Setelah Al Qur’an, ummat Islam sesungguhnya memiliki pusaka yang amat menakjubkan dan merupakan sumber inspirasi intelektual sekaligus keagamaan yang luar biasa, yaitu Nahjul Balaghah.
Nahjul Balaghah merupakan sebuah kitab yang merangkum hikmah, surat, pidato, dan nasehat-nasehat Imam Ali (as) yang disusun dan dikodifikasi oleh Sayid Syarif Radhi yang juga didasarkan pada sejumlah dokumen dan kodifikasi lainnya (data dan dokumen sebelumnya) yang mutawattir dan sahih, teruji dan otentik. Sedangkan dari segi isi dan materi, salah satu bagian utama Nahjul Balaghah membahas tentang ketuhanan (tauhid dan teologi) serta metafisika. Menurut sejumlah ulama dan pakar, sekitar empat puluh kali kajian ini diulas dalam ceramah, surat, dan kata mutiara Nahjul Balaghah. Dan kendatipun sebagiannya hanya berupa kalimat pendek, ringkas, atau singkat saja, namun umumnya sampai mencapai beberapa baris, dan bahkan, sekian halaman.
Meski mengandung ulasan kosmologi dan sains, ulasan yang menyangkut tauhid (teologi dan teosofi) dalam Nahjul Balaghah terhitung bagian yang sangat mencengangkan dan yang paling dominan, di mana dalam konteks yang demikian, tidak berlebihan jika menurut sejumlah ulama dan pakar, pembahasan ini dikatakan atau dinyatakan setara dengan mukjizat. Tentunya hal itu dapat diterima jika situasi dan kondisi atau konteks kajian-kajian itu diperhatikan dan dicermati dengan sungguh-sungguh oleh kita sebagai sebuah pusaka lautan ilmu dan makrifat.
Artikel Terkait:
Kiasan Kunang Kunang Esai Otobiografis Sulaiman Djaya
Perempuan Gelandangan
Agama Kasih Sayang
Alam Adalah Kita
Begitu pula, haruslah dimaklumi oleh kita, diskursus Nahjul Balaghah tentang ketuhanan dan metafisika itu sendiri sangat beragam, di luar soal-soal sains dan kosmologi yang menjadi minat tulisan singkat ini. Dalam kaitannya dengan isu dan materi bahasan seputar tauhid dan metafisika (serta kosmologi yang pada akhirnya berkaitan dengan isu-isu saintifik) dalam Nahjul Balaghah tersebut, ada yang berbentuk telaah ciptaan dan hikmah Ilahi, seperti sistem universal langit dan bumi, dan terkadang meneliti eksistensi tertentu (secara spesifik namun pada saat bersamaan sesungguhnya bernilai universal atau menyeluruh), seperti tentang kelelawar, merak, atau semut, dan memperhatikan manajemen serta tujuan dari penciptaannya.
Dalam hal ini, akan bisa lebih dimengerti oleh kita jika kita mengambil satu contoh keterangan Amirul Mukminin Ali Bin Abi Thalib (as) tentang semut dalam ceramah ke-177 beliau berikut ini (yang mana contoh ini dapat dikatakan salah-satu contoh kandungan Nahjul Balaghah yang relevan dari segi wacana dan perspektif saintifik):
“Apakah mereka tidak meneliti ciptaan-Nya yang kecil? Bagaimanakah Dia kuatkan ciptaannya dan tegakkan susunannya. Dia bekali pendengaran dan penglihatan, Dia isi tulang dan lapisi dengan kulit? Pikirkanlah semut dengan posturnya yang amat kecil dan bentuknya yang lembut. Begitu kecilnya sehingga hampir tak terlihat oleh mata dan tak tercerna oleh pemikiran. Bagaimana ia berjalan di atas bumi dan berusaha mengumpulkan rejeki? Ia angkut biji-bijian ke dalam lubang dan disimpannya di sarangnya. Dia kumpulkan makanan itu di musim panas untuk perbekalan di musim dingin nanti, dan di musim dingin dia sudah dapat memperkirakan saat keluar dan bebas. Dengan demikian rejeki makhluk kecil ini sudah terjamin secara rapih dan teratur. Allah Maha Pemberi tidak akan pernah melupakannya walau dia terletak di bawah batu yang keras. Apabila kalian teliti dan pikirkan jalur keluar dan masuknya makanan, struktur perut, telinga, dan mata yang terletak di kepalanya, niscaya kalian akan sangat terheran-heran oleh ciptaan ini”.
