Madinah, Liputan9.id – Hatri Jum’at 29 Juli 2022, jama’ah haji yang berada di Madinah untuk mengambil paket Arba’in (paket 40 kali jama’ah dengan imam Rawatib masjid Nabawi) setidaknya akan ketemu 1 atau 2 kali hari Jum’at. Saya termasuk yang hanya 1 kali kesempatan ketemu hari Jum’at selama di Madinah tahun 2022 ini.
Pada hari jum’at tanggal 29 Juli, Khatib menyampaikan materi khutbah tetang keteraturan alam dan perlunya setiap umat Islam untuk antisipasi masa depan dengan bahasa Arab yang enak didengar.
Setelah itu, si khatib bertindak sebagai imam shalat Jum’at. Bacaan imam di raka’at pertama setelah membaca surat al-Faatihah, mambaca surat Al-Isnsyirah. Sementara di raka’at ke dua, setelah imam membca surat al-Faatihah dilanjutkan membaca surat At-Tin. Ini dua surat favorite yang juga saya baca ketika jadi khotib dan imam shalat Jum’at, selain surat sabihis (surat al-A’la) dan surat -al-Ghaasiyah.
Khatib khutbah dengan bahasa Arab sekitar 19 Menit. Bahasa Arabnya fusha, enak didengar. Tema khutbah yang diangkat tentang keteraturan alam. Khatib nampaknya cukup intelek, bercerita tentang keteraturan alam, atas kekuasaan Allah.dengan banyak mengutip ayat kauniyah dan hadis Nabi SAW.
Masih ingat dengan kisah Nabi Musa ‘Alaihis Salam yang tatkala bermunajat kepada Allah, memohon supaya diberi kemampuan melihat wujud Allah? Ketika Allah menampakkan wujud-Nya, menyingkap tabir cahaya-Nya kepada Nabi Musa ‘Alaihis Salam, Nabi Musa pun jatuh pingsan. Hal di atas menegaskan bahwa wujud Allah bersifat ghaib dan manusia tidak akan pernah mampu untuk melihatnya sekalipun Allah mengizinkannya, sebagaimana peristiwa yang dialami Nabi Musa ‘Alaihis Salam.
Selain kisah Nabi Musa ‘Alaihis Salam tersebut, banyak manusia yang melakukan pencarian tentang eksistensi wujud Allah. Hal ini mereka lakukan untuk meyakinkan keimanan mereka bahwa Tuhan itu memang ada. Namun, tidak sedikit mereka yang tidak memiliki pedoman hidup serta bekal ilmu agama yang cukup, mereka semakin mencari justru keimanan mereka semakin ragu, bahkan semakin jauh dari rasa percaya bahwa Tuhan itu ada.
Dalam hadits yang diriwayatkan Imam al-Thabrani disebutkan bahwa tidak sepatutnya manusia sebagaai makhluk yang hawaadis mempertanyakan bagaimana bentuk dan Dzat Allah sebagai khaaliq yang qadiim, karena manusia sebagai makhluk hawadis memiliki keterbatasan dalam berfikir dan merasionalkan sesuatu. Selain itu, apabila manusia terus mempertanyakan hal tersebut dikhawatirkan justru akan membuka pintu masuknya syaitan ke dalam hatinya dan semakin ragu, serta menurunkan tingkat keimanannya kepada Allah SWT. Manusia adalah Makhluk Visual. Ia akan mempercayai sesuatu jika sesuatu itu dapat ditangkap panca inderanya.
https://twitter.com/Liputan9id/status/1577656089453113344?s=20&t=tOVb920FkLpeUikJKRKkbw
Hal ini jugalah yang menyebabkan banyak orang yang tidak mempercayai keberadaan Tuhan dengan alasan karena Dzatnya yang tak dapat di tangkap panca indera. Lantas bagaiamana seorang muslim mampu mempercayai keberadaan dan wujud Allah, sedang wujud Allah itu bersifat Maha Ghaib? Pada dasarnya, panca indera memang menjadi alat manusia dalam membuktikan dan membenarkan keberadaan akan sesuatu. Namun, panca indera bukanlah satu-satunya alat yang mampu menjadi wasilah dalam membuktikan eksistensi akan suatu hal tersebut. Masih ada perangkat lain yang juga mampu menjadi alat pendukung, salah satunya akal.
