Strukturisasi Agama Negara
Kini keadaan bukan penjajahan lagi bukan pula kolonialisme, tapi belenggu fundamentalisme agama, yang diperankan oleh kelompok Muslim yang mengambil jalur kanan dengan caranya sedikit radikal, intoleran dan pemaksaan keberlakuan hukum Allah ditegakkan, seperti formalisme agama dalam negara, ada strukturisasi agama di negara.
Lalu siapa yang bermain di konsep perjuangan macam ini, ya tentu kelompok-kelompok yang kini menolak konsensus nasional, menolak Pancasila dan UUD 45 sebagai law of state. Mereka pikir hanya al-Quran dan Hadits yang pantas dijadikan itu ( hukum negara ), dan tidak ada hukum lainnya. Mereka terus massif melakukan perjuangannya tanpa kenal lelah, akibat spritualitas kebenaran parsial. Tidak berbasis ilmu dan ajaran Islam.
Berita Terkait:
Kuwalat Pada Habib, Membius dan Matikan Nalar
Menanggapi Kajian Sunah Wahabi
Membaca Kitab Ra’ihatu Al-Wardiyah Karya Syaikh Tubagus Ahmad Bakri Sempur Purwakarta
Sikap di Tengah Diantara Perbedaan
Tinjauan Nasab, Ijtihad Menjaga Kemuliaan Keturunan Mulia
Sejarah Bangsa
Ada kelompok Bani Yaman yang dua puluh tahun belakangan tampil di muka publik telah memposisikan sebagai kelas atas dalam struktur masyarakat muslim Indonesia. Posisi paling mulia, paling terhormat, paling tinggi kastanya sebagai anak cucu Nabi. Sementara kita pribumi tidak sama sekali melihat mereka itu lebih tinggi, karakter sosial kita adalah egaliter. Semua sama, dan kita sama semua. Sama-sama anak negeri ini.
Apa yang jadi alasan dari tulisan ini? fakta yang kita tangkap adalah klaim sejarah secara sepihak, seolah bangsa Yaman berjasa besar dalam mewujudkan kemerdekaan Indonesia, tapi kita tidak akan tutup mata atas peran Mesir dalam mengakui kedaulatan negara. Sementara Mesir dan Yaman itu masing-masing negara yang berjauhan, ini dimaksudkan bahwa yang berjasa besar adalah Mesir, bukan Yaman.
Soal penentuan tanggal proklamasi kemerdekaan Indonesia yang diproklamirkan Soekarno-Hatta menurut penceramah habib itu berasal dari Habib Ali Kwitang. Kita pastikan ngawur, alias tidak benar. Menurut referensi pelaku sejarah seperti Bung Hatta, Wapres RI pertama bahwa Pemerintah Bala Tentara Jepang yang berpusat di Dalat memberi kepastian untuk diizinkannya mengibarkan bendera merah putih pada tanggal 16 Agustus 1945. Akibat sikap revolusioner kaum muda Menteng 31 seharusnya proklamasi dibacakan pada 16 Agustus 1945 ternyata bergeser di tanggal 17 Agustus, ini sikap kaum muda republik agar kemerdekaan itu diraih dan dicapai oleh mereka dengan gigih, bukan pemberian hak merdeka dari pemerintah Dai Nippon.
Fakta sejarah nasional, justru belum ada peran habib dalam konteks perumusan kemerdekaan di rumah Laksamana Maeda. Lihat dokumen kemerdekaan Indonesia, sama sekali tidak ada. Bahkan yang mengobati Bung Karno setelah pulang dari Rengasdengklok Karawang bukan madu yang dikasihkan dari Habib Ali Kwitang, tapi yang betul itu dokter yang ditugaskan untuk menjaga fisik dan kesehatan Bung Karno, karena Bung Karno mengalami demam tinggi, sebelum proklamasi dibacakan di halaman depan Rumah di jalan Pegangsaan Timur no 56.
