Ustadz medsos pada bermunculan di tiktok, short video, reel Facebook, Instagram dan yutube, sambil pegang microphone, duduk di depan meja, di depannya kamera smartphone. Ngoceh bid’ah, ngomong haram, nuduh kafir ke muslim, bicara neraka bicara surga, ancam siksa ancam kerak neraka abadan-abadan.
Orang di luar mereka disebut ahli bid’ah wal jama’ah, asal setiap ceramah tak lupa nuduh bid’ah dlolalah. Banyak komentar yang pro dan kontra, yang pro tentu jama’ah Wahabi, yang kontra tentu kader NU yang melek dan nyadar. Semua konten ceramah mereka adalah menuduh bid’ah dlolalah, dan tidak ada di zaman Nabi, baik zaman Nabi Ibrahim hingga zaman Nabi Muhammad S.a.w.
Yang kontra selalu tertawa sambil “ngerjain”, kenapa tertawa geli, sebab mereka itu berbuat bid’ah di saat mereka ini tengah menuduh bid’ah. Mereka bilang apa yang sudah diajarkan Rosulullah itu sudah sempurna tidak perlu ada yang baru di luar ajaran tersebut, sekilas logis dan benar. Coba perhatikan, mana ada tambahan ajaran dari apa yang di luar ajaran Rosul tersebut.
Perayaan maulid Nabi, mereka bilang bid’ah dlolalah, sementara Nabi sendiri anjurkan baca sholawat, bukankah di perayaan maulid itu isinya baca sholawat, bukankah hadits sudah sharih mengatakan bahwa “tidaklah disebut mukmin jika tidak mencintai Nabi”, bukankah kita diperintahkan taat pada Allah dan rasul-nya, bukankah kita harusnya senang ketika hari lahirnya sang Nabi diperingati, diramaikan, dibacakan sholawat dan salam untuknya. Intinya perayaan maulid Nabi tidak bid’ah apalagi haram, yang bilang bid’ah hanya iblis, ya iblis berjenggot panjang, jidat hitam dan celana cingkrang.
Tahlilan, inipun jadi babak belur dituduh adat Hindu Budha, dituduh bid’ah sesat dan menyesatkan. Lalu yang kontra Wahabi bilang ” sejak kapan orang Hindu dan orang Buddha baca Yasin dan baca kalimat tauhid”. Yang pro Wahabi jawab ” itu ada besek, ada berkat itu jelas tradisi Hindu Buddha, itu namanya bid’ah, zaman Nabi hidup tidak ada ” lalu yang kontra Wahabi tertawa terbahak bahak ” salah besek apa ? sampe-sampe dibilang bid’ah”. Yang kontra mendesak karena ” kezzel ” juga, lalu bilang ” itu microphone ada ga di zaman Nabi” tetap mereka yang pro Wahabi jawab ” itu alat dakwah saja, ga masalah”.
Yang kontra Wahabi jawab dengan jawaban ngunci, ya mungkin kunci inggris ” kalau microphone dibilang alat dakwah, lalu yutub dan medsos dibilang media dakwah, lalu apa bedanya dengan besek, sebagai alat pemersatu bagi perut lapar. Sementara biasanya orang lapar itu anarkis dan lupa ibadah, itu artinya besek ternyata mampu menyelamatkan perut lapar sekaligus menyelamatkan dari meninggalkan sholat. Mereka yang pro Wahabi diam cari alasan lain, dan yang kontra tengah seruput kopi, kopi cap kapal Api, ngududnya Surya 16.
Kemudian penceramah Wahabi itu tampil lagi dan tak lupa bid’ah disebut-sebut, semua yang tidak diajarkan Nabi adalah bid’ah. Yang kontra Wahabi pun menjawab ” bukankah ente kalau baca Qur’an itu ada harkat, ada syakel, ada rasem, ada tanda mad “? dijawab oleh kader Wahabi cap Kampak 212 ” betul, karena tanpa harkat kita tidak bisa bacanya “yang kontra langsung ngunci ” itupun tidak ada di zaman Nabi karena Nabi tidak ajarkan untuk mengharkati ayat-ayat Al-Qur’an, bahkan tidak memerintahkan membuat mushaf Al-Qur’an, berarti ente ini tengah berbuat bid’a “.
Yang kader dan pro Wahabi, sambil nyengir bilang “iya ya bid’ah juga” lalu minta arahan bagaimana caranya dapat Al-Qur’an yang tidak ada harkat, tidak ada rasm, tidak ada tanda mad atau waqof biar seperti baca quran eranya Nabi”?. Lalu enteng dijawab ” ente hidup di goa saja, itu yang pas atau di gurun pasir, jangan kemana -mana sebelum kiamat tiba “.
Akhirnya tidak ada kelanjutan, sinyal pun muter muter, ternyata yang kontra Wahabi tengah habis pulsa datanya. Begitu beli lagi, dan buka dialog ternyata penceramah itu berubah wajah, wajah yang dihiasi Jenggot panjang, jidat hitam berubah jadi kelimis, hanya sisakan sehelai jenggot. Lalu yang kontra Wahabi bilang “ini kok ustadnya jadi Cumplung begini “.
Kita Muslim Indonesia tentu berbeda dengan muslim di belahan dunia lainnya, baik adat istiadat, bahasanya, karakteristik, dan juga cara pandang agamanya dipastikan berbeda-beda. Kita Muslim Indonesia adalah muslim yang mayoritas bermadzhab Ahli Sunnah wal Jama’ah, sudah menjadi kewajibannya untuk tidak bersepakat dalam kesesatan, dan menolak kerusakan. Kita pun tentu menyatakan bahwa paham wahabisme adalah sesat menyesatkan, karena pahamnya merusak Islam dari dalam.
KHM. Hamdan Suhaemi, Pengajar Pesantren Ashhabul Maimanah Sampang Susukan Tirtayasa Serang, Wakil Ketua PW GP Ansor Banten, Ketua PW Rijalul Ansor Banten, Sekretaris komisi Haub MUI Banten, dan Sekretaris Tsani Idaroh wustho Jam’iyah Ahlith Thoriqah Mu’tabaroh An-Nahdliyah Jatman Banten.
Comments 1