Banten, Liputan9 – Ada pesulap yang bongkar-bongkar kedok dukun, semua ribut dan membahasnya. Kemudian peruqiyah ikut komentar terkait praktik dukun. Kita yang awam, paling geleng kepala bukan takjub, bukan pula marah atas pertingkah mereka. Kita disuguhkan tontonan yang penuh ambisi, ketololan dan ngawur. Mungkin dengan cara itu keuntungan lewat YouTube lebih cepat didapatkan, orientasi jutaan viewer, subscriber menjadi target tertentu. Sungguh naif dan brengsek.
Pesulap, harusnya ia concern pada dunia persulapan tidak harus mengoreksi kebiasaan orang lain yang diduga sesat dan tipu-tipu. Emangnya sulap itu dasarnya kejujuran, bukankah sulap tidak lebih adalah teknik manipulasi juga, kecepatan tangan untuk menipu pandangan mata. Yang satunya lagi dukun berkedok Kiai atau Gus, ini juga perilaku sontoloyo. Jangan bawa-bawa simbol pesantren seperti gelar putera Kiai (Gus) jika hanya untuk kejelekan, pembodohan dan penipuan. Ini sungguh keji.
Peruqyah pun tidak perlu mencampuri mana sulap, mana sihir, mana perdukunan, mana pula ilmu hikmah sebab semuanya menunjukkan perbedaannya, semua punya dasar dan tujuannya masing-masing. Silahkan berjalan sesuai profesi dan kegiatannya. Tidak perlu saling menjatuhkan. Yang satu tak ubahnya bersikap sohor dan sok mengharamkan sesuatu yang tidak tahu dasarnya (ini si pesulap merah), satunya lagi goblok dan merusak image (ini yang pakai sebutan Gus). Sementara disana ada peruqyah yang membahas soal hikmah, ruqyah itu tidak lebih untuk menetralisir anggota tubuh manusia dari gangguan jin dan makhluk halus lainnya, intinya tindakan penanganan bagi yang kena gangguan tersebut.
Saya lihatnya ini prank yutuber, tidak murni sebagai yang perlu dibahas dan dipikirkan secara serius. Bukan problem penting dan tidak perlu ada yang dirugikan di antara kita. Menjadi hak manusia mau berbuat apa saja, sebab semuanya akan dipertanggungjawabkan kelak di akhirat nanti. Saya, kamu, mereka dan kalian silahkan apa saja dilakukan, apa saja ditempuh, apa saja dikerjakan, namun di ujung nanti selalu ada pertanggungjawabannya.
Kita ini harusnya berlomba dalam kebaikan bukan saling menjatuhkan, karena tidak ada yang lebih baik kecuali tunduk pada aturan syari’at agama, hukum negara atau hukum positif kita. Tetapi juga perlu paham dari masing-masing itu, mana yang boleh, mana yang haram, mana pula yang menyesatkan. Mata kita perlu jeli melihatnya.
Hidup ini memerlukan wasilah ( perantara ) meski dalam keyakinan tidak harus ada wasilah. Tapi dalam usaha, ikhtiar dan pekerjaan lainnya terkadang perlu wasilah. Contoh yang nyata untuk bertemu dua hati saja sampai pelaminan perlu Mak comblang, dan Mak comblang itu ya wasilahnya.
Semua berlandaskan dalil syar’i, tapi sulap tidak perlu dicari dalil syar’i, soal ruqyah tidak harus dicari cari dalilnya, sebab yang utama menolong orang, itu intinya. Menolong orang itu tidak mesti menunggu dalil terlebih dulu. Di dalam diri ini ada sense, peduli, iba, simpati, kasihan, cinta pada sesama manusia, dan itu tidak perlu dalil. Mari lihat Al-Qur’an, surat al-Maidah ayat 35, terkait apa tujuan hidup selalu perlu adanya wasilah. Sebab kita tidak bisa sendirian.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ
1. Tafsir Ibnu Jarir
حدثنا بشر قال، حدثنا يزيد قال، حدثنا سعيد، عن قتادة قوله:”وابتغوا إليه الوسيلة”، أي: تقربوا إليه بطاعته والعملِ بما يرضيه.
Menurut Ibnu Jarir Thobari yang dimaksud wasilah adalah upaya dekat dengan cara taat, dan berbuat sesuatu dengan keridhoan. Wasilah demikian menjadi perantara untuk kebaikan dan kebenaran.
2. Tafsir al-Sam’ani
قَوْله – تَعَالَى -: {يَا أَيهَا الَّذين آمنُوا اتَّقوا الله وابتغوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَة} الْوَسِيلَة: الْقرْبَة، وَقيل: هُوَ معنى مَا ورد فِي الْخَبَر ” الْوَسِيلَة: دَرَجَة فِي الْجنَّة لَيْسَ فَوْقهَا دَرَجَة ” وَقَالَ زيد بن أسلم: أَرَادَ بِهِ تحببوا إِلَى الله – تَعَالَى – فالوسيلة بِمَعْنى الْمحبَّة.
Menurut Imam Abu Mudhoffar al-Sam’ani, lafadz al-wasilah dimaksud al-qurbatu ( pendekatan ) dan juga wasilah dipahami sebagai mencintai.
Kata الْوَسِيْلَة (perantara) menurut Sayyid Muhammad ‘Alawi al-Maliki dalam ayat di atas jika ditinjau dengan disiplin ilmu ushul fiqih termasuk kata ‘amm (umum), sehingga mencakup berbagai macam perantara. Kata al-wasîlah ini berarti setiap hal yang Allah jadikan sebab kedekatan kepada-Nya dan sebagai media dalam pemenuhan kebutuhan dari-Nya. Prinsip sesuatu dapat dijadikan wasilah adalah sesuatu yang diberikan kedudukan dan kemuliaan oleh Allah. Karenanya, wasilah yang dimaksud dalam ayat ini mencakup berbagai model wasilah, baik berupa para nabi dan shalihin, sepanjang masa hidup dan setelah wafatnya, atau wasilah lain, seperti amal shalih, derajat agung para Nabi dan wali, dan lain sebagainya (Mafahim Yajib ‘an Tushahhah, hal.118).
Sulap tidak ubahnya permainan, menghibur, dan bisa jadi menipu mata untuk menimbulkan takjub. Praktik dukun seperti dukun santet sumbernya iblis, tapi dukun anak sumbernya sikap tanggap atas persalinan ibu hamil, dukun sembur bisa jadi sumbernya bacaan ayat, hizib, doa dan sholawat. Ada pula disebut Kiai hikmah dan ini sumbernya dari kitab hikmah seperti Syumusul Ma’arif atau terkenal dengan Syamsul Maarif, Mambaul hikmah, Mujarabat al-Dairobi, dan lainnya. Kitab hikmah ini tetap tidak keluar dari sumber utama syari’at Islam. Jika ada yang bilang kitab-kitab tersebut sebagai kesyirikan, atau diharamkan dibid’ahkan, maka orang yang demikian manusia setengah tolol, setengah ngawur, selebihnya bodoh sok pintar.
Sekian tulisan ini semoga pertikaian 2 manusia yutuber segera diakhiri, sudah bikin muak semua manusia waras.
Oleh: KHM. Hamdan Suhaemi, Wakil Ketua PW GP Ansor Banten dan Ketua PW MDS Rijalul Ansor Banten