الله اكبر الله اكبر الله اکبر ×۳
الله اكبر كبيرا والحمد لله كثيرا وسبحان الله بكرة واصيلا لا اله إلا الله ولا نعبد إلااياه مخلصين له الدين ولوكره الكافرون لا اله إلا الله وحده صدق وعده ونصر عبده وأعز جنده وهزم الاحزاب وحده لا اله إلا الله والله اكبر, الله اكبر ولله الحمد.
ان الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره ونعوذ بالله من شرور انفسنا ومن سيئات اعمالنا من يهد الله فلا مضل له ومن يضلله فلا هادي له.
والحمد لله الذي انعم علينا بنعمة عيد الاضحى القربان المبارك والذي انزل على عبده الكتاب ولم يجعل له عوجا قيما لينذر بأسا شديدا من لدنه ويبشر المؤمنين الذين يعملون الصالحات ان لهم اجرا حسنا ماكثين فيه ابدا.
أشهد أن لا اله إلا الله وحده لاشريك له الملك الحق المبين. وأشهد أن سيدنا محمدا عبده ورسوله
صادق الوعد الامين وارسله رحمة للعالمين. اللهم صل وسلم وبارك على سيدنا محمد وعلى اله وصحبه اجمعین کماصليت على سيدنا ابراهيم وعلى ال سيدنا ابراهيم في العالمين انك حميد مجيد.
ايها الاخوان رحمكم الله. اوصيكم واياي بتقوى الله فقد فاز المتقون. كما قال الله تعالى, “ياايها الذين امنوا اتقوا الله حق تقاته ولا تموتن إلا وانتم مسلمون”.
وقال الله تعالى, ” ومن يتق الله يجعل له مخرجا ويرزقه من حيث لا يحتسب”. وفى اية الاخر : انا اعطينك الكوثر فصل لربك وانحر ان شانئك هو الابتر.
أيهاالأخوان, اعلموا أن يومكم هذا يوم عظيم وعيد كريم, يوم تكبير وتهليل وتحميد.
الله اكبر الله اکبر الله اكبر والله الحمد.
Marilah kita gemakan puji-pujian kepada Allah Yang Maha Agung dengan takbir, tahlil, tahmid, dan tasbih sebagai tanda syukur kepada Allah SWT atas nikmat iedul adlha qurban pada pagi yang penuh bekah ini. Mari pulalah kita jadikan momentum iedul adlha qurban ini untuk memperbaiki arah atau menata kembali perjalanan hidup agar kita menjadi orang-orang yang benar-benar bertaqwa. Allah memerintahkan kita untuk bertaqwa dengan sebenar-benarnya taqwa dan jangan sampai kita mati melainkan dalam keadaan muslim.
Mati dalam keadaan muslim, sekurang-kurangnya, mempunyai dua arti. Pertama, mati dengan identitas resmi dan jelas sebagai orang yang beragama Islam; Kedua, mati dalam keadaan damai sesuai dengan salah satu arti akar kata Islam yakni damai. Banyak orang yang mati dengan penderitaan karena taqwa dan amal salehnya lemah, tetapi banyak pula yang meninggal dengan damai dan tenang karena mereka selalu bertaqwa dan beramal saleh sehingga datang menghadap Allah dengan hati damai (qalbun saliem).
الله اكبر الله اكبر الله اكبر والله الحمد.
Hari ini harus kita jadikan momentum untuk memperbarui lagi tekad bahwa kita akan selalu berqurban atau bertaqarrub kepada Allah Sang Maha Pencipta. Kata Qurban dalam Bahasa Arab memang berasal dari akar kata qariba yang berarti mendekat. Qurban berarti pendekatan atau upaya mendekatkan diri kepada Allah. Orang yang sempurna ketaqwaannya adalah orang yang bersedia berqurban, bertaqarrub, atau selalu mendekat kepada Allah. Sebutan untuk hari besar pada hari raya ini memang sering dipergunakan secara sama antara iedul adha dan iedul qurban. Meskipun tidak ada yang salah dengan sebutan yang sering dipertukarkan itu, tetapi sebutan yang agaknya lebih mewakili makna yang utuh adalah iedul adha qurban.
