SIGI | LIPUTAN9NEWS
Dewan Mahasiswa (DEMA) Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) menyelenggarakan seminar dengan tema “Mengenang Romantisme Orde Baru, Para Pemimpin Bangsa Dan Bedah Buku: “Soeharto Memang “Hebat”. Baru, yang bertujuan untuk membuka wacana inklusif tentang sejarah Indonesia pada masa itu. Seminar ini melibatkan generasi muda yang lahir pasca-1998, untuk belajar dari dualitas Soeharto: bagaimana “kehebatan” membangun tapi juga merusak.
Dalam seminar ini, Pak Wawan H. Purwanto, penulis buku “Soeharto Memang ‘Hebat’: Menguak Tabir Pro dan Kontra di Balik Kepergiannya”, menekankan pentingnya memahami sejarah Indonesia pada masa Orde Baru. Beliau menyoroti keberhasilan Soeharto dalam menjaga kedaulatan bangsa dan nilai Pancasila di tahun 1990an, ketika negara sedang tidak baik-baik saja.
Soeharto mampu keluar dari inflasi yang tinggi, yaitu 600%, dan menurunkannya menjadi 13%. Nilai kurs rupiah pada saat itu 1 dolar AS = Rp 4.000, sebuah prestasi yang patut diapresiasi. Selain itu, Soeharto juga membangun infrastruktur, seperti SD Inpres, yang masih dirasakan manfaatnya hingga saat ini, termasuk di Kota Palu, Sulawesi Tengah, seperti SD Inpres Palupi, SD Inpres 1 Kawatuna, dan SD Inpres 3 Birobuli.
Pak Wawan juga mengakui bahwa Soeharto memiliki kelemahan, seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang merajalela pada masa pemerintahannya. Namun, beliau menekankan bahwa kelebihan Soeharto tidak dapat diabaikan, dan generasi muda harus belajar dari dualitas Soeharto, yaitu bagaimana “kehebatan” dapat membangun tapi juga merusak.
Pak Wawan secara terbuka mendukung Soeharto sebagai presiden pada masa Orde Baru, dengan mengakui kelebihan dan kelemahannya. Beliau berharap bahwa generasi muda dapat belajar dari sejarah dan mengambil pelajaran yang berharga dari kepemimpinan Soeharto.
Dalam seminar tersebut, Pak Wawan mengucapkan pepatah Jawa “Mikul Dhuwur Mendhem Jero” untuk Soeharto, yang berarti “Mengangkat yang tinggi, mengubur yang dalam”. Artinya, menghormati dan menghargai kebaikan dan prestasi Soeharto, tetapi juga tidak melupakan kesalahan dan kelemahannya.
Seminar ini dihadiri oleh mahasiswa dan akademisi, yang ingin memahami lebih dalam tentang sejarah Indonesia pada masa Orde Baru. Mereka berdiskusi dan berbagi pendapat tentang warisan Soeharto dan bagaimana hal itu mempengaruhi Indonesia hari ini.
