Begitupula dalam mengenal wujud Allah yang tidak mampu ditangkap panca indera manusia. Untuk mengenal wujud Allah manusia dapat menggunakan beberapa alat pendukung yang mampu menjadi bukti akan eksistensi wujud Allah. Alat tersebut ialah fitrah, dalil naqli, dan dalil aqli. Dalil fitrah adalah suatu bukti yang menyatakan bahwa setiap manusia sejak lahir memiliki fitrah bertuhan. Oleh karena itu, pada dasarnya benih-benih keimanan dan keyakinan akan wujud adanya Allah sebenar yang qadiim sudah tertanam sejak lahir dalam diri setiap individu.
Adapula dalil naqli yang merupakan pedoman hidup umat Islam, yaitu Al-Qur’an dan al-Sunnah. Dalil naqli ini akan membimbing manusia dalam mengenal Tuhan melalui asma dan sifat-Nya. Selain dua dalil tersebut, ada dalil ‘aqli yang melibatkan akal pikiran, perenungan tentang diri sendiri dan alam semesta yang berfungsi dalam mengenal wujud Allah. Untuk membuktikan keberadaan Tuhan melalui akal pikiran, perenungan diri dan alam semesta, dapat memakai beberapa teori, yaitu qanun al-illah, qanun al-wujub, qanun al-huduts, dan qanun al-nidzham.
Ulama sudah memperkenalkan konsep qanun al-nizham, atau teori keteraturan. Teori Keteraturan Alam Semesta, mayoritas orang menganggap bahwa segala hal yang terjadi dalam kehidupan, atau ketika suatu yang diprediksikan benar terjadi, mereka akan menganggapnya sebagai suatu yang kebetulan. Begitupula dengan alam semesta. Alam semesta ini adalah sesuatu yang telah tersusun secara rapi, dan mustahil alam ini dapat tersusun rapi tanpa ada Sesuatu yang menyusunnya. Semua manusia berakal tidak bisa memungkiri bahwa memang alam semesta itu tersusun secara rapi.
Terbukti dari berbagai fenomena alam yang memiliki fase-fasenya masing-masing dan sudah tersusun dengan sangat rapi. Sebagai contoh, ahli astronomi (astronom) dapat memprediksi kapan terjadinya gerhana bulan, dan gerhana bulan terjadi karena apa? Karena sudah dikeetahui fase-fase atau urutan prosesnya. Selain itu, dengan ditemukannya konsep benang alam semesta. Sebagaimana dikemukakan para ilmuwan bahwa galaksi yang dilihat dalam semesta ini, bukanlah satu-satunya galaksi yang ada di alam semesta.
Mereka berpendapat bahwa alam semesta ini dipenuhi dengan jutaan galaksi, bintang-bintang serta kosmis berdebu dan memiliki sistem kontrol pendistribusian materi yang sangat ketat dan rapi. Mereka juga berpendapat bahwa galaksi-galaksi ini beredar pada satu orbit yang sama, yaitu pada benang panjang lagi tipis yang terikat kuat, yang kemudian dikenal dengan istilah “kain kosmik”. Lantas, apakah hal tersebut merupakan suatu yang kebetulan? Tentu saja tidak.
Bahkan jauh hari sebelum para ilmuwan menemukan teori kain kosmik, Al-Qur’an sudah terlebih dahulu mengabadikannya dalam QS. Al-Zariyat ayat 7 yang berbunyi وَالسَّمَآءِ ذَاتِ الۡحُـبُكِ “Demi langit yang mempunyai jalan-jalan” Yang dimaksud dengan “jalan” dalam ayat tersebut adalah orbit benda-benda langit. Hal ini menunjukkan bahwa benda langit di alam semesta sudah memiliki orbitnya yang tercipta begitu rapi dan sangat teliti, dan orbit itulah yang kemudian dikenal dengan kain kosmik atau benang alam semesta. Dengan adanya orbit tersebut, seluruh komponen pada alam semesta akan beredar sesuai dengan garis edarnya masing-masing dan tidak akan pernah salah jalur. Dan tentu saja hal ini ada yang mengatur serta menyusunnya.