Kata ied berarti hari raya atau hari besar sedangkan kata adlha berarti penyembelihan hewan sehingga secara harfiyah iedul adlha berarti hari raya penyembelihan hewan. Ada pun kata qurban berati pendekatan atau taqarrub kepada Allah. Oleh sebab itu hari ini bisa disebut secara lengkap sebagai iedul adlha Qurban atau hari penyembelihan hewan untuk qurban atau untuk mendekatkan diri kepada Allah. Tetapi tidaklah salah juga jika kita hanya menyebut sebagai iedul adlha atau iedul qurban saja.
الله اكبر الله اكبر الله اكبر والله الحمد.
Iedul Adlha-Qurban yang perlu kita jadikan momentum untuk mendekatkan diri atau taqarrub kepada Allah biasanya dikaitkan dengan kisah keluarga Nabi Ibrahim yang bersedia ber-qurban dengan apa pun demi melaksanakan perintah Allah.
Mari kita nukil secara singkat kisah keluarga Ibrahim ini. Sampai usianya yang sangat tua Nabi Ibrahim belum dikaruniai anak. Dia selalu berdoa dan melakukan segala upaya untuk bisa mempunyai anak sampai akhirnya lahirlah puteranya, Ismail, dari pernikahannya dengan Siti Hajar. Tetapi begitu Ismail agak besar, melalui mimpi yang datang sampai dua kali, Ibrahim berkesimpulan bahwa Allah memerintahkannya untuk menyembelih Ismail, putera yang kelahirannya sudah puluhan tahun didambakan dan sejak kelahirannya sangat disayanginya itu. Allah mengisahkan hal tersebut, antara lain, di dalam al-Qur’an Surat As-Shoffaat ayat (102):
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يٰبُنَيَّ اِنِّيْٓ اَرٰى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْٓ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرٰىۗ قَالَ يٰٓاَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ
Maka tatkala anak itu mencapai umur (untuk) dapat bekerja bersamanya, Ibrahim berkata, “Hai anakku, sesungguhnya aku melihat di dalam mimpi bahwa aku akan menyembelihmu, maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu”. Diapun berkata, “Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan (oleh Allah) kepadamu, insyaallah engkau akan mendapati aku termasuk di antara orangorang yang sabar”
Bayangkan, betapa berat hati Ibrahim dan keluarganya menerima perintah itu tetapi karena ketaqwaannya kepada Allah maka keluarga itu kompak dan saling mendukung untuk melakukannya. Ketika ditanya, apa pendapat Ismail, sang anak itu menyatakan siap disembelih jika itu memang perintah Allah. Ketika hal yang sama ditanyakan kepada Siti Hajar, sang isteri itu pun menjawab, jika itu diyakini sebagai perintah Allah maka tak ada alasan untuk menolaknya. Semua yang diperintahkan Allah pasti baik, Allah tidak pernah menyengsarakan hamba-Nya dengan hal-hal yang tak mampu dipikulnya.
Setan pun mencoba menggoda Ibrahim, Siti Hajar, dan Ismail agar tidak melakukan perintah Allah itu. “Tak ada ceritanya seorang ayah yang baik mau membunuh anaknya, tak mungkin ada isteri membiarkan suaminya membunuh anak yang dicintainya, tidak betul juga anak bisa bersikap begitu bodoh dan menyerahkan lehernya untuk disembelih oleh ayahnya sendiri”, demikian provokasi setan kepada ketiga orang itu. Tetapi Ibrahim, Siti Hajar, dan Ismail betrsikap sama, bergeming, menolak rayuan setan bahkan ketiganya melempar setan dengan batu.
