Jakarta | LIPUTAN9NEWS
Niat dalam ibadah sangat penting dan menjadi barometer bagi keluhuran dan kualitas ibadah itu sendiri. Dalam ajaran Islam, niat adalah inti dari setiap amal ibadah karena niat menentukan apakah suatu ibadah diterima oleh Allah atau tidak. Hal tersebut berlaku dalam setiap jenis ibadah, termasuk puasa.
Niat puasa Ramadan, yang harus dilakukan setiap malam sebelum fajar, bukan hanya sekadar perkataan atau formalitas, tetapi mencerminkan kesungguhan hati dan keikhlasan seorang Muslim dalam menjalankan perintah Allah.
Dengan niat yang tulus, seseorang berkomitmen untuk melaksanakan puasa dengan sepenuh hati, bukan hanya menahan makan dan minum, tetapi juga menjaga diri dari perbuatan yang dapat mengurangi pahala puasa, seperti berbohong, ghibah, atau marah.
Niat yang benar mencerminkan pemahaman bahwa setiap amal ibadah adalah bentuk pengabdian dan ketaatan kepada Allah, yang akan membawa kita pada kedekatan dengan-Nya.
Oleh karena itu, dalam menjaga niat yang lurus dan ikhlas dalam setiap ibadah, termasuk puasa, sangatlah penting agar ibadah tersebut dapat diterima dan mendatangkan pahala yang maksimal. Namun, apakah niat puasa Ramadan wajib dibaca setiap malam?
Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI Pusat, KH Abdul Muiz Ali menjelaskan, ulama dari kalangan Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali sepakat bahwa puasa tidak sah kalau tanpa niat.
“Hanya saja ulama berbeda pendapat, apakah niat puasa di bulan Ramadan itu harus di malam hari (tabyit) dan apakah niat itu harus di ulang-ulang (tajdid) setiap hari,” ujar Kiai Muiz Ali melalui keterangan tertulis yang diterima Liputan9news, Senin (03/03/2025).
Menurut Kiai Muiz Ali, pada ulama fikih Mazhab Maliki, Syafi’i dan Hambali berpendapat, niat puasa Ramadan harus di malam hari (Tabyit) sebelum masuk waktu Subuh. Berdasarkan atsar sahabat, istri Nabi, Sayyidah Hafshoh berkata:
مَنْ لَمْ يُبَيِّتْ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلَا صِيَامَ لَهُ
“Barangsiapa yang tidak berniat di malam hari sebelum fajar, maka tidak ada puasa untuknya.”
Terkait perlunya memperbarui niat setiap hari (tajdid) ulama juga berbeda pendapat. Pertama, menurut Jumhurul Fuqoha dari mazhab Hanafi, Syafi’i dan Hambali, niat puasa Ramadan harus dilakukan setiap hari (tajdid).
Kedua, menurut mazhab Maliki, niat puasa Ramadan tidak wajib diperbaharui (Tajdid) setiap hari, dengan alasan setiap ibadah yang harus dilakukan secara terus menerus atau berkesinambungan seperti halnya puasa Ramadan, maka niat puasanya cukup satu kali pada awalnya saja.
“Pendapat kedua ini bisa dijadikan langkah antisipasi oleh kita jika khawatir niat puasanya lupa pada hari-hari berikutnya,” jelas Kiai Muiz Wakil Sekretaris MUI Pusat itu.
Ulama Syafi’iyah, seperti halnya banyak dijelaskan dalam literatur fikih Syafi’i, menganjurkan agar pada malam pertama awal Ramadan niat puasanya diniatkan satu bulan penuh dengan bacaan niat sebagai berikut:
“Saya niat puasa fardhu di semua hari bulan Ramadan tahun ini karena Allah Ta’ala,” Kiai Muiz Ali yang juga Pengurus LBM PBNU.
Lalu, Kiai Muiz menegaskan, dengan model niat dan taqlid kepada Imam Malik seperti itu, tambah Kiai Muiz, maka puasanya tetap dihukumi sah misalnya lupa tidak niat dihari-hari berikutnya.
“Akan tetapi, agar tetap mendapat pahala yang berlipat, kalau kita masih ingat untuk niat di malam hari, maka kita wajib niat sebagaimana yang diatur dalam tuntunan puasa Ramadan dalam mazhab Syafii,” pungkasnya. (ASR)