Dari Muadz bin Jabal ra. Rosulullah SAW bersabda : “Allah memperhatikan hamba-Nya dengan penuh rahmat (pada malam nishfu sya’ban). Kemudian Allah akan mengampuni semua mahluk-Nya kecuali orang musyrik dan musyakhin (orang yang menebar kebencian antar sesama umat Islam” (HR. Thobroni, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, al-Baihaqi)
Al-Haitsami dalam Majma’ Zawaied Juz III hal. 395 menilai para perawi hadits ini adalah orang terpercaya.
Bahkan al-Albani yang biasanya mendhoifkan hadits-hadits masyhur, menyatakan keshohihan hadits diatas.
Dalam hadits lain Rosulullah bersabda : “Allah menurunkan Rohmat-Nya melebihi bulu domba suku Kalb (HR. Turmudzi dan Ibnu Majah)
Suatu ketika Siti Aisyah bertanya tentang puasa Rosulullah di bulan Sya’ban (riwayat lain nishfu sya’ban), beliau menjawab : “hari ini amalan diangkat kehadlirat Allah, dan aku ingin saat amalan diangkat, dalam kondisi berpuasa” (HR. Ahmad, Abi Syaibah, an-Nasa’ie, al-Baihaqi)
Dalam riwayat lain, Siti Aisya menceritakan; bahwa suatu malam Rosulullah shalat, sujud dengan sangat lama sampai beliau (Siti Aisya) menyangka Rosulullah wafat. Setelah Siti Aisyah bangun mencoba menggerak-gerakkan kaki Rosulullah.
Setelah selesai, Rosul berkata :”wahai Aisyah, apakah kamu mengira aku berkhianat?”. Siti Aisyah menjswab :”Demi Allah tidak ya Rosul, tapi aku mengira engkau telah tiada karena sujud terlalu lama!”. Rosul bekata lagi: “Tahukah kamu malam.apakah ini?”. Siti Aisyah menjawab:” Allah dan Rosulnya lebih tahu!”. Rosul bersabda: “Inilah malam nishfu sya’ban. Allah mengampuni orang-orang yang meminta ampun, mengasihi yang meminta dikasihi. Dan Allah tidak memperhatikan pendendam!” (HR. Baehaqi, dan menurutnya hadits ini mursal tapi hasan).
Cukuplah dalil-dali diatas untuk menjadi landasan menghidupkan malam nishfu sya’ban. Amalan apa saja ? Semua amalan yang baik bisa diamalkan seperti memperbanyak sholat sunnat, baca Qur’an, berdoa dan lain-lain.
Sholat sunnat nushfu sya’ban memang ikhtilaf. Untuk keluar dari ikhtilaf, sholatnya adalah : sholat sunnat muthlak dalam rangka menghidupkan kemulyaan nishfu sya’ban
Untuk memanfaatkan kemulyaan bulan dan malam ini juga kita memohon kepada Allah tiga hal : Kekuatan iman dan istiqomah, kemurahan rizqi yg halal hidup berokah sehat wal afiat, diwafatkan dalam keadaan iman islam serta husnul khotimah. Dan sebelum berdoa’ ada tradisi membaca surat yasin sebagai washilah (tawasshul dgn surat yasin). Ini masuk kategori sunnatan hasanatan (tradisi atau kebiasaan yang baik). Dalam shohih Muslim Rosul bersabda : “Barangsiapa yang membiasakan (tradisi) sesuatu yang baik ia akan mendapatkan pahala!”
Kenapa Yasin, karena surat yasin adalah surat yang sangat familier dan lebih mudah dibaca masyarakat (karena familiernya) dibanding surat-surat lain. Dengan mudahnya surat yasin maka kita lebih terhindar dari kesalahan-kesalahan pembacaan. Dan bukankah Rosul bersabda :” Bacalah olehmu yang termudah dari ayat al-qur’ab!”. Surat yasin tentu mudah bagi masyarakat awam. Disamping itu beberapa ulama al-Qur’an menyebut surat yasin sebagai qolbul qur’an.
Perlukah sholat seribu rokaat? Tidak perlu memaksakan diri harus sholat seribu rokaat. Sholat seribu rokaat setiap malam nishfu sya’ban asalnya adalah amalan pribadi Kholid bin Ma’dan. Siapa Kholid ini? Beliau ulama Syam yang terkenal alim, zuhud, waro’ tidak ada yang meragukan kejujurannya.
Ketika Kholid bin Ma’dan sholat seribu rokaat, tidak ada ulama yang mempersoalkan apalagi membid’ahkan. Akan tetapi ketika banyak orang-orang yang mulai mengikutinya secara bersama-sama barulah hal ini jadi masalah. Jadi bukan pada persoalan menghidupkan nishfu sya’bannya, tapi persepsi orang terhadap bilangan rokaat Kholid ini jadi masalah ketika diikuti secara massal. Tentu jika sesuatu yang sebenarnya berasal dari amalan pribadi, kemudian dipahami dan dihukumi secara syar’ie dengan tidak semestinya (tidak proporsional), tentu ini tidak dibenarkan.
Mari hidupkan malam nishfu sya’ban dengan memperbanyak ibadah dan munajat, karena memang malam tersebut istimewa. Wallahu a’lam
KH. Khotimi Bahri, Syuriah PCNU Kota Bogor, Ketua Komisi I MUI Kota Bogor, Penasehat Barisan Kesatria Nusantara (BKN), dan Staf Pengajar Sekolah Tinggi Ekonomi Islam (STEI) Napala Bogor.