Akhirnya dengan menguatkan hati dan tegas melawan rayuan setan Nabi Ibrahim benar-benar melangkah untuk menyembelih Ismail tetapi pada detikdetik terakhir Allah mengganti tubuh Ismail dengan seekor domba. Pada hari penyembelihan Ismail yang oleh Allah diganti dengan domba itulah perayaan iedul adlha qurban diberlakukan dengan syariat mengorbankan binatang ternak (domba, kambing, sapi, onta) bagi mereka yang mampu.
Syariat ibadah qurban sebagai ibadah mahdhah difirmankan oleh Allah di dalam Qur’an Surat Al-Kautsar ayat (1) sampai dengan ayat (3) yang berbunyi: “Sesungguhnya kami telah memberikan kepadamu nikmat yang besar (1); Maka salatlah untuk Tuhanmu dan sembelihlah hewan qurban (2); Sesungguhnya orang yang membencimu akan terputus dari kebaikan (3).” Di dalam satu Hadits sahih Nabi Muhammad juga bersabda, “ Barang siapa yang mempunyai kelonggaran untuk berqurban (menyembelih hewan) tetapi dia tidak mau berqurban maka dia tidak boleh (tidak layak) mendekati tempat salat kami”.
انا اعطينك الكوثر فصل لربك وانحر ان شا نئك هو الابتر (الكوثر)
من وجد ساعة ولم يضح فلا يقربن مصلانا (الحديث من ابي هريرة)
Dari kedua dalil naqly tersebut tampak jelas bahwa menyembelih hewan qurban adalah perintah Allah yang dikuatkan oleh Rasulullah yang sangat dianjurkan untuk dilakukan. Secara fikih menyembelih hewan qurban hukumnya tidak wajib, ia adalah sunnah. Meskipun begitu disepakati oleh banyak ulama bahwa hukum sunnah dari penyembelihan hewan qurban oleh setiap orang muslim yang mampu adalah sunnah yang mendekati wajib, sunnah mu’akkadah.
Oleh sebab itu meskipun tidak tegas mewajibkan, dalam haditsnya yang dikutip di atas Nabi menyatakan, “Siapa pun yang mampu untuk menyembelih hewan qurban tetapi tidak mau melakukannya maka dia tak layak mendekati tempat salat Nabi”. Artinya orang yang mampu untuk menyembelih hewan qurban tetapi tidak mau melakukannya maka salatnya bisa sia-sia. Setelah salat ied ini masih ada waktu bagi kita untuk menyembelih hewan qurban sampai tiga hari ke depan, yakni, sampai tanggal 13 Dzulhijjah sebagai batas akhir dari hari-hari tasyriq. Mudah-mudahan yang mempunyai kelonggaran di antara kita dapat memanfaatkan waktu yang tersedia untuk menyembelih hewan qurban.
الله اكبر الله اكبر الله اكبر والله الحمد.
Itulah tuntunan Islam tentang ibadah qurban jika dipandang sebagai ibadah mahdhah (ritual). Selain tuntunan dalam ibadah mahdhah marilah kita gali beberapa makna simbolik yang bisa menuntun kita dalam menjalani kehidupan.
Hidup adalah ujian
Dari sejarah iedul adlha qurban kita dapat belajar bahwa dalam hidup ini keimanan manusia akan selalu diuji. Nabi Ibrahim, para nabi, dan umat-umat terdahulu seringkali dihadapkan pada ujian yang berat untuk mempertahankan keimanan. Tidak seorang pun yang hidup bisa lepas dari ujian. Allah pun berfirman bahwa manusia tidak bisa mengaku beriman sebelum diuji oleh Allah. Kita pun pada saat ini selalu dihadapkan pada berbagai ujian, entah dengan kejayaan, entah dengan kepapaan, entah dengan musibah, dan berbagai sebab atau situasi lainnya.
Menghadapi itu semua kita harus tetap kokoh menjaga iman dan terus bertekad melaksanakan perintah Allah sebab, seperti diyakini dan dilakukan oleh keluarga Ibrahim, melaksanakan perintah Allah itu akan selalu membawa manusia ke dalam kebaikan. Buktinya, Allah menguji keluarga Ibrahim dengan perintah menyembelih Ismail tetapi sesudah keluarga Ibrahim menunjukkan kesungguhannya untuk melaksanakan perintah Allah maka Allah mengganti Ismail dengan seekor domba sebagai qurban. Itulah ujian yang telah ditempuh dan diselesaikan oleh Keluarga Nabi Ibrahim dengan nilai summa cum laude.
Ketahanan iman dalam menghadapi ujian itu sangat penting karena situasi bangsa Indonesia sekarang ini sedang dihadapkan pada banyak musibah atau berbagai ujian.
Terkadang ada yang mengatakan bahwa berbagai musibah yang menimpa bangsa kita merupakan hukuman dari Allah karena banyaknya pelanggaran-pelanggaran yang kita lakukan. Di dalam al-Qur’an penjelasan atas berbagai musibah yang menimpa ummat manusia memang bisa karena ujian dari Allah tetapi bisa juga karena hukuman (adzab) dari-Nya. Para Nabi, seperti Nabi Ayub dan Nabi Nuh, mengalami penderitaan sebagai ujian, tetapi Kaum Ad dan Tsamud atau Fir’aun dan Qarun, misalnya, dijatuhi penderitaan karena hukuman atas keingkarannya masing-masing.
Haruslah diingat, apa pun penyebab penderitaan itu, apakah ia sebagai ujian ataupun hukuman maka jalan keluar untuk menyelesaikannya adalah sama yaitu qurban atau taqarrub kepada Allah sebagai bentuk upaya menguatkan ketaqwaan itu. Jadi tidak terlalu penting untuk mengetahui lebih dulu apakah sebuah musibah atau penderitaan itu ujian atau hukuman, yang penting jalan keluar dari keduanya adalah sama: taqarrub dan taqwa kepada Allah.
Keluarga harus kompak dalam kebaikan
Pelajaran lain yang bisa dipetik dari sejarah iedul adlha qurban adalah keniscayaan bahwa hidup berkeluarga itu harus kompak dalam ketaqwaan dan melakukan kebajikan sesuai dengan perintah Allah. Kita bisa mencatat banyak kisah betapa suatu keluarga bisa berantakan, rumah tangganya selalu panas, karena suami dan isteri tidak kompak, bahkan saling tidak percaya dan saling curiga, saling menyalahkan. Banyak juga dalam kenyataan betapa anak menjadi rusak karena orang tuanya tidak memberi contoh yang baik, bahkan ada anak yang terang-terangan membangkang dan melawan orang tuanya.
Keluarga yang rusak seperti itu, betapapun banyak harta dan tinggi kedudukan sosial atau politiknya, suasana hatinya pasti dilanda penderitaan dan kecemasankecemasan yang bisa memancing penyakit jasmani maupun rohani. Tirulah kekompakan keluarga Ibrahim. Itulah contoh yang sangat baik dalam pembagian peran antara ayah, ibu, dan anak sehingga keluarga itu menjadi keluarga yang harmonis dalam gelombang ujian apa pun. Dalam hidup bernegara pun kita harus kompak dan saling mendukung. harus kompak antara pejabat dengan rakyat, pejabat dengan pejabat, dan rakyat dengan rakyat.
Di Indonesia ini kita harus kompak dan bersatu dalam keberbedaan (Bhinneka tunggal ika) sebab perbedaan adalah fithrah atau ciptaan Allah Yang Maha Kuasa. Ada beberapa ayat di dalam Al-Qur’an yang menyatakan bahwa “Kalau Allah mau maka niscaya manusia di dunia diciptakan secara sama ras, agama, dan kulturnya. Tetapi Allah sendirilah yang menciptakan perbedaan-perbedaan antar manusia itu agar dari perbedaan-perbedaan itu kita berloma-lomba atau bersinergi untuk berbuat kebajikan.
