Khutbah Pertama
ألحمد لله الملك العلاّم, الذى أبدع خلق اْلأنام, و أوجب عليه ذاك الصيام. ليعتادوا الصبر على ألم العطش و الجوع, و ليشعروا بمساواة الأفراد و الجموع, و ليعبدوا ربهم فى تصبر و خشوع.
أشهد ان لا إله إلا الله وحده لا شريك له, زين السماء بمصابيح النجوم, و أنزل المطر من السحب و الغيوم. و أشهد أن سيدنا محمدا عبده و رسوله, أَكثر صيامه لله, و خشع فى عبادته لمولاه.
أللهم صلّ على سيّدنا محمّد صلاة تقضي بها حاجاتنا و تفرّج بها كُرباتِنا و تكفينا بها شرّ أعدائنا و سلّم عليه و على آله و صحبه تسليما كثيرا.
قال الله تعالى في محكم تنزيله:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ.
و قال جلّ جلاله:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ
صدق الله العظيم.
أوصيكم و إياي نفسى بتقوى الله فقد فاز المتقون. أما بعد.
Zumratal Muwahhidîn a’âzânîllâhu wa iyyâkum ajma’în
Jika kita lihat kamus Al-Mawrid (Arabic-English) karya DR. Rohi Ba’albaki, atau A Dictionary of Modern Written Arabic (Arabic-English) karya Hans Wehr, maka kita dapatkan bahwa salah satu arti dari kata “sunnah” adalah “tradition” atau tradisi dan “Habitual Pratice” atau kebiasaan praksis. Juga kita dapatkan bahwa kitab Al-Mu’jam Al-Mufahras li Alfâzhil Hadîts an-Nabawiy yang disusun oleh para orientalis di bawah pimpinan A. J. Wensinck (pakar kebudayaan Arab dari Universitas Leiden, Belanda), menggunakan kata “tradition” (dalam bahasa Prancis) untuk mewakili kata “hadits” Nabi. Dari sini bisa kita ambil benang merah bahwa agenda “Menghidupkan Tradisi Bulan Ramadhan” –yang merupakan tema khutbah Jum’at kali ini– semestinya merujuk dan bersumber langsung kepada referensi tradisi otentik Islam, yaitu sunnah atau hadits-hadits atau tradisi yang diwariskan oleh Rasulullah Saw.
Banyak sekali tradisi Ramadhan yang telah Rasulullah wariskan kepada kita melalui sunnah atau hadits-hadits beliau, antara lain: Tawarih; memperbanyak kebaikan dan kedermawanan; berbuka puasa dan menyegerakannya serta mendahuluinya dengan kurma basah atau kering yang ganjil atau meneguk air putih beberapa tegukan; shadaqah agar orang lain dapat berbuka; sahur dan mengakhirkannya; i’tikaf; do’a mustajab sepanjang berpuasa lebih lagi saat berbuka; mudârasah atau tadarus al-Qur`an, dll. Fokus kita kali ini adalah kebiasaan atau tradisi atau sunnah Nabi SAW. di bulan Ramadhan untuk mudârasah al-Qur`ân, sebagaimana terekam dalam hadits berikut:
عن ابن عباس قال: كان رسول الله صلى الله عليه و سلم أجود الناس وكان أجود ما يكون في رمضان حين يلقاه جبريل وكان يلقاه في كل ليلة من رمضان فيدارسه القرآن فلرسول الله صلى الله عليه و سلم أجود بالخير من الريح المرسلة (متفق عليه)
Ibnu Abbas ra. berkata: Sesungguhnya Rasulullah Saw. adalah manusia paling dermawan, dan ia berada dalam kondisi terdermawannya ketika di bulan Ramadhan, yaitu ketika Malaikat Jibril menemuinya. Dan Malaikat Jibril senantiasa menemuinya pada setiap malam Ramadhan untuk mudârasah al-Qur`an. Dan keadaan Rasulullah ketika ia ditemui oleh Malaikat Jibril adalah lebih dermawan daripada angin yang berhembus. (HR. Bukhari-Muslim)
Sidang Jum’at yang dirahmati Allah SWT.
Mudârasah atau menyelami lautan mutiara ajaran Al-Qur’an bersama Rûhul Quds, Jibril as., inilah salah satu tradisi yang dilakukan Rasulullah di bulan Ramadhan. Betapa Rasulullah dalam kapasitasnya selaku penerima langsung wahyu Allah (al-Qur`an), beliau masih berupaya memahami kandungan al-Qur`an bersama teman belajarnya yang teramat mulia, Malaikat Jibril as. Maka tidak heran bila beliau adalah manusia terbaik yang pernah terlahir di bumi. Juga tidak aneh, ketika Ummul mu’minin Aisyah ra. ditanya tentang bagaimana akhlak Nabi, maka dengan tegas ia menjawab ”كان أخلاقه القرآن“ bahwa akhlak Nabi sangat sesuai dengan Al-Qur’an. Yang demikian dapat terjadi, hanya karena Nabi benar-benar telah memahami dan meresapi ajaran mulia Al-Quran.
Sidang Jum’at yang dirahmati Allah SWT.