Berikutnya, di kekinian klaim sepihak bahwa HRS itu cicit Imam Bonjol karena marganya sama yakni Sihab. Ini jelas ngawur dan menyesatkan umat. Nama asli dari Tuanku Imam Bonjol adalah Muhammad Syahab, yang lahir di Bonjol pada 1 Januari 1772. Ia merupakan putra dari pasangan Khatib Bayanuddin dan Hamatun. Ayahnya, Khatib Bayanuddin merupakan seorang alim ulama yang berasal dari Sungai Rimbang, Suliki, Lima Puluh Kota. Ibunya Hamatun dan pamannya Syekh Usman adalah perantau bangsa Arab yang datang ke Alai Ganggo Mudik, dan diterima masuk ke dalam tatanan adat Minangkabau.
Paling teranyar, ada pernyataan oknum habib bahwa Indonesia khususnya pulau Jawa adalah milik wali kutub dari Tarim, Yaman. Menurut pengakuan hamba Solih yang ia temui. Pandangan ini begitu sadis, tak melihat perasaan ratusan juta Bangsa Indonesia, tanpa substansi, tendensius, salah fatal. Jawab kita tegas, Indonesia milik Indonesia, sejarahnya adalah sejarah Indonesia, dari dulu hingga sekarang. Sekali lagi tidak kata Tarim atau Hadramaut dalam soal akuisisi kepemilikan atas Indonesia. Indonesia ya Indonesia.
Harokah Keagamaan
Soal pendirian NU yang diklaim diinisiasi seorang Habib dari Yaman juga sangat tidak tepat sekali, itu artinya telah mendzolimi para muassis kita.
Narasi sejarah yang disampaikan penceramah habib, satu dari sekian banyak yang paling melukai kita adalah diharamkannya masuk Banser dan Ansor, seolah kebencian bisa menimbulkan hukum yang ia ciptakan sendiri. Padahal tidak sama sekali.
Bukan hanya itu, ada oknum habib yang tengah ceramah menjelaskan bahwa sikap Sayid Usman dan Hadrotusyaikh KH Hasyim Asy’ari itu sama, ya sama-sama dianggap kolaborator penjajah, ini pun kita anggap sebagai pelecehan atas kemuliaan seorang Hadrotusyaikh KH Hasyim Asy’ari Tebuireng, figur ulama besar se Nusantara, sekaligus Rois Akbar. Fakta sejarahnya justru Hadrotusyaikh KH Hasyim Asy’ari jelas lakukan perlawanan atas kolonialisme Belanda dan Jepang.
Sikap Kita
Negeri kita negeri merdeka, semua bebas menentukan hidupnya masing-masing, berekspresi sesuai apa isi hatinya. Negeri ini negeri yang berdaulat dengan tujuan keadilan, kesejahteraan dan kemakmuran.
Tidak boleh lagi ada belenggu-belenggu yang memborgol gerak langkah bangsa pribumi, karena pribumi adalah penduduk sah negeri ini. Tidak boleh ada pemaksaan atas nama agama atau kepercayaan.
Pribumi adalah anak tumpah darah Indonesia yang lahir dan dibesarkan dengan tangis dan tawa. Anak negeri yang terlahir dalam bungkus kebudayaan, anak negeri yang dikarakteri adab yang mulia, sopan santun dan tepo seliro.
Tidak ada belenggu yang paling sulit dihilangkan kecuali belenggu pemikiran. Maka nalar dan sadar tentu akan jadi pembebasan atas belenggu belenggu tersebut. Tegaskan dan bebaskan rantai ikatan dari apapun, karena kita adalah bangsa yang merdeka, ya merdeka selama-lamanya.
KHM. Hamdan Suhaemi, Pengajar Pesantren Ashhabul Maimanah Sampang Susukan Tirtayasa Serang, Wakil Ketua PW GP Ansor Banten, Ketua PW Rijalul Ansor Banten, Sekretaris komisi Haub MUI Banten, dan Sekretaris Tsani Idaroh wustho Jam’iyah Ahlith Thoriqah Mu’tabaroh An-Nahdliyah Jatman Banten.
Comments 2