Jakarta, LIPUTAN 9 NEWS
Pada generasi awal dalam sejarah Islam pembentukan panitia amil zakat ditunjuk langsung oleh Rasulullah shalallahu alaihi wassalam. Dr. Yusuf Al-Qaradawi menjelaskan, bahwa Rasulullah telah mengutus lebih 25 amil zakat ke seluruh pelosok membawa perintah pengumpulan dana zakat. Para sahabat Nabi yang dikenal pintar, amanah, transparan dan profesional dalam hal pengelolaan dana zakat antara lain sahabat terkemuka yaitu Ali bin Thalib, Abdullah bin Mas’ud dan Mu’ad bin Jabal. Penunjukan petugas atau amil zakat terus berlangsung sampai generasi sahabat hingga sekarang.
Dalam ketentuan fikih, bahwa yang dimaksud dengan amil zakat adalah panitia atau badan yang dibentuk oleh pemerintah. Dalam konteks di Indonesia, lebih tepatnya adalah lembaga atau badan yang sudah mendapatkan izin operasional dari pemerintah, dalam hal ini Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS).
Untuk menjadi amil zakat dimana tugas pokoknya adalah menghimpun dan mendistribusikannya harus memenuhi kriteria sebagai berikut;
- Orang yang merdeka (bukan budak)
- Laki-laki
- Mukallaf
- Adil dalam seluruh kesaksian
- Beragama Islam)
- Memiliki pendengaran yang baik
- Memiliki penglihatan yang baik
- Memahami dengan baik fiqih zakat
- Bukan keturunan Bani Hasyim.
Sedangkan tugas amil zakat adalah:
- Menginventarisasi (mendata) orang-orang yang wajib mengeluarkan zakat.
- Menginventarisasi orang-orang yang berhak menerima zakat
- Mengambil dan mengumpulkan zakat.
- Mencatat harta zakat yang masuk dan yang dikeluarkan.
- Menentukan ukuran (sedikit dan banyaknya) zakat.
- Menakar, menimbang, menghitung porsi mustahiqqus zakat
- Menjaga keamanan harta zakat
- Membagi-bagikan harta zakat pada orang-orang yang berhak menerimanya (mustahiqqin).
Untuk di Indonesia, Undang-undang dan peraturan zakat yang ada, terdapat 3 pengelola zakat di Indonesia yakni pertama, Badan Amil Zakat Nasional atau (BAZNAS) baik di tingkat Nasional, Provinsi maupun Kabupaten, kedua, Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang sudah diberi izin oleh BAZNAS, dan ketiga Pengelola Zakat Perseorangan atau Kumpulan Perseorangan dalam masyarakat di komunitas atau wilayah yang belum terjangkau oleh BAZNAS dan LAZ dan diakui oleh BAZNAS Kabupaten atau LAZ Kabupaten.
Penjelasan tersebut dapat dirujuk pada UU No 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat dan PP No 14 Tahun 2014 pasal 1 tentang Pelaksanaan UU No 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, dan diperkuat dengan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) No. 8 Tahun 2011 tentang Amil Zakat.
Tugas Mulia Amil Zakat
Aktif menjadi pengurus atau petugas menghimpun dan menyalurkan zakat, infak dan sedekah seperti yang dilakukan oleh pengurus Lazisnu, Lazismu, Dompet Dhuafa, Laz Sidogiri, Lazisma dan laninya adalah tugas mulia. Menghimpun dana sosial yang dilakukan pengurus amil zakat, infak dan sedekah tidak boleh diartikan sebagai orang yang meminta minta seperti pengemis jalanan atau pungutan liar. Mereka adalah penyeru agama, penyambung kebenaran, fasilitator antara yang pemberi dan penerima dan penyeru perintah wajibnya zakat yang ditetapkan oleh Allah SWT kepada umat Islam.
خُذْ مِنْ اَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيْهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْۗ اِنَّ صَلٰوتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْۗ وَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ
“Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu (menumbuhkan) ketenteraman jiwa bagi mereka. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS. At-Taubah: 103)
Tugas mulia pengurus lembaga amil zakat, infak dan sedekah dapat terlihat ketika mereka sedang mengingatkan dan mengajak orang lain untuk menunaikan zakat atau infak dan sedekah. Posisi mereka sama persis dengan seorang penceramah atau khotib di mimbar-mimbar Jum’at yang sedang menyeru pada kebaikan; mengajak kepada yang makruf (terpuji) dan mencegah perbuatan yang mungkar (terlarang).
كُنْتُمْ خَيْرَ اُمَّةٍ اُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ
“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah”. (QS. Ali Imran : 110)
Petugas amil zakat, infak dan sedekah adalah tidak saja mulia di hadapan manusia tapi juga mulia di hadapan Allah.
مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ, فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ
“Barangsiapa menunjukkan suatu kebaikan, maka ia mendapatkan pahala seperti pahala orang yang melakukannya.” (HR. Muslim)
Tugas menghimpun dan mendistribusikan dana zakat, infak dan sedekah tentu tidak boleh disamakan dengan orang yang meminta-minta dipinggir jalan untuk kepentingan diri sendiri. Dalam ajaran Islam meminta minta itu tidak baik bahkan dilarang.
مَنْ سَأَلَ مِنْ غَيْرِ فَقْرٍ فَكَأَنَّمَا يَأْكُلُ الْجَمْرَ
“Barangsiapa meminta-minta padahal dirinya tidaklah fakir, maka ia seakan-akan memakan bara api.” (HR. Ahmad).
Oleh karenanya, menjadi petugas amil zakat, infak dan sedekah harus tetap tampil gagah, dan tentu harus amanah transparan dan profesional dalam menjalankan tugasnya.
Pengurus atau amil zakat adalah fasilitator dari para dermawan yang hendak memberikan zakat, infak dan sedekahnya.
Ada jutaan umat Islam, khususnya teretan (saudara) yang sedang menanti uluran tangan para dermawan. Dalam harta kita terdapat hak orang lain yang harus kita berikan.
وَفِيْٓ اَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِّلسَّاۤىِٕلِ وَالْمَحْرُوْمِ
“Dan pada harta benda mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak meminta” (QS. Az-Zariat: 19).
Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda,
مَا آمَنَ بِي مَنْ بَاتَ شَبْعَانً وَجَارُهُ جَائِعٌ إِلَى جَنْبِهِ وَهُوَ يَعْلَمْ بِهِ
Tidak mengimaniku dengan sempurna orang yang bermalam dalam kondisi kenyang, sementara tetangganya kelaparan di sisinya dan ia mengetahuinya (HR ath-Thabarani dan al-Bazzar
Komitmen dan cita-cita luhur yang harus dimiliki oleh pengurus lembaga amil zakat, infak dan sedekah adalah mendorong dan mengedukasi umat Islam, agar mereka yang kaya agar mengeluarkan zakat, infak dan sedekahnya. Selain mendorong umat Islam tentang fadilah atau keutamaan menunaikan zakat, infak dan sedekah, penting juga kita mengedukasi masyarakat, dimana yang semula tahun ini statusnya sebagai penerima zakat atau infak, bagaimana sekiranya tahun depan status dirinya meningkat menjadi orang yang mengeluarkan zakat, infak dan sedekah.
KH. Abdul Muiz Ali, Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI Pusat dan Direktur Lazisma