Jakarta, LIPUTAN 9 NEWS
Setiap orang diarahkan oleh ajaran agama agar tidak mendzalimi atau menganiaya orang lain dan tidak mau didzalimi. Dua sikap tersebut harus langsung ditegakkan oleh setiap pribadi muslim dalam segala kehidupannya. Sebagai perbuatan yang sangat tercela, kedzaliman dapat menimbulkan kekacauan dalam bermasyarakat dan menimbulkan kegelapan dalam kehidupan akhirat. Demikian kerasnya larangan dalam berbuat dzalim itu sehingga Allah s.w.t. mengharamkan kedzaliman atas dirinya sendiri.
Allah berfirman dalam hadits kudsi: “Wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah mengharamkan kedzaliman atas diri-Ku dan Aku menjadikannya sebagai suatu yang diharamkan atasmu maka janganlah kamu saling mendzalimi”. (HR. Muslim)
Selain menimbulkan kekacauan dan kerusakan dalam kehidupam dunia, kedzaliman akan menimbulkan kegelapan pada hari kiamat. Dengan demikian pelaku kudzaliman akan menderita kerugian dan kesengsaraan baik pada masa kini maupun pada masa yang akan datang. Demikian beratnya penderitaan bagi orang-orang yang teraniaya sehingga doa-doa mereka selalu diterima oleh Allah s.w.t. Doa-doa orang yang terdzalimi akan dikabulkan oleh Allah s.w.t. meskipun orang itu mungkin banyak kesalahan dan dosa. Kesalahan dan dosanya adalah urusan pribadinya dengan Allah. Sedangkan penderitaanya akan mendapatkan pertolongan dari Allah s.w.t. Nabi bersabda:
“Takutlah kamu terhadap doanya orang yang teraniaya, karena antara doanya dengan Allah tidak akan ada penghalang. Kedzaliman yang dilakukan umat manusia bisa terdiri dari berbagai macam antara lain: (1) Berbuat dzalim kepada Allah s.w.t. yaitu dengan mengingkari perintah-Nya, mengerjakan larangan-Nya dan bersikap kafir terhadap-Nya. Masih dalam kategori kedzaliman adalah bersikap syirik kepada Allah s.w.t. atau menyekutukan-Nya, atau mengotori aqidahnya dengan berbagai bentuk syirik lainnya. Syirik terbagi menjadi dua bagian yaitu “Al syirk al jaali” atau syirik yang terang-terangn seperti menyembah selain Allah. Syirik seperti ini jarang terjadi dikalangan umat Islam. Syirik yang kedua adalah “Al Syirk Al khafi”, yaitu syirik yang tersembunyi atau syirik yang halus yang sering tidak disadari.
Syirik seperti ini banyak melanda umat Islam seperti dengki, tipu-menipu, riya, ‘ujub, sum’ah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, infakkanlah sebagian dari rezeki yang telah Kami anugerahkan kepadamu sebelum datang hari (Kiamat) yang tidak ada (lagi) jual beli padanya (hari itu), tidak ada juga persahabatan yang akrab, dan tidak ada pula syafaat. Orang-orang kafir itulah orang-orang zalim”. (QS. Al-Baqarah 2:254).
Sikap syirik sebagai kedzaliman yang nyata, karena hal itu akan mencampakkan pelakunya dalam kehinaan duniawi dan ukhrowi. Allah berfirman: “(Ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, saat dia menasihatinya, “Wahai anakku, janganlah mempersekutukan Allah! Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) itu benar-benar kezaliman yang besar.” (QS. Luqmān 3:13)
Kedzaliman yang ke (2) adalah sikap dzalim antara sesama manusia ataupun sesama makhluk, yaitu bersikap aniaya atas kehormatan, fisik, dan harta sesamanya. Setiap orang yang berbuat dzalim terhadap orang lain, maka akan dituntut kedzalimannya itu pada hari kiamat. Karena itu banyak diantara manusia yang dihari hisab datang dengan membanggakan begitu banyak amal shalehnya.
Kemudian datanglah di hadapan pengadilan Allah orang-orang yang pernah dianiayanya. Mereka datang satu-persatu atau serombongan demi serombongan. Amal shaleh orang itu kemudian diambil untuk menutup kedzalimannya satu persatu sampai habis sama sekali. Ternyata hal tersebut masih belum selesai, masih banyak orang-orang yang dzaliminya datang untung menuntut keadilan. Amal shaleh nya telah habis, maka dosa demi dosa yang dikerjakan oleh orang yang teraniaya tadi ditimpakan kepada orang tersebut.
Dengan demikian yang tadinya ia merasa bangga dengan begitu banyaknya amal shaleh, ia merasa malu dan menderita, karena yang ada pada dirinya adalah dosa yang sangat banyak. Orang ini kemudian tercampakkan dalam adzab yang mengerikan.
Nabi bersabda: “Barang siapa yang berbuat kedzaliman kepada saudaranya, terhadap kehormatannya atau sesuatu yang lain, maka hendaklah ia minta dihalalkan darinya sekarang juga, sebelum datang hari Dimana tak ada lagi artinya dinar dan dirham. Apabila orang itu memiliki amal shalih, akan diambil kepadanya senilai kedzalimannya. Jika kebaikannya tidak ada lagi, maka dosa dan keburukan orang yang teraniaya akan dipikulkan kepadanya.” (HR. Bukhari).
Dalam hadits lain disebutkan: “Barang siapa yang merampas hak seorang muslim dengan sumpahnya maka Allah akan mewajibkannya masuk neraka dan mengharamkannya masuk ke syurga. Seorang pria bertanya: “meskipun sedikit wahai Rasulullah, Nabi menjawab: “Walaupun sebesar kayu untuk siwak”. (HR. Muslim). Setiap orang muslim dengan muslim lainnya diharamkan darahnya, hartanya dan kehormatannya.
Kedzaliman yang ke (3) adalah terhadap diri sendiri, yaitu orang-orang yang menganiaya dirinya sendiri dengan melanggar larangan Allah dan meninggalkan segala perintah-Nya. Perbuatan maksiat yang dilakukan seseorang adalah merupakan perbuatan aniaya terhadap dirinya sendiri. Setiap orang yang memahami berbagai macam keburukan kemudian ia mengerjakannya maka merupakan sikap penganiayaan terhadap dirinya sendiri dengan sangat keji. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
كُلُوْا مِنْ طَيِّبٰتِ مَا رَزَقْنٰكُمْۗ وَمَا ظَلَمُوْنَا وَلٰكِنْ كَانُوْٓا اَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُوْنَ
“…Makanlah yang baik-baik dari rezeki yang telah Kami anugerahkan kepadamu.” Mereka tidak menzalimi Kami, tetapi merekalah yang selalu menzalimi dirinya sendiri”. (QS. Al-A‘rāf 7:160)
Dr. KH. Zakky Mubarok Syamrakh, MA., Dewan Pakar Lajnah Dakwah Islam Nusantara (LADISNU) dan Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU)