Yaa Rasulullah, di bulan kelahiranmu, hanya ini yang bisa kupersembahkan kepadamu.
Aku malu mengatakan, “aku mencintaimu,Yaa Rasulallah..”, sementara perilakuku hari ini sangat jauh dari harapanmu. Aku takut cintaku bertepuk sebelah tangan…
Hanya lantunan shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepadamu, keluargamu, dan para sahabatmu hingga hari kiamat, yang bisa kuhaturkan…
Seraya berharap dengan shalawat ini aku berada di antar umatmu yang mendapat syafa’at darimu kelak…
Jakarta, Liputan9 – Secara geografis, Jazirah Arab di mana Kota Mekkah berada di dalamnya, posisinya diapit oleh dua imperium adidaya waktu itu. Imperium Persia di sebelah Timur dan Imperium Romawi di sebelah barat. Akan tetapi kedua imperium besar ini tak tertarik menganeksasi Jazirah Arab menjadi bagian dari wilayahnya.
Secara ekonomi, kawasan Arab tak ada sumber-sumber ekonomi yang bisa dieksploitasi. Kawasan itu hanya berupa padang pasir tandus, yang hanya memiliki sedikit sumber air. Beruntung, Mekkah, Kota di mana Suku Quraisy tinggal, terdapat sumber air yang tak pernah kering sejak berabad-abad silam, yakni sejak Ismail (kakek Nabi Muhammad saw, putera Nabi Ibrahim as.) menetap di daerah tersebut, yaitu sumur zam-zam.
Sedangkan secara sosial, bangsa Arab, sebagaimana karakter orang gurun adalah bangsa keras, pantang menyerah, dan sulit diatur. Karakter mendasar bangsa ini adalah fanatisme kesukuan yang tinggi. Persoalan kecil yang terjadi antara personal bisa menyulut perang besar antar suku. Peperangan sering terjadi di antara suku-suku Arab, seakan-akan perang itu sudah menjadi hobi bangsa Arab. Orang-orang Arab adalah bangsa yang tak mau tunduk kepada bangsa manapun. Mereka sangat menjunjung tinggi kehormatan dan harga diri.
Jadi, berdasarkan realita demikian, bagi Persia dan Romawi upaya menaklukkan bangsa Arab bukanlah perkara mudah. Kalaupun menang melawan bangsa Arab, tapi biaya dan sumber daya militer yang dikeluarkan tidak sebanding dengan keuntungan yang didapatkan. Alhasil menguasai bangsa Arab hanyalah buang-buang waktu dan biaya.
Itulah sedikit gambaran Jazirah Arab tempo dulu. Namun, siapa sangka dari kawasan tandus, gersang, dan keras itu lahir seorang manusia yang kelak akan menaklukkan dua imperium di barat dan timurnya. Tak ada yang menyangka pula, dari wilayah gurun itu muncul sosok yang beberapa periode ke depan akan mengubah arah sejarah dunia.
Sosok itu bernama Muhammad. Muhammad adalah nama yang asing di telinga orang-orang Arab waktu itu. Nama itu tak pernah dipakai oleh leluhur orang-orang suku Quraisy maupun suku arab lainnya. Abdul Muthalib, seorang bangsawan Quraisy dari Kabilah Hasyim, memberi nama cucunya dari puteranya Abdullah dengan nama Muhammad. “Aku ingin anakku dipuji di langit dan di bumi“, jawab Abdul Muthalib, menjawab pertanyaan kolega-koleganya mengapa ia beri nama cucunya Muhammad.
Kunci Sukses Dakwah Rasulullah saw
Semua sejarawan, baik muslim maupun barat, sepakat bahwa tak ada satupun tokoh dunia ini yang berhasil mengubah sebuah bangsa yang tak berperadaban (jahiliah) dengan cepat, selain Muhammad. Nabi Agung Muhammad saw sukses merevolusi Bangsa Arab hanya dalam tempo 23 tahun.
Dalam waktu yang singkat itu Ia berhasil mengislamkan seluruh semenanjung Arab. Ia yang digelari Al Amin, artinya sosok yang terpercaya, oleh kaumnya, sukses mengubah bangsa Arab dari bangsa yang biadab menjadi bangsa yang beradab; dari bangsa yang terbelakang menjadi bangsa yang memimpin peradaban dunia selama berabad-abad; dari bangsa yang terpecah ke dalam suku-suku dan kelompok-kelompok yang saling bertikai, menjadi bangsa yang bersatu dalam dalam ikatan politik dan persaudaraan yang kokoh berdasarkan keimanan.
Manusia mulia yang diberi kunyah Abul Qosim itu sukses mencetak kader-kader yang tangguh, militan, dan ikhlas dalam meneruskan dakwah Islamiah. Pemimpin-pemimpin besar, penakluk-penakluk hebat, dan cendekiawan-cendekiawan tanpa tanding yang menjadi kutub intelektual dunia di masanya lahir dari proses kaderisasinya.
Tiga abad setelah Nabi Muhammad saw wafat, Negara Madinah yang didirikannya pada era berikutnya berubah menjadi imperium besar yang menguasai hampir separuh dunia. Dinasti Umayah, Abbasiyah, dan Turki Usmani berturut-turut memimpin peradaban dunia selama 7 abad. Sementara itu, di belahan dunia lainnya, tepatnya benua Eropa pada masa itu, masih terkungkung dalam kegelapan dan kebodohan.
Apa kunci keberhasilan dakwah Rasulullah saw?
Pertama, ajaran tauhid yang dibawanya. Ajaran Tauhid telah membuka mata dan pikiran bangsa arab bahwa kebudayaan dan sistem keyakinan yang diyakini selama ini sungguh sangat rapuh karena tak sejalan dengan akal sehat manusia. Tauhid menegaskan bahwa manusia dalam pandangan Tuhan adalah sama dan sejajar. Tuhan tak membedakan manusia berdasarkan warna kulit, keturunan, kedudukan, harta, dan status sosial, tetapi berdasarkan ketakwaannya kepada Allah.
Pengikut-pengikut awal Muhammad saw adalah keluarga terdekatnya, sahabat-sahabat dekatnya, golongan budak, orang-orang miskin, kaum lemah, dan kaum marginal Quraisy lainnya. Golongan budak dan kaum lemah menempati strata sosial kelas dua dalam hirarki masyarakat Quraisy.
Faktor ketertarikan mereka kepada ajaran Islam adalah karena Islam hadir untuk memanusiakan mereka. Tauhid membebaskan manusia dari segala bentuk perbudakan selain kepada Allah.
Sementara terkait dengan praktek paganisme (penyembahan berhala) yang dilakukan Bangsa Arab, Al Quran banyak sekali menyinggung peran akal dalam menemukan keagungan Tuhan dan Keesaan Tuhan. Al Quran memaparkan bukti-bukti logis bahwa menyembah berhala adalah perbuatan irasional, absurd, bahkan konyol. Al Quran menampilkan kisah Ibrahim kepada Bangsa Arab, yang menggunakan analogi benda-benda alam yang lebih hebat daripada patung-patung sesembahan Raja Namrudz.
Kedua, kepribadiannya yang mulia sehingga menarik minat orang-orang untuk mengikutinya.
Putera Abdullah itu, dengan bimbingan wahyu ilahi, mengajarkan nilai-nilai etika baru. Ia mendeklarasikan, bahwa tujuan esensial dirinya diutus adalah untuk memyempurnakan akhlak yang mulia. Kata “menyempurnakan” maknanya ialah, ia diutus bukan untuk merevolusi total sistem kebudayaan dan etika masyrakat Arab yang sudah dipraktekkan turun temurun, tetapi menambal yang kurang dan mengurangi yang berlebih pada tradisi tersebut.
Ia mengajarkan pengikutnya untuk berbuat baik kepada tetangga, meski ia sendiri diperlakukan tak baik oleh tetangga-tetangganya. Ia memaafkan semua orang yang menghina, memerangi, dan menyakitinya. Ia mencintai sahabat-sahabatnya seperti mencintanya dirinya sendiri. Ia lemah lembut kepada siapa saja dan selalu tersenyum kepada siapa saja yang ditemuinya. Ia tak pernah marah kepada siapapun, kecuali kepada orang-orang yang keras perlawananya kepada Islam.
Ia mendamaikan kelompok yang bertikai. Ia memerintah kaumnya menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, mengangkat derajat kaum wanita, menyantuni fakir miskin, anak-anak yatim, dan orang-orang lemah, serta berbuat baik kepada sanak kerabat. Ia memerintahkan menjalankan kegiatan ekonomi dengan jujur dan meninggalkan riba.
Akan teramat panjang tulisan ini bila harus menuliskan seluruh akhlak Nabi Agung Muhammad saw. Cukuplah pujian Allah dalam kitab suci-Nya untuk menggambarkan seluruh nilai-nilai sempurna dari pribadi beliau saw. Allah berfirman: “Sesungguhnya Engkau (Muhammad) memiliki akhlak yang agung”.
Ketiga, kecintaan sahabatnya yang begitu besar. Kecintaan yang begitu besar sahabat-sahabat kepada Rasulullah saw melahirkan loyalitas total kepadanya. Para sahabat begitu patuh kepada Rasul mereka. Tak sedikitpun para sahabat membantah apalagi menentang apa yang diperintahkan dan dilarang oleh Muhammad saw. Para sahabat mengimani secara penuh apa yang dibawa dan diajarkan oleh Rasulullah saw tanpa sedikitpun menggugatnya atau memperdebatkannya.
Kecintaan para sahabat kepada junjungannya bahkan menembus batas-batas logika. Begitu banyak riwayat yang sampai tentang bagaimana sikap ‘berlebihan’ para sahabat kepada Rasulullah saw. Ketika Baginda Nabi saw berwudhu, semua orang berebut mengambil sisa air wudhu beliau; ketika beliau saw memotong rambutnya, mereka berebut mengambil rambutnya. Bahkan sahabat anas ibn Malik ra. Meminum darah Rasulullah saw ketika Anas diperintah membuang darah bekas bekam Rasulullah saw.
Riwayat ‘Urwah ibn Mas’ud berikut ini mungkin bisa mewakili seluruh riwayat yang menceritakan sikap berlebihan para sahabat kepada Baginda Nabi saw. Sebelum masuk Islam Urwah ibn Mas’ud adalah pimpinan bangsa Arab di Thaif. Ia diutus Kaum Qurasy menemui Rasulullah saw untuk melakukan serah terima perjanjian. Sesampainya di Madinah, Urwah kaget melihat bagaimana para sahabat-sahabat begitu menghormati dan memuliakan Baginda Nabi. Urwah berkata kepada kaumnya, sekembalinya dari Madinah:
“Wahai kaumku, aku telah mendatangi para raja sebagai utusan. Aku pernah mendatangi Kisra dan Najasyi. Demi Allah, aku tidak pernah melihat seorang raja pun yang diagungkan oleh sahabat-sahabatnya dari pada sahabat Nabi Muhammad saw mengagungkan Muhammad. Tidaklah Nabi Muhammad meludah dan ludahnya itu jatuh disalah satu tangan sahabat, dia usapkan ludah tersebut ke wajahnya dan kekulitnya. Apabila Nabi Muhammad memerintah mereka, maka mereka akan bersegera untuk melaksanakan perintahnya. Apabila Nabi Muhammad saw berwudhu, mereka saling berebut sampai hampir berkelahi karena memperebutkan air bekas wudhunya. Apabila mereka bicara didepan Nabi Muhammad saw mereka tidak berani mengeraskan suaranya. Mereka tidak ada yang berani menajamkan pandangannya kepada Nabi Muhammad saw karena pengagungan mereka kepada Nabi Muhammaad saw. Dia telah menawarkan kepada kalian perjanjian, maka terimalah oleh kalian.”
Berikutnya, para sahabat rela mati untuk membela Baginda Nabi Muhammad saw. Dalam Perang Uhud, barisan kaum muslimin diriwayatkan terpecah-belah dan kocar-kacir dari Rasulullah. Musuh berhasil melukai Nabi, mematahkan gigi, dahi, dan bibir beliau, sehingga darah mengalir membasahi wajahnya. Adalah Zaid bin Sahal an-Najjary alias Abu Thalhah, berada di barisan depan Rasulullah saw, berdiri dengan kokohnya, menjadi perisai untuk melindungi beliau. “Demi Allah, janganlah Rasulullah saw mendongakkan kepala melihat mereka, nanti terkena panah mereka. Biarkan leher dan dadaku sejajar dengan leher dan dada Rasulullah saw. Jadikan aku menjadi perisai Anda,” ujar Abu Thalhah.
Demikianlah tiga kunci keberhasilan dakwah Rasulullah saw dalam waktu yang teramat singkat.
Ada Apa denganmu Prancis?
Melihat kecintaan para sahabat yang begitu besar kepada Rasulullah saw, maka wajar jika umat Islam se-dunia marah dengan Presiden Prancis, Emmanuel Macron yang membenarkan karikatur Nabi Muhammad saw yang dibuat Majalah Charlie Hebdo. Apalagi hal itu dilakukan di saat umat Islam se-dunia sedang memperingati hari kelahirannya. Barangkali, kemarahan mereka ingin meniru para sahabat dalam hal membela kehormatan nabi-nya.
Membela kehormatan Baginda Nabi saw adalah suatu kewsajiban. Tak pantas seseorang disebut umat Muhammad jika tak ada sedikitpun kemarahan di dalam hatinya tatkala nabinya dihina. Bahkan keimanannya patut dipertanyakan bila sedikitpun dia tak marah saat nabi-nya dihinakan.
Namun demikian, jangan sampai kita membela kehormatan Rasulullah dengan cara-cara yang justru tidak mencerminkan akhlak Rasulullah saw. Maksudnya, kita marah bukan karena cinta, tetapi karena nafsu. Ketika Rasulullah saw dihina, kita balik menghina; Rasulullah saw dicaci, kita balik mencaci. Jika ini kita lakukan, apa bedanya kita dengan para penghina Rasulullah saw itu?
Ala kulli hal…
Yaa Rasulullah, di bulan kelahiranmu, hanya ini yang bisa kupersembahkan kepadamu.
Aku malu mengatakan, “aku mencintaimu,Yaa Rasulallah..”, sementara perilakuku hari ini sangat jauh dari harapanmu. Aku takut cintaku bertepuk sebelah tangan…
Hanya lantunan shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepadamu, keluargamu, dan para sahabatmu hingga hari kiamat, yang bisa kuhaturkan…
Seraya berharap dengan shalawat ini aku berada di antar umatmu yang mendapat syafa’at darimu kelak…
Oleh: KH. M. Imaduddin, Sekretaris Jenderal Majelis Dakwah Islam Nusantara (MADINA)