Yusuf Qardhawi berpulang Keharibaan Allah pada Senin, 26 September 2022 di Doha Qatar.
Yusuf Qardhawi memiliki kalam qadim (pendapat lama) dan kalam jadid (pendapat baru). Kalam qadimnya mirip dengan pandangan mayoritas muslim Indonesia terutama NU. Tapi setelah Arab Spring atau al-Rabi’ al-‘Arabiy, ISIS, Ikhwanul Muslimun, dan yang sejenisnya muncul, Yusuf Qardhawi mengeluarkan kalam jadid yang banyak mengubah kalam qadimnya.
Kalam qadim Yusuf Qardhawi wasathiyat, tasamuh, menghargai ta’addudiyat al-ara (keragaman pendapat) dan wathaniyah (kebangsaan) yang berangkat dari pemahamannya terhadap turats. Sedangkan kalam jadidnya tasyaddud, ghuluw, thatharruf, ghayra qabil al-ghayr. Pada akhirnya seluruh ulama Al-Azhar mengkritik dan mengecam kalam jadid Yusuf Qardhawi.
Para ulama Arab menggunakan istilah kalam qadim dan kalam jadid untuk perubahan pemikiran Yusuf Qardawi. Tidak menggunakan qaul qadim dan qaul jadid. Lantaran, syahdan, itu untuk membedakan dengan Imam Syafii.
https://twitter.com/Liputan9id/status/1574738967181766656?s=20&t=9F44U3yg6KtE_QPNf9xYug
Kalam Qadim
Yusuf Qardhawi termasuk ulama yang sangat produktif. Berbagai persoalan dan disiplin ilmu ditulisnya dengan luas dan mendalam. Berbagai pendapat para ulama klasik dijelaskan dalam studi banding, didalogkan, dan dianalisa. Sehingga kita sebagai pembaca dimanjakan dengan keragaman pendapat. Setidaknya di bukunya Fiqhu al-Zakat, Fiqhu al-Shalat, al-Fiqhu al-Jihad, al-Fiqhu al-Shiyam, kita akan melihat keragaman pendapat para ulama.
Membaca buku-buku fikih Yusuf Qardhawi kita menemukan keluasan penguasaannya terhadap khazanah fikih klasik Islam lintas madzhab.
Tak berhenti di fikih an sich, Qardhawi juga menulis buku Ushul Fikih, sebuah disiplin ilmu yang menjelaskan metode istinbath al-ahkam (penggalian dan perumusan hukum syariat).
Ada juga kumpulan tanya jawab dan fatwa-fatwa Yusuf Qardhawi yang terkodivikasi dalam karyanya Fatawa al-Mu’ashirah berjilid-jilid.
Yusuf Qardhawi juga menulis tentang teologi/tauhid yaitu Wujudullah, Haqiqat Tauhid, dan al-Iman bil Qadar. Dalam buku-bukunya tersebut, jelas sekali bahwa Qardhawi adalah seorang pengikut teologi Sunni, bukan Syiah dan bukan pula Wahabi.
Selain fikih dan tauhid, Qardhawi menulis tentang pengetahuan tentang sufisme dan cara salik taqarub kepada Allah, di antara karyanya yaitu Muraqabah wa Muhasabah, Zuhud, Taubat Ilallah, Niat wal Ikhlas, dan yang lain.
Di masa Qardhawi, diskursus tentang pembaharuan fikih dan metode pendekatan turats/legacy klasik Islam sedang ramai dibicarakan para pemikir dan ulama. Qardhawi pun melibatkan dirinya dalam perbincangan tersebut dengan mengajukan proposal pemikiran dalam beberapa bukunya yaitu al-Fiqh al-Islami bayna Ashalah wa Tajdid dan Al Ijtihad Al-Muashir, Kayfa Nata’amalu ma’a Turats.
Qardhawi juga terlibat dalam diskursus metodologi pendekatan studi Al-Quran dan hadits, di mana pada saat itu sedang viral heurmeneutika sebagai tawaran baru metodologi pembacaan Al-Quran di satu sini, dan pada saat yang sama muncul dari kalangan Wahabi yang melantangkan kembali kepada Al-Quran dan Sunnah. Ada dua buku setidaknya dalam hal ini, yaitu Kayfa Nata’amalu ma’al Quran dan Kayfa Nata’amalu ma’a Sunnah. Ia berpendapat bahwa teks Al-Quran dan Sunnah tidak bisa dan tidak boleh diambil mentah-mentah, apa adanya, dan harfiyah. Karena itu, teks Al-Quran dan Sunnah harus dipahami secara rasional, kontekstual, dan metodologis sebagaimana dalam Ushul Fikih, Ulumul Quran, Ulumul Hadis dan sebagainya.
Ada karyanya yang menegaskan bahwa Qardhawi merupakan pemikir yang mengusung toleransi antar agama yaitu Fiqhu al-Aqalliyat, yang menjelaskan tentang hak-hak minoritas.
Kalam Jadid
Setelah terlihat fenomena Ikhwanul Muslimun mendapatkan tempat kembali dalam perpolitikan Mesir dan meletusnya Arab Spring, Qardhawi tanpa tedeng aling-aling bertransformasi diri sebagai politisi dan ideolog Ikhwanul Muslimin (IM) ke ruang publik. Sebagai ideolog IM, ia menulis beberapa buku, yaitu; 1. buku Shohwah Islamiyah, gerakan Islam, 2. Buku Ikhwanul Muslimun, 3. Buku Tarbiyah al-Islamiyah wa Madrasah Hasan al-Banna, 4. Buku al-Ikhwan al-Muslimun Sab’ina Amman fi Dakwah wa al-Tarbiyah.
Qardhawi sebagai politisi dan ideolog IM banyak mengeluarkan pendapat dan fatwa politiknya baik terkait IM maupun ISIS yang keras dan menghalalkan kekerasan. Fatwa yang paling mengejutkan adalah penyataannya yang menghalalkan pembunuhan terhadap kaum muslim di Suriyah. Setidaknya ia menyatakan bahwa, “semua saja baik militer, pejabat, ulama, dan masyarakat biasa yang mendukung pemerintah lalim adalah wajib dibunuh, wajib dihabisi semua”. Pernyataan Qardhawi ini merepons terbunuhnya al-Syekh Ramadhan al-Buthi. Dan ini ada dalam rekam jejak digitalnya di youtubue.
Sehingga Qardhawi di satu sisi dianggap oleh para ulama Timur Tengah sebagai orang yang menghalalkan pembunuhan terhadap al-Syekh Ramadhan al-Buthi, dan di saat yang sama Qardhawi dianggap provokator atas keadaan yang sedang memanas dan caos (kacau) serta krisis. Suasana semakin memanas, kelompok sempalan pembuat kerusuhan di Suriyah semakin jumawa mendapatkan angin segar fatwa Qardhawi untuk berhadap-hadapan dengan pemerintah yang sah. Ini sangat disayangkan. Tentu yang bersikap seperti itu tidak hanya Qardhawi, tapi ada beberapa ulama yang lain. Pada akhirnya konflik, pembunuhan, penjarahan, dan peperangan pada masa Arab Spring berjalan cukup lama dan menahun.
Dalam konteks Mesir, Yusuf Qardhawi berada dalam satu barisan dengan IM. Sedangkan seluruh ulama Al-Azhar satu barisan dengan kalangan nasionalis, kaum minoritas Kristen Kibti, dan militer. Qardhawi berhadap-hadapan dengan para ulama Al-Azhar secara diametral dan terang-terangan. Para ulama Al-Azhar tetap ingin mempertahankan negara-bangsa, wathaniyah, sedangkan Qardhawi bersama IM hendak berjuang mengubahnya.
Dinamika pemikiran semacam Qardhawi ini disebut oleh orang Arab dengan “taraju'”. Dinamika pemikiran sering terjadi dan menimpa kepada siapa saja. Baik dinamikanya berubah dari moderat ke ekstrim maupun sebaliknya berubah dari ekstrim ke moderat, dari intoleran ke toleran atau sebaliknya dari toleran ke intoleran, bahkan ada yang berubah dari liberal ke sufisme.
Qardhawi telah berpulang dan mempertanggungjawabkan pemikiran dan perbuatannya langsung di hadapan Allah. Bagi kita yang masih menikmati karyanya, kita bisa bersikap eklektik, ambil yang baik dan relevan dan jangan ambil yang buruknya.
Oleh: KH Mukti Ali Qusyairi, (Ketua LBM PWNU DKI Jakarta)