Kedudukan Yerusalem dalam Al-Qur`an dan Sunnah
Meski berada nun jauh di sana, kita tidak bisa berkata soal Palestina, tempat Masjidil Aqsha berada, itu urusan warga Palestina. Masjidil Aqsa dan wilayah sekitarnya yang disebut negeri Syam adalah bagian yang tidak terpisahkan dari akidah keyakinan umat Islam.
Di dalam Al-Qur`an tidak ditemukan penyebutan kata Yerusalem atau al-Quds, sehingga ada yang berkata umat Islam tidak berhak memiliki Yerusalem atau al-Quds al-Syarif. Pandangan tersebut tidaklah benar, sebab meski tidak disebut secara tegas, terdapat tidak kurang dari sembilan ayat menyebutnya sifatnya (QS. Al-Maidah: 21, Al-A`raf: 137, Al-Isra: 1, Al-Anbiya: 71, Shad: 36, Saba: 18, Al-Qashash: 30, Al-Mu`imun: 5). Al-Qur`an tidak menyebut nama secara tegas, karena sepanjang sejarahnya ditemukan puluhan nama untuk Yerusalem, yang selalu berganti setiap kali ada bangsa yang menaklukkannya.
Penyebutan Yerusalem dan wilayah sekitarnya dalam Al-Qur`an selalu disertai sifat suci dan berkah seperti pada firman Allah:
يَاقَوْمِ ادْخُلُوا الْأَرْضَ الْمُقَدَّسَةَ الَّتِي كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ وَلَا تَرْتَدُّوا عَلَى أَدْبَارِكُمْ فَتَنْقَلِبُوا خَاسِرِينَ (21)} [المائدة: 21]
Wahai kaumku! Masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu berbalik ke belakang (karena takut kepada musuh), nanti kamu menjadi orang yang rugi.
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ (1) [الإسراء: 1]
Mahasuci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidilharam ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat.
Masjidil Aqsha adalah kiblat pertama umat Islam. Sejak ditetapkan kewajiban salat lima waktu, pada tahun kesepuluh kenabian, bahkan menurut sejumlah riwayat selama 13 tahun berdakwah di Mekkah, dan 17 bulan setelah hijrah ke Madinah, umat Islam melaksanakan salat dengan menghadap ke masjidilaqsha, sampai akhirnya turun ayat Alquran surah Albaqarah 144.
Dalam sejarah kemanusiaan, Masjidilaqsha adalah rumah ibadah kedua yang dibangun di muka bumi setelah masjidilharam. Dalam riwayat Abu Dzar al-Gifari, ketika ditanya tentang masjid yang pertama dibangun di muka bumi, Rasulullah menjawab, masjidilharam. Setelah itu masjidilaqsha. Jarak waktu antara keduanya, seperti dijelaskan Rasulullah adalah 40 tahun.
Oleh karenanya, seperti diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim, Rasulullah sangat menganjurkan untuk bepergian mengunjungi tiga masjid, yaitu masjidil haram, masjidil Aqsa dan masjid Nabawi. Beribadah di tempat-tempat itu juga memiliki keutamaan yang berlipat dibanding ibadah di tempat lain, antara 500 sampai 100 ribu kali lipat.
Bahkan, keutamaan masjidilaqsha sudah ada sejak Nabi Sulaiman As. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Al-Nasai dan Ibnu Majah, setelah selesai membangun kembali Baitul Maqdis, Nabi Sulaiman mengajukan tiga permohonan kepada Allah. Dua di antaranya telah dikabulkan oleh Allah untuk dirinya, yaitu diberi ketepatan dalam memutus perkara dan kekuasaan/kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang pun setelah dia. Satu lagi, Nabi Sulaiman memohon agar siapa pun yang mengunjungi Baitul Maqdis (Yerussalem) untuk melaksanakan salat, maka dia akan kembali darinya seperti bayi yang baru terlahir dari kandungan.
Jadi, masjidil Aqsa adalah kiblat pertama umat Islam, masjid kedua yang tertua dibangun, dan masjid yang ketiga paling utama dibanding masjidilharam dan masjid Nawawi. Masjidilaqsha adalah bagian dari kota-kota suci dan simbol keagamaan umat Islam yang harus dijaga dan dipertahankan.