Seperti dapat kita cermati, keterangan yang dinyatakan Imam Ali bin Abi Thalib (as) tentang semut tersebut pada dasarnya mengandung hikmah bagi kita untuk merenungi, mempelajari, dan meneliti makhluk hidup dan alam (semesta) itu sendiri sebagai entitas atau segala sesuatu yang diciptakan oleh Tuhan yang Maha Kuasa. Dan demikian juga, salah-satu isi dan materi yang sangat penting dalam Nahjul Balaghah adalah seputar kosmologi (termasuk yang terkait dengan bahasan yang menjadi konsen ilmu fisika dan astronomi), semisal tentang ‘Penciptaan’, di mana dalam salah-satu khutbahnya itu, Imam Ali bin Abi Thalib (as) menerangkan tentang bagaimana Allah (swt) menciptakan dunia (semesta):
“Ia memulai penciptaan dan memulainya secara paling awal, tanpa mengalami pemikiran, tanpa menggunakan suatu eksperimen, tanpa melakukan suatu gerakan, dan tanpa mengalami kerisauan. Ia memberikan waktunya pada segala sesuatu, mengumpulkan variasi-variasinya, memberikan kepadanya sifat-sifatnya, dan menetapkan corak wajahnya dengan mengetahuinya sebelum menciptakannya, menyadari sepenuhnya batas-batasnya dan kesudahannya, dan menilai kecenderungan dan kerumitannya.
Ketika Yang Mahakuasa menciptakan lowongan-lowongan atmosfer, mengembangkan ruang angkasa dan lapisan-lapisan angin, Ia mengalirkan ke dalamnya air yang ombak-ombaknya membadai dan yang gelombang-gelombangnya saling melompati. Ia memuatnya pada angin yang kencang dan badai yang mematahkan, memerintahkannya untuk mencurahkannya kembali (sebagai hujan), memberikan kepada angin kendali atas kekuatan hujan, dan memperkenalkannya dengan batasan-batasannya. Angin meniup di bawahnya sementara air mengalir dengan garang atasnya.
Kemudian Yang Mahakuasa menciptakan angin dan membuat gerakannya mandul, mengekalkan posisinya, mengintensifkan gerakannya dan menyebarkannya menjauh dan meluas. Kemudian Ia memerintahkan angin itu membangkitkan air yang dalam dan mengintensifkan gelombang laut. Maka angin mengocoknya sebagaimana mengocok dadih dan mendorongnya dengan sengit ke angkasa dengan melemparkan posisi depannya di belakang, dan yang berdiam pada yang terus mengalir, sampai permukaannya terangkat dan permukaannya penuh dengan buih. Kemudian Yang Mahakuasa mengangkat buih ke angin yang terbuka dan cakrawala yang luas dan membuat darinya ketujuh langit dan menjadikan yang lebih rendah sebagai gelombang yang berdiam dan yang di atas sebagai atap yang melindungi dan suatu bangunan tinggi tanpa tiang untuk menopang atau paku untuk menyatukannya. Kemudian Ia menghiasinya dengan bintang-bintang dan cahaya meteor dan menggantungkan padanya matahari dan bulan yang bercahaya di bawah langit yang beredar, langit yang bergerak dan cakrawala yang berputar.”
Itulah beberapa contoh kandungan sains yang ada dalam Nahjul Balaghah, sebuah kitab yang merupakan kumpulan hikmah, ilmu, nasehat, dan pidato Imam Ali bin Abi Thalib (as), di mana di dalamnya terkandung hikmah yang relevan dengan isu dan materi saintifik (yang masih tetap aktual hingga saat ini) yang dapat disajikan oleh tulisan singkat ini. Semoga bermanfaat dan dapat menjadi inspirasi bagi kita semua.
Sulaiman Djaya, esais dan penyair