Perjuangan perlu pengorbanan
Perjalanan hidup keluarga Ibrahim mengajarkan juga kepada kita bahwa apa pun yang kita inginkan di dalam hidup ini pastilah harus diraih dengan perjuangan melaui kerja keras. Upaya untuk sukses di dalam hidup juga harus dilakukan dengan pengorbanan sebagai bagian tak terpisahkan dari perjuangan. Kita tidak boleh menggantungkan hidup pada untung-untungan, misalnya, menunggu nasib tanpa berusaha secara sungguh-sungguh dengan pengorbanan rasa, benda, waktu, tenaga, dan sebagainya.
Seorang penyair, Shalahuddin as-Shofady, mengatakan, “Tidak akan mencapai sukses siapapun dia yang tak berani menghadapi risiko dengan kerja keras, dan, tidak akan pernah mendapat kedudukan terhormat siapapun dia yang selalu mendahulukan rasa takutnya untuk berbuat”.
Di dalam al-Qur’an Allah juga menegaskan bahwa “setiap orang akan memperoleh imbalan sesuai dengan usahanya sendiri-sendiri” dan “manusia tidak akan memperoleh apa-apa kecuali sesuai dengan apa yang ia usahakan”. Keluarga Nabiyullah Ibrahim telah membuktikan dan menunjukkan kepada kita bahwa hidup itu harus ditenpuh melalui perjuangan dan pengorbanan sesuai dengan kemampuan masing-masing.
الله اكبر الله اكبر الله اكبر والله الحمد.
Menyembelih Sifat-Sifat Hewani
Selanjutnya, dari semua itu, marilah kita mengambil makna simbolik lain dari penyembelihan hewan qurban sebagai upaya mendekatkan diri kepada Allah. Makna simbolik itu ialah bahwa kita akan bertekad membuang atau menyembelih sifat-sifat binatang ternak yang mungkin masih melekat pada diri kita. Di antara sifat binatang ternak yang harus dienyahkan dari diri kita adalah sifat angkuh dan sewenang-wenang, sifat tidak perduli terhadap peraturan, sifat hedonis, sifat buas, sifat selalu mau menang sendiri, dan sebagainya. Sifat-sifat binatang ternak yang seperti itu harus dienyahkan dari hidup kita. Mengapa? Karena sifat-sifat seperti itu mendorong timbulnya otoriterisme, ketidakadilan, korupsi, perusakan alam sampai pada pemiskinan struktural terhadap masyarakat. Itulah makna dari ajakan agar kita sebagai manusia benar-benar menjadikan diri kita sebagai manusia.
Marilah kita gunakan hati, mata, dan telinga kita sebagai manusia untuk selalu berusaha berbuat baik sesuai dengan perintah Allah karena kalau tidak demikian, sesuai dengan firman Allah, kita ini sama dengan binatang ternak yang lebih pantas disembelih sebagai qurban. Menurut firman Allah SWT manusia dan jin yang mempunyai sifat binatang ternak akan dicampakkan ke dalam derita (neraka) jahannam seperti yang difirmankaNya di dalam al-Quran, Surat al-A’raaf Ayat (179):
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيْرًا مِّنَ الْجِنِّ وَالْاِنْسِۖ لَهُمْ قُلُوْبٌ لَّا يَفْقَهُوْنَ بِهَاۖ وَلَهُمْ اَعْيُنٌ لَّا يُبْصِرُوْنَ بِهَاۖ وَلَهُمْ اٰذَانٌ لَّا يَسْمَعُوْنَ بِهَاۗ اُولٰۤىِٕكَ كَالْاَنْعَامِ بَلْ هُمْ اَضَلُّ ۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْغٰفِلُوْنَ
Dan sungguh Kami telah sediakan untuk isi neraka jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, yaitu, mereka yang mempunyai hati tetapi tidak mau memahami dengannnya, mereka yang mempunyai mata tetapi tidak melihat dengannya, mereka mempunyai telinga tetapi tidak mendengar dengannya. Mereka itu seperti binatang ternak bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.
Janganlah kita sampai sesat seperti, atau lebih sesat daripada, binatang ternak. Pergunakan hati (nurani) untuk menilai yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah untuk kemudian berpihak kepada yang benar. Manfaatkanlah mata untuk melihat kebenaran dan jangan berpura-pura tidak melihat kedzaliman hanya karena ingin memperoleh keuntungan pribadi. Pertajam pendengaran untuk menampung berita dan nasihatnasihat yang benar dan jangan berpura-pura tuli hanya karena malas untuk meluruskan ketidakbenaran. Jangan sampai kita ini lebih sesat daripada binatang ternak.
الله اكبر الله اكبر الله اكبر ولله الحمد.
Mari kita bersyukur karena kita hidup di negara yang merdeka yakni Indonesia yang atas berkat rahmat Allah dimerdekakan berdasar ideologi dan konstitusi yang sudah disepakati. Pancasila dan UUD 1945 sebagai ideologi dan konstitusi negara kita, sesuai dengan ajaran agama kita, sudah menggariskan tugas konstitusional kita untuk membangun negara kesejahteraan, negara yang berpihak pada kemajuan masyarakat yang hidup dengan penuh persaudaraan dan saling membantu agar sama-sama maju dan sejahtera. Hidup bernegara harus diarahkan untuk mencapai kemajuan kita sebagai manusia pribadi tetapi harus dalam kerangka kemajuan bersama sebagai bangsa.
Dalam hidup beragama pun kita dituntut untuk perduli terhadap kaum dhuafa’, fakir miskin dan lemah papa, tidak boleh hanya mau enak sendiri memanfaatkan limpahan rahmat dan nikmat dari Allah yang sebenarnya akan lenih dari cukup untuk dimanfaatkan secara bersama-sama dan berkeadilan.
Di dalam al-Qur’an surat al-Ma’un Allah menyebut sebagai pendusta agama atas mereka yang abai terhadap kaum dhuafa, menyia-nyiakan anak yatim yang tidak punya pembimbing, dan atau tidak memperdulikan orangorang miskin yang karena tekanan kemiskinannya bisa terdorong untuk berlaku sesat.
اَرَءَيْتَ الَّذِيْ يُكَذِّبُ بِالدِّيْنِ فَذٰلِكَ الَّذِيْ يَدُعُّ الْيَتِيْمَ وَلَا يَحُضُّ عَلٰي طَعَامِ الْمِسْكِيْ فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّيْنَ الَّذِيْنَ هُمْ يُرَاۤءُوْنَ وَيَمْنَعُوْنَ الْمَاعُوْنَ
الله اكبر الله اكبر الله اكبر ولله الحمد.
Indonesia negara tercinta kita pun pada saat ini menghadapi tahun politik yakni pemilihan umum serentak pada tahun 2024. Rasa syukur kepada Allah yang dengan berkat dan rahmat-Nya telah memberikan Indonesia kepada kita harus kita wujudkan dalam kegiatan membangun negara dan bangsa kita agar terus maju untuk meraih tujuan-tujuan konstitusionalnya. Harus diyakini bahwa hal itu merupakan bagian dari ibadah kita yang berpahala di mata Allah. Dalam konteks tahun politik dengan pemilu sebagai agenda konstitusional maka kita harus menjaga eksistensi dan memajukan NKRI melalui pemilu yang demokratis dan damai.
Dengan tujuan berqurban, taqarrub atau mendekat kepada Allah mari kita memilih wakil-wakil rakyat dan memilih Presiden/Wakil Presiden dan Kepala Daerah yang qualified untuk mengurus negara. Pemilu adalah kontestasi untuk memilih pengelola negara yang baik, oleh sebab itu pemilu harus berlangsung dengan langsung , umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (luber dan jurdil), demokratis, dan damai.
Memang akan sulit, bahkan mungkin tidak ada, calon-calon wakil rakyat atau calon pemimpin bangsa yang benar-benar ideal atau sangat baik, tetapi sebagai warga negara kita tetap perlu memilih yang relatif lebih baik dari alternatif-alternatif yang ada. Siapapun yang menang atau terpilih di dalam pemilu harus diterima sebagai pemimpin atau wakil rakyat bersama. Itulah demokrasi berkeadaban yang harus kita bangun sebagai bentuk menjaga Indonesia sebagai amanah Allah SWT.
Ada pernyataan bijak bahwa “Memilih di dalam pemilu itu bukan hanya untuk mengangkat pemimpin yang baik dan ideal tetapi lebih dari itu adalah untuk menghindari orang jahat menjadi pemimpin”. Spirit itulah yang perlu menjadi bekal kita dalam menggunakan hak suara di dalam pemilihan umum guna menunjukkan kesyukuran kita kepada Allah SWT yang telah menganugerahkan Indonesia sebagai negara merdeka yang penuh berkah kepada kita.
Akhirnya saya mengajak kita semua untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang kita hadapi dengan mengambil hikmah dari kisah pengorbanan (qurban) keluarga Nabi Ibrahim, yaitu:
Pertama, selalu bertaqarrub dan meminta pertolongan kepada Allah.
Kedua, siap menghadapi berbagai persoalan dengan semangat menjawab cobaan-cobaan (ujian-ujian) yang niscaya dihadapi oleh setiap orang dan bangsa;
Ketiga, semua warga bangsa harus kompak, bersatu dalam jalinan kerja sama dan perjuangan yang sinergis, dan tidak saling bermusuhan sebelum maupun pemilu. Pemilu adalah kontestasi untuk memilih pemipin yang baik dan penentunya adalah rakyat sehingga hasilnya harus diterima dan didukung bersama. Seluruh warga bangsa baik yang menduduki jabatan di pemerintahan maupun yang bergerak di dalam masyarakat dengan aneka profesinya masing-masing haruslah saling mendukung dan saling mempercayai tanpa menutup pintu untuk saling mengoreksi dengan santun.
Keempat, siap bekerja keras dalam menempuh perjuangan yang seberat apa pun dan siap pula berkorban demi mencapai keberhasilan karena sukses memang harus dibayar dengan perjuangan dan pengorbanan. Kelima, seluruh langkah-langkah yang digali dari sejarah keluarga Nabi Ibrahim tersebut kita lakukan sebagai bagian dari ibadah kita kepada Allah untuk membangun Indonesia sebagai baldatun thayyibatun wa rabbun ghafuur, negara yang berjalan baik di bawah ampunan dan bimbingan Allah SWT.
بارك الله لي ولكم في القرآن العظيم وفي عيد الاضحى القربان ونفعني واياكم بما فيه من الايات وذكر الحكيم وتقبل مني ومنكم تلاوته انه هو السميع العليم
اللهم اغفر للمسلمين والمسلمات والمؤمنين والمؤمنات… (الخ) اللهم ربنا لا تزغ قلوبنا بعد اذ هذيتنا … (الخ) اللهم ربنا ظلمنا انفسنا وان لم تغفر لنا … (الخ) اللهم اغفر لنا ذنوبنا وكفر عنا سيئاتنا … (الخ) اللهم أدخلني مدخل صدق (الخ) ربنا اتنا فى الدنيا حسنة وفي الاخرة حسنة … (الخ) وصلى الله على سيدنا محمد وعلى اله وصحبه اجمعين سبحانك رب العزة عما يصفون وسلام على المرسلين والحمد لله رب العلمين
الله اكبر الله اكبر الله اكبر ولله الحمد.
Prof. Dr. Moh. Mahfud MD, Menkopohukam Republik Indonesia. Materi “Khutbah Idul Adha 2023: Berkurban Sebagai Ibadah untuk Kemajuan Tanah Air Indonesia”. Disamapikan dalam sidang khutbah Iedul Adha di Masjid Agung Jawa Tengah, Jl. Gajah Raya Semarang, Kamis tanggal 10 Dzulhijjah 1444 H/29 Juni 2023