Contoh lain, Matahari tidak pernah terlambat untuk terbit ataupun tenggelam karena semuanya sudah tersusun dengan teratur. Bumi yang memiliki posisi yang pas dengan matahari. Dia tidak terlalu jauh yang membuat bumi menjadi dingin dan beku, tidak pula ia terlalu dekat dengan matahari, yang nantinya dapat membuat bumi menjadi panas bahkan leleh terbakar. Lantas, apakah ini suatu hal yang kebetulan? Tentu saja tidak, karena pasti sudah ada yang menyusunnya sedemikian rupa. Allah SWT, Sang Perancang Semesta Semua hal yang tersusun rapi itu pastilah ada yang mendesainnya dan semuanya sudah direncanakan Allah SWT, Sang Pencipta dan Sang Pengatur segalanya.
Ini membuktikan kemahakuasaan Allah SWT. Lantas sebenarnya untuk apa Allah mendesain alam semesta ini dengan tersusun sangat rapi dan sempurna? Semua ini bertujuan untuk digunakan sebagai fasilitas manusia dalam mengenal Allah SWT yang wujudnya tidak dapat ditangkap panca indera manusia, sehingga nantinya manusia mampu mengenali Allah SWT melalui alam semesta, ciptaan-Nya.
Tentang pentingnya manusia hidup selalu mengantisipasi masa depan, khatib kembali mengingatkan agar manusia selalu meningkatkan ketakwaan kepada Allah swt. Karena, orang yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertakwa kepada-Nya. Peningkatan takwa ini sangat penting dilakukan sebagai bekal yang harus dibawa kelak di akhirat nanti.
Saat ini, kita akan memasuki hari-hari akhir di tahun 1443 Hijriyah. Dua pekan lagi, akan memasuki tahun baru 1 Muharram 1444 Hijriyah. Waktu berjalan begitu saja tanpa terasa. Namun, rasa-rasanya manusia belum bisa memanfaatkan waktu tersebut dengan baik. Hari demi hari lagi-lagi dilalui dengan berbagai macam kesalahan. Namun, hal itu dianggap angin lalu tanpa diperbaiki di kemudian hari.
Memasuki akhir tahun dan menghadapi awal tahun baru, sudah sepatutnya manusia menengok apa saja yang telah diperbuat dan merencanakan perbaikan ke depannya.
Allah swt telah berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Hasyr ayat 18;
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَۗ اِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢ بِمَا تَعْمَلُوْنَ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha teliti terhadap apa yang kamu kerjakan.”
Manusia harus memaafkan masa lalu. Memaafkan bukan berarti melupakan. Memaafkan menjadi langkah awal untuk memperbaiki langkah di masa yang akan datang. Sementara masa kini harus dihadapi. Sebab, masa kini inilah yang ada persis di depan mata. Kita tidak bisa menghindarinya. Mau tidak mau, itu harus dihadapi dengan cara dan sikap sebaik mungkin. Adapun masa depan harus dipersiapkan. Persiapan menuju masa depan dimulai dengan melihat mana yang perlu diperbaiki dari masa lalu yang telah dilewati dan masa kini yang tengah dihadapinya.
Hari esok yang dimaksud pada ayat tersebut menurut pandangan banyak ulama adalah akhirat. Akhirat ini tidak bisa dilepaskan begitu saja dengan dunia yang menjadi jembatannya. Makanya, ada satu nasehat penting:
اِعْمَلْ لِدُنْيَاكَ كَأَنَّكَ تَعْيْشُ أَبَدًا وَاعْمَلْ لِآخِرَتِكَ كَأنَّكَ تَمُوْتُ غدًا
Artinya: “Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan hidup selamanya dan beramallah untuk akhiratmu seakan-akan engkau mati esok.”
Pekerjaan yang tampaknya duniawi jika dilakukan untuk memenuhi kekuatan dalam beribadah juga termasuk ibadah yang bernilai akhirat. Lalu, kapan tiba waktunya kita di akhirat? Kita sendiri tidak ada yang mengetahui kapan, di mana, dan dalam keadaan bagaimana ajal tiba. Hal ini sudah ditegaskan Allah swt dalam Al-Qur’an Surat Luqman ayat 34:
اِنَّ اللّٰهَ عِنْدَهٗ عِلْمُ السَّاعَةِۚ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَۚ وَيَعْلَمُ مَا فِى الْاَرْحَامِۗ وَمَا تَدْرِيْ نَفْسٌ مَّاذَا تَكْسِبُ غَدًاۗ وَمَا تَدْرِيْ نَفْسٌۢ بِاَيِّ اَرْضٍ تَمُوْتُۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ
Artinya: “Sesungguhnya hanya di sisi Allah ilmu tentang hari Kiamat; dan Dia yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan dikerjakannya besok. Dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Mengenal”.
Dalam kitab Al-Bahrul al-Muhith, Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir Muqatil, dijelaskan bahwa tidak ada yang mengetahui kelak akan bekerja sebagai apa, apakah baik atau buruk. Pun kita akan meninggal di mana, di darat, di laut, atau dalam keadaan yang seperti apa? Wallahu a’lam.
Dalam haditsnya, Rasulullah saw mengingatkan kita agar memanfaatkan waktu sebaik-baiknya.
اغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ: شَبَابَكَ قَبْلَ هِرَمِكَ، وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ، وَغِنَاءَكَ قَبْلَ فَقْرِكَ، وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ، وَحَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ
Artinya: “Gunakan lima perkara sebelum datang lima perkara; masa mudamu sebelum masa tua, sehatmu sebelum sakitamu, kekayaanmu sebelum miskinmu, waktu luangmu sebelum kesibukanmu dan kehidupanmu sebelum kematianmu.” (HR Al Hakim).
Oleh karena itu, manusia harus memanfaatkan betul waktu yang durasiny 24 jam yang disediakan Allah. Ini tidak lain agar manusia betul-betul siap untuk menghadap Allah swt dengan bekal ketakwaan yang telah saban hari ditingkatkan.
Semoga Allah swt memberikan kita kekuatan dan kesempatan untuk terus memperbaiki masa depan sehingga kita dapat menghadap Allah swt dengan husnul khatimah. Aamiin.
باارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْاٰنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَاِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْاٰيَاتِ وَالذِّكْر ِالْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ اِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَيَا فَوْزَ الْمُسْتَغْفِرِيْنَ وَيَا نَجَاةَ التَّائِبِيْن
Dr. KH. Fuad Thohari, MA., adalah seorang pendakwah juga akademisi yang bergelut dalam bidang Tafisr dan Hadist. Setelah menimba ilmu di Ponpes Salaf Al – Falah, Ploso, Kediri, Jawa Timur, beliau kemudian menempuh pendidikan perguruan tinggi hingga s3 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam bidang Tafsir Hadist. Alumni Pendidikan Kader Ulama (PKU) MUI ini merupakan dosen di Sekolah Pascasarjana almamaternya dan mengisi berbagai kajian keagamaan di masjid, majlis taklim, seminar ilmiah, stasiun televisi dan radio di wilayah Jabodetabek. Di tengah padatnya kegiatan tersebut, beliau juga aktif terlibat dalam organisasi keagamaan Majelis Ulama’ Indonesia wilayah DKI Jakarta dalam bidang fatwa, dan aktif di Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama’ PBNU. Memiliki sejumlah karya yang dapat dilihat di http://penerbitbukudeepublish.com/penulis/fuad-thohari/ dan beberapa judul di bawah ini; 1.Hadis ahkam; kajian hukum pidana islam 2.Kumpulan Fatwa MUI DKI jkt 2000 sd 2018…(5 buku). 3.Manasik Haji dan Umroh 4.Metode Penetapan Fatwa bagi Da’i 5.Artikel jurnal nasional (puluhan judul) 6.Deradikalisasi Pemahaman al Qur”an dan Hadis 7.Khutbah Islam tentang Terorisme 8.talkshow di TV nasional, Radio, dll. Selain itu, beliau pernah melakukan penelitian di berbagai negara, antara lain; Malaysia, Singapore, Thailand, India, China, Mesir, Palestina, Yordania, Iran , Turki, Saudi Arabia, Tunisia, dll. Beliau bisa dihubungi langsung via WA (081387309950)