JAKARTA | LIPUTAN9NEWS
Pagi itu, di halaman Kementerian Hak Asasi Manusia RI, selembar kain putih perlahan diturunkan. Di baliknya terpampang tulisan baru: Gedung KH Abdurrahman Wahid. Nama besar itu kini resmi melekat pada gedung utama KemenHAM RI, sebagai penghormatan atas penganugerahan gelar Pahlawan Nasional bagi Presiden ke-4 Republik Indonesia, KH Abdurrahman Wahid, atau yang akrab disapa Gus Dur.
Tak jauh dari seremoni itu, di lantai satu, ruang pelayanan publik juga berganti nama: Ruang Marsinah—mengabadikan nama buruh perempuan yang gugur memperjuangkan keadilan tiga dekade silam.
Bagi KH. MH. Bahaudin, Sekretaris PWNU DKI Jakarta yang akrab disapa Gus Baha, dua nama itu bukan sekadar simbol. “Negara akhirnya belajar mengingat bukan hanya dengan kepala, tapi dengan hati,” ujarnya kepada Awak Media di Jakarta, Selasa (11/11/2025).
Menurut Gus Baha, keputusan Menteri HAM untuk menamai gedung itu dengan nama Gus Dur adalah langkah moral yang tak bisa diukur dengan protokol kenegaraan.
“Gus Dur bukan hanya Presiden, ia nurani bangsa. Gedung itu akan berdiri bukan sekadar dari beton dan kaca, tapi dari semangat membela manusia,” terangnya.
Ia menambahkan, penamaan ruang pelayanan dengan nama Marsinah juga menandakan kesadaran baru di tubuh birokrasi: bahwa hak asasi bukan jargon, tapi perjuangan nyata.
“Ketika nama seorang buruh disandingkan dengan seorang presiden, itulah keindahan republik. Keadilan sosial menemukan bentuknya,” tutur Gus Baha.
Gus Baha menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada Menteri HAM atas keberanian moral di tengah atmosfer politik yang sering pragmatis.
“Ini bukan kebijakan yang populer, tapi yang bermakna. Saya pribadi, atas nama warga Nahdliyin di Jakarta, menyampaikan terima kasih. Karena di balik setiap huruf nama Gus Dur itu, ada pesan kemanusiaan yang terus menyala,” katanya.
Ia mengingatkan, langkah simbolik ini mesti diikuti kerja nyata dalam penegakan hak asasi manusia.
“Gedung bisa berganti nama, tapi nilai Gus Dur harus hidup di dalamnya. Gus Dur mengajarkan bahwa membela manusia tidak cukup di podium, tapi di kebijakan dan keberpihakan.” paparnya.
Bagi Gus Baha, penamaan Gedung KH Abdurrahman Wahid dan Ruang Marsinah menyatukan dua arus besar kemanusiaan Indonesia—pemikiran dan perjuangan.
“Satu adalah cahaya intelektual yang menuntun bangsa memahami kemanusiaan lewat kebebasan. Satu lagi adalah cahaya keteguhan yang menuntut keadilan di tanah pabrik. Keduanya kini menyatu di jantung KemenHAM. Itu luar biasa,” ucapnaya.
Menutup pembicaraan, Gus Baha tersenyum pelan.
“Gedung itu sekarang bernama Gus Dur, tapi isinya harus berjiwa Marsinah. Karena itulah hakikat kemanusiaan: adil pada yang kuat, membela yang lemah.” pungkasnya dengan senyum khasnya.
Peresmian Gedung KH Abdurrahman Wahid dan Ruang Marsinah di Kantor KemenHAM RI, Selasa (11/11/2025), dilakukan bersamaan dengan penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada Gus Dur oleh Presiden Prabowo Subianto. Kementerian HAM menyebut penamaan ini sebagai bentuk penghormatan pada tokoh-tokoh yang memperjuangkan kemanusiaan dalam berbagai wajahnya—dari istana hingga pabrik.
