Dalam sejarah agama-agama, Yerussalem Palestina adalah bumi para nabi dan rasul. Di tempat itu Nabi Ibrahim, Nabi Ishaq, Nabi Ya`qub, Nabi Yusuf, Nabi Luth, Nabi Sulaiman, Nabi Sholeh, Nabi Zakaria, Nabi Yahya dan Nabi Isa serta banyak nabi lainnya pernah tinggal. Di tempat itu, para Nabi dan rasul dikumpulkan dan memberi kesaksian bahwa Nabi Muhammad adalah Nabi yang terakhir.
Di situ Nabi kita mengimami para nabi saat isra dan mikraj, sebagai pertanda dukungan dan pengakuan mereka terhadap kenabian Rasulullah Saw.
وَإِذْ أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ النَّبِيِّينَ لَمَا آتَيْتُكُمْ مِنْ كِتَابٍ وَحِكْمَةٍ ثُمَّ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مُصَدِّقٌ لِمَا مَعَكُمْ لَتُؤْمِنُنَّ بِهِ وَلَتَنْصُرُنَّهُ قَالَ أَأَقْرَرْتُمْ وَأَخَذْتُمْ عَلَى ذَلِكُمْ إِصْرِي قَالُوا أَقْرَرْنَا قَالَ فَاشْهَدُوا وَأَنَا مَعَكُمْ مِنَ الشَّاهِدِينَ (81) [آل عمران: 81]
Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi, “Manakala Aku memberikan kitab dan hikmah kepadamu lalu datang kepada kamu seorang Rasul yang membenarkan apa yang ada pada kamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya.” Allah berfirman, “Apakah kamu setuju dan menerima perjanjian dengan-Ku atas yang demikian itu?” Mereka menjawab, “Kami setuju.” Allah berfirman, ”Kalau begitu bersaksilah kamu (para nabi) dan Aku menjadi saksi bersama kamu.”
Masjidilaqsha tidak bisa dilepaskan dari bagian penting sejarah kehidupan Rasulullah Saw. Ke tempat itu beliau diperjalankan dari Masjidilharam, dan dari tempat itu beliau diangkat naik ke langit sampai sidratul muntaha, dalam peristiwa isra dan mikraj. Oleh karenanya, kecintaan kita kepada Rasulullah belum dapat dinyatakan sempurna tanpa perhatian dan kepedulian terhadap masjidil Aqsa.
Banyak peristiwa penting terkait keyakinan umat Islam, baik di masa lalu maupun di masa mendatang, yang terjadi di wilayah sekitar masjidilaqsha. Menurut banyak ahli tafsir, di Baitul Maqdis lah nanti Malaikat akan memanggil seluruh makhluk untuk dibangkitkan kembali sebagaimana firman Allah, wastami` yawma yunaadil munaadi min makaanin ba’iid (Qaf: 41). Dalam beberapa hadis juga diceritakan, di akhir zaman nanti, di wilayah itu pula, di sebuah tempat yang bernama bab al-ludd, Nabi Isa dan Imam Mahdi akan membunuh Dajjal, sumber kerusakan dan malapetaka di muka bumi.
Karena menjadi bagian penting dalam kehidupan umat Islam, maka pada tahun ke-15 H, Sayyiduna Umar bin Khattab membebaskan Yerussalem dari cengkeraman kekuasaan Romawi, dan memberi jaminan keamanan dan kebebasan kepada penduduknya yang beragama Yahudi dan Nasrani. Atas dasar itu pula, Shalahuddin Al-Ayyubi, pada abad ke 6 H atau 12 M, membebaskannya dari kezaliman pasukan salib. Selama itu pula Yerussalem berada dalam kekuasaan umat Islam, sampai akhirnya pada tahun 1948 dan 1967 dikuasai oleh zionis Israel. Maka, kini Yerussalem menjadi tanggung jawab kita umat Islam di seluruh dunia untuk membebaskannya.
Oleh karenanya, persoalan Yerusalem Palestina bukan hanya persoalan bangsa Palestina atau bangsa Arab semata, tetapi juga persoalan umat Islam, bahkan persoalan kemanusiaan, karena di situ ada penjajahan (qadhiyyah `arabiyyah-islâmiyyah-insâniyyah).
Dr. H. Muchlis Muhammad Hanafi, Lc., MA., Sekretaris Badan Amil Zakat Nasional Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama