Dalam sebuah hadits qudsi dijelaskan bahwa Allah s.w.t. mengumpulkan para ahli surga. Setelah mereka berkumpul, tiba-tiba Allah menyampaikan satu pertanyaan yang amat singkat kepada mereka: Apakah kamu sekalian merasa puas dengan karunia syurga-Ku untukmu? Para ahli syurga menjawab: Bagaimana kami tidak puas wahai Allah, di syurga itu kami memperoleh segala macam kebahagiaan, dan memperoleh segala macam yang kami inginkan. Engaku telah memberikan kepada kami sesuatu yang tidak pernah diberikan kepada seorang pun dari makhluk-Mu. Karunia nikmat-Mu begitu agung, sehingga kami merasakan kebahagiaan yang tiada tara.
Setelah para ahli syurga menjawab pertanyaan tersebut, Allah s.w.t. menyampaikan pertanyaan berikutnya yang juga sangat singkat. Sekarang maukah Aku berikan kepadamu karunia yang lebih agung dari surga, sesuatu yang lebih mulia dari surga dan yang lebih luhur. Semua ahli surga diam sambil menundukkan kepala dan tidak ada yang berani menjawab. Selanjutnya Allah s.w.t. mengulang pertanyaan tadi, tapi juga tidak ada yang berani menjawab.
Setelah itu para ahli syurga baru memberanikan diri untuk menjawabnya. Wahai Allah, Tuhan kami yang Maha Agung dan Bijaksana, kami tidak bisa membayangkan ada suatu karunia yang lebih indah, lebih agung dari syurga-Mu. Allah s.w.t. menyampaikan pada mereka suatu pernyataan: Sekarang Aku limpahkan kepadamu keridhaan-Ku, dan Aku tidak akan memurkaimu untuk selama-lamanya.
Tulisan ini merupakan tafsiran bebas dari teks hadits yang dicantumkan di bawah ini, agar bisa dipahami secara lebih tepat oleh para pembaca, sebagai berikut:
إنَّ اللَّهَ تَبارَكَ وتَعالَى يقولُ لأهْلِ الجَنَّةِ: يا أهْلَ الجَنَّةِ، فيَقولونَ: لَبَّيْكَ رَبَّنا وسَعْدَيْكَ، فيَقولُ: هلْ رَضِيتُمْ؟ فيَقولونَ: وما لنا لا نَرْضَى وقدْ أعْطَيْتَنا ما لَمْ تُعْطِ أحَدًا مِن خَلْقِكَ؟ فيَقولُ: أنا أُعْطِيكُمْ أفْضَلَ مِن ذلكَ، قالوا: يا رَبِّ، وأَيُّ شَيءٍ أفْضَلُ مِن ذلكَ؟ فيَقولُ: أُحِلُّ علَيْكُم رِضْوانِي، فلا أسْخَطُ علَيْكُم بَعْدَهُ أبَدًا. (رواه البخاري)
Sesungguhnya Allah tabaraka wa ta’ala berfirman kepada ahli syurga: Wahai ahli syurga. Maka mereka menjawab: Aku penuhi panggilan-Mu wahai Tuhan kami dengan perasaan bahagia. Maka Allah berfirman: Apakah kalian merasa puas? Maka mereka menjawab: Bagaimana kami tidak puas, padahal Engkau sungguh telah memberikan kepada kami sesuatu yang tidak pernah Engkau berikan kapada seorang pun dari makhluk-MU. Maka Allah berfirman: Aku berikan kepadamu sekalian yang lebih utama dari itu (syurga). Mereka berkata: Wahai Tuhanku, adakah sesuatu yang lebih utama dari itu? Maka Allah berfirman: Aku limpahkan kepadamu sekalian keridhaan-Ku, maka Aku tidak akan memurkaimu sesudah itu untuk selama-lamanya. (HR. Bukhari, 6549).
Dari hadits ini tergambar dengan jelas betapa agungnya karunia Allah yang diberikan kepada hamba-Nya, berupa syurga dengan segala kenikmatan dan fasilitasnya. Betapa mulianya kenikmatan di syurga, sehingga digambarkan dalam hadits berikut ini:
أعْدَدْتُ لِعِبادِي الصَّالِحِينَ، ما لا عَيْنٌ رَأَتْ، ولا أُذُنٌ سَمِعَتْ، ولا خَطَرَ علَى قَلْبِ بَشَرٍ. قالَ أبو هُرَيْرَةَ: اقْرَؤُوا إنْ شِئْتُمْ: {فَلَا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَا أُخْفِيَ لَهُمْ مِنْ قُرَّةِ أَعْيُنٍ} [السجدة: 17]
Aku telah sediakan untuk hamba-hamba-Ku yang shaleh suatu balasan (syurga) yang tidak dapat dilihat dengan mata, tidak dapat didengar dengan telinga, dan tidak dapat dilukiskan dalam hati manusia. Bacalah jika kalian suka: Tak seorangpun mengetahui berbagai nikmat yang menanti, yang indah dipandang sebagai balasan bagi mereka, atas apa yang mereka kerjakan. (QS. Al-Sajadah, 32:17). (HR. Bukhari , 4779).
Dari hadits ini tergambar pada kita betapa agungnya nikmat dan karunia Allah yang disampaikan kepada hamba-Nya yang beriman dan beramal shaleh, berupa kehidupan di syurga dengan segala kenikmatannya yang sangat agung, sehingga tidak mungkin dapat dilihat dengan mata, tidak dapat didengar dengan telinga, bahwa tidak dapat digambarkan dalam pikiran dan hati manusia. Sungguh-pun demikian, diinformasikan oleh hadits qudsi di atas bahwa ada karunia nikmat yang lebih agung dan lebih mulia dari syurga, yaitu berupa keridhaan Allah s.w.t., Keridhaan yang senantiasa didambakan oleh setiap insan yang beriman.
Melihat kenyataan ini, maka kita harus membersihkan dan mensucikan niat kita dalam segala kegiatan ibadah dan muamalah, tidak lagi kita ingin kemewahan duniawi, tidak ingin memperoleh jabatan dan kedudukan, tidak ingin memperoleh berbagai hal yang bersifat duniawi. Tapi segala niat dan amal kita, harus disucikan dan diikhlaskan hanya semata-mata mengharap ridha Allah s.w.t.. Hal ini sesuai dengan doa iftitah yang selalu kita baca pada awal shalat:
إِنِّى وَجَّهْتُ وَجْهِىَ لِلَّذِى فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ حَنِيفًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ إِنَّ صَلاَتِى وَنُسُكِى وَمَحْيَاىَ وَمَمَاتِى لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مَنَ الْمُسْلِمِينَ
Sesungguhnya aku hadapkan wajahku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan condong dan perpasrah diri, dan bukanlah aku termasuk dari kalangan orang-orang musyrik. Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanya karena Allah, Tuhan seru sekalian alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya, demikianlah aku diperintahkan dan aku termasuk bagian dari orang-orang muslim.
اِلَهِى اَنْتَ مَقْصُوْدِيْ وَرِضَاكَ مَطْلُوْبِيْ
Tuhanku, Engkaulah tujuan akhirku Dan keridhaan-Mu lah yang aku cari.
Oleh: Dr. KH. Zakky Mubarok, MA., Mustasyar PBNU