Banten, LIPUTAN 9 NEWS
Kaum muslimin saat ini harus meningkatkan kepekaan batin dan ketajaman intelegensia untuk menyikapi kondisi kemanusiaan di dunia saat ini, termasuk dalam masalah perang dan konflik bersenjata, semisal masalah Israel dan Palestina, yang belakangan melebar ke kancah dan domain global, mejadi isu bersama seluruh warga dunia.
Terlepas perang dalam konteks hukum Internasional dan kemandulan Perserikatan Bangsa-bangsa menghentikan genosida dan pembantaian warga sipil oleh Israel yang didukung Barat, pertama-tama perang harus dilihat juga dalam konteks martabat kemanusiaan, dan kedua: kenyataan yang tak terbantahkan, martabat kemanusiaan kita di dunia ini senantiasa dicederai standar ganda Barat.
Pembahasan tentang perang di dunia saat ini menjadi menarik bukan hanya dalam konteks politik global, tapi juga dalam kadar teologis dan kemanusiaan, bersamaan dengan serangan balasan Iran terhadap Israel yang membom konsul Iran di Damaskus, Suriah. Meski sebelumnya bisa saja Iran punya niat untuk melakukan ofensif terhadap entitas imperialis dan penindas bernama Israel, namun tidak punya momentum yang sah dari sudut hukum internasional, dan karenanya senantiasa diurungkan karena bisa menjadi boomerang bagi Iran di mata dunia internasional.
Sebaliknya, sebagai entitas politik imperialis dan kaum penindas (Barat), Israel menyerang Iran karena sudah lama diketahui Iran adalah donatur persenjataan dan finansial bagi kelompok-kelompok pejuang dan perlawanan di Asia Barat (Timur Tengah), semisal Hamas (Palestina), Hizbullah (Libanon), Ansarullah (Yaman), Jihad Islam (Palestina) dan lainnya seperti kelompok perlawanan di Irak.
Dalam Islam, perang bisa sangat dianjurkan, tapi juga bisa sangat diharamkan. Diantara perang yang dianjurkan sebagaimana tercantum dalam Quran, adalah perang mempertahankan diri dari agresi dan penindasan kekuatan lain dan perang melawan kezaliman dan penindasan. Dan diantara perang yang diharamkan Islam adalah perang melakukan kezaliman, membantu kaum zalim dan membantu kaum penindas untuk menindas kaum lain serta perang yang dijalankan dan dilaksanakan dengan cara-cara haram seperti membantai warga sipil dan menghancurkan fasilitas sipil semisal rumah sakit, hunian, dan tempat ibadah.
Dalam kadar yang demikian, tindakan militer Iran dibenarkan secara teologis (menurut Islam) selain dibenarkan secara hukum dan kesepakatan Internasional. Secara kemanusiaan, bila kita membuka rekaman sejarah genosida dan pembantaian massal warga sispil selama puluhan tahun oleh Israel yang didukung Barat, perang perlawanan terhadap Israel adalah perang untuk menyelamatkan kemanusiaan dan martabat kemanusiaan yang memiliki hak untuk tidak ditindas.
Iran juga tidak melanggar etika perang Islam karena serangan balasannya tidak menyasar warga sipil, tapi fasilitas militer Israel. Sebab, dalam Islam, diharamkan menyasar warga sipil dan fasilitas warga sipil seperti rumah sakit, hunian, tempat ibadah dan yang lainnya. Berbeda dengan Israel yang membantai warga sipil dan menghancurkan fasilitas warga sipil secara massif hingga menggunakan persenjataan dan teknologi militer yang dilarang hukum Internasional.
Memang, perang juga berdampak pula pada kondisi politik dan ekonomi global, termasuk bagi Negara kita, Indonesia, tetapi apakah kita harus selamanya diam dan tidak berdaya ketika penindasan dan kezaliman mencederai kemanusiaan kita? Dan terkhusus bagi kaum muslimin di mana saja di dunia saat ini, mestinya kita malu bila menjadi bagian dari kaum atau kekuatan zalim dan penindas, yang justru semestinya harus kita lawan.
Sulaiman Djaya, penyair di Kubah Budaya