda dicampur madu sebagai minuman penambah stamina. Juz ini baik untuk laki-laki dan perempuan.
Kebun kurma ini menjadi salah satu tujuan para jama’ah haji Indonesia yang ingin membeli oleh-oleh. Selain melihat lebih dekat pohon kurma, di tempat ini jama’ah juga bisa membeli kurma yang hampir semua jenis ada. Harganya antara 35 sd 100 Riyal, tergantung jenis kurma yang dibeli. Yang paling banyak diburu, kurma Ajwa (Kurma Nabi).
Kebun kurma buka setiap hari. Pada musim haji, dibuka mulai setelah Subuh hingga pukul 09.00 WAS. Sedangkan di musim Umrah, dibuka dari Subuh hingga pukul 11.00 WIB. Jama’ah haji Indonesia yang datang ke sini, biasanya berrombongan antara 20-30 bus setiap kali datang.
Referensi:
([1]) Lihat Fath ul-Baari, 7/243.
([2]) Lihat Fath ul-Baari, 7/656 dan al-Bidaayah wan Nihaayah 4/519
([3]) Lihat makna يَصْهَرُ di Lisaan ul-Árob, 4/472
([4]) Muhammad bin Áli Adam al-Ethyubi berkata, مِثْلُ هَذَا لَهُ حُكْمُ الرَّفْعِ، إِذْ لاَ يُقَالُ مِنْ قِبَلِ الرَّأْيِ “Seperti ini dihukumi marfu’ (dari Nabi shallallahu álaihi wasallam) karena yang seperti ini tidak bisa berdasarkan pendapat semata” (Dzakhirotul Úqbaa, 8/568)
([5]) Bahkan sebagian ulama tidak mempersyaratkan berwudhu di rumah atau hotel untuk memperoleh pahala Umroh. Di antaranya Ibnu Taimiyyah (Iqtidhoo’ Shirrot il-Mustaqiim 2/342) dan al–Sindi (Hasyiat al-Sindi ála Sunan Ibni Maajah, 1/431). Tentunya semua sepakat bahwa berwudhu di rumah atau hotel, baru berangkat menuju masjid Quba’ dipandang lebih afdhal.
[6]) Sebagaimana dalam hadits riwayat Ibnu Umar (HR al-Bukhari, 1194)
[7]) Di antaranya berdasarkan hadits Sahl bin Hunaif, bahwasanya Nabi besabda:
مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ وُضُوءَهُ، ثُمَّ جَاءَ مَسْجِدَ قُبَاءٍ فَرَكَعَ فِيهِ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ، كَانَ ذَلِكَ عَدْلَ عُمْرَةٍ
Artinya: Barang siapa yang berwudhu lalu memperbagus wudhunya, kemudian mendatangi masjid Quba, lalu ia shalat 4 rakaát maka itu seperti umroh (HR Ibnu Abi Syaibah di al-Mushannaf, no. 3252).
Dr. KH. Fuad Thohari, MA., adalah seorang pendakwah juga akademisi yang bergelut dalam bidang Tafisr dan Hadist. Setelah menimba ilmu di Ponpes Salaf Al – Falah, Ploso, Kediri, Jawa Timur, beliau kemudian menempuh pendidikan perguruan tinggi hingga s3 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam bidang Tafsir Hadist. Alumni Pendidikan Kader Ulama (PKU) MUI ini merupakan dosen di Sekolah Pascasarjana almamaternya dan mengisi berbagai kajian keagamaan di masjid, majlis taklim, seminar ilmiah, stasiun televisi dan radio di wilayah Jabodetabek. Di tengah padatnya kegiatan tersebut, beliau juga aktif terlibat dalam organisasi keagamaan Majelis Ulama’ Indonesia wilayah DKI Jakarta dalam bidang fatwa, dan aktif di Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama’ PBNU. Memiliki sejumlah karya yang dapat dilihat di http://penerbitbukudeepublish.com/penulis/fuad-thohari/ dan beberapa judul di bawah ini; 1.Hadis ahkam; kajian hukum pidana islam 2.Kumpulan Fatwa MUI DKI jkt 2000 sd 2018…(5 buku). 3.Manasik Haji dan Umroh 4.Metode Penetapan Fatwa bagi Da’i 5.Artikel jurnal nasional (puluhan judul) 6.Deradikalisasi Pemahaman al Qur”an dan Hadis 7.Khutbah Islam tentang Terorisme 8.talkshow di TV nasional, Radio, dll. Selain itu, beliau pernah melakukan penelitian di berbagai negara, antara lain; Malaysia, Singapore, Thailand, India, China, Mesir, Palestina, Yordania, Iran , Turki, Saudi Arabia, Tunisia, dll. Beliau bisa dihubungi langsung via WA (081387309950)