Agar menghidupkan tradisi membaca al-Qur`an di bulan Ramadhan bisa dilakukan secara efektif dan optimal, maka hendaknya syarat utama dipenuhi, yaitu haqqa tilâwatih, sebagaimana firman Allah SWT di dalam Surah Al-Baqarah ayat 121:
الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَتْلُونَهُ حَقَّ تِلَاوَتِهِ أُولَئِكَ يُؤْمِنُونَ بِهِ وَمَنْ يَكْفُرْ بِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ
Artinya: Orang-orang yang telah Kami berikan al-Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan haqqa tilâwatih, mereka itu beriman kepadanya, dan barangsiapa yang ingkar kepadanya maka mereka itulah orang-orang yang merugi.
Menurut Imam Al-Ghazali, yang dimaksud haqqa tilâwatih adalah membaca al-Qur`an dengan melibatkan baik lisan, akal maupun kalbu. Lisan bertugas membacanya dengan benar sesuai kaidahnya, akal bertugas memahami artinya, dan kalbu bertugas meresapi dan merenungi segala maknanya agar dapat mengambil nasihat dan pelajaran serta mentaati segala perintah dan larangannya.
Di antara kita tentu banyak yang sudah khatam al-Qur`an di sepanjang hidupnya, bahkan mungkin berkali-kali. Di bulan Ramadhan ini, di antara kita tentu ada yang memasang target sekian kali khatam al-Qur`an. Ini adalah bentuk capaian kwantitatif dalam pola interaksi kita dengan al-Qur`an. Dari sisi kwalitatif, dan dalam kapasitas kita selaku orang Indonesia yang mungkin tidak terlalu memahami bahasa Arab, pertanyaan yang layak kita ajukan kepada diri kita sendiri adalah: Sepanjang hidup, sudah berapa kali kita khatam membaca terjemahan al-Qur`an. Kemudian, sejauh mana pemahaman kita tentang kandungan al-Qur`an. Lalu, sejauh mana tutur kata dan tingkah laku kita, baik yang zhahir maupun yang bathin, dalam segala ranah kehidupan & profesi yang kita jalani, sudah sesuai dengan tuntunan al-Qur`an yang selalu kita baca, paling tidak di setiap shalat kita. Akhirnya, sejauh mana shalat kita yang integral atau tidak terpisahkan dari bacaan al-Qur`an itu dapat menjauhkan diri kita dari perbuatan keji dan munkar. Atau jangan-jangan, shalat kita tidak ada bedanya dengan shalatnya orang mabuk, yang komat-kamit tanpa mengerti apa yang diucapkan. Sebagimana tersirat dalam firman Allah SWT dalam Surah an-Nisâ` ayat 43:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَى حَتَّى تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ …
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan …
Sidang Jum’at yang mulia.
Mari kita gunakan Ramadhan kali ini sebagai pijakan langkah awal kita untuk membiasakan diri berinteraksi secara lebih kwalitatif dengan Kitab Suci kita, al-Qur`an. Banyak cara dapat kita gunakan, seperti, disamping mengkhatamkan bacaan al-Qur`an juga mengkhatamkan terjemahannya, mengkhatamkan salah satu atau beberapa buku tentang asbâb an-nuzûl-nya, mengkhatamkan salah satu atau beberapa kitab tafsir dari ribuan kitab tafsir yang ada dengan berbagai genre-nya. Asal ada kemauan, tentu tidak ada kata sulit, karena toh semua itu sudah banyak tersedia dalam bahasa Indonesia.
Lalu, di samping kita mentradisikan hal-hal di atas, yang tidak kalah penting adalah: Kita jadikan diri kita teladan dengan menularkan tradisi tersebut kepada anak-anak kita.
عن عبد الله بن بريدة الأسلمي عن أبيه رضي الله عنهما قال: قال رسول الله صلى الله عليه و سلم: من قرأ القرآن و تعلمه و عمل به أُلبِسَ والداه يوم القيامة تاجا من نور ضوؤُه مثل ضوءِ الشمس و يُكْسَى والداه حُلَّتَانِ لا يقوم بهما الدنيا, فيقولان: بما كُسِيْنَا؟ فيقال: بأخذ ولدِكما القرآن (رواه الحاكم).
Dari Abdillah ibnu Buraidah al-Aslamiy, dari ayahnya, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda: Barang siapa membaca al-Qur`an, mempelajarinya dan mengamalkannya, maka dipakaikan kepada kedua orangtuanya pada hari Kiamat mahkota dari cahaya yang sinarnya bagaikan sinar matahari, dan dikenakan kepada kedua orangtuanya dua perhiasan yang nilainya tiada bandingannya di dunia. Kedua orangtuanya pun bertanya: Mengapa bisa dipakaikan kepada kami segala bentuk kehormatan ini? Maka dijawab: Karena anak kalian telah membawa (berpegang teguh kepada) al-Qur`an. (HR. Hakim, shahih menurut syarat Muslim).
Akhirnya, semoga al-Qur`an memberikan petunjuk guna keselamatan kita di dunia, dan semoga al-Qur`an yang kita baca, sebagaimana juga puasa, memberikan syafâ’ah (rekomendasi pengampunan) guna keselamatan kita kelak di akhirat, âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn.
بارك الله لى و لكم فى القرآن الكريم. و نفعنى و إيّاكم بما فيه من الآيات و الذّكر الحكيم. و تقبّل منّى و منكم تلاوته, إنّه هو السّميع العليم. أقول قولى هذا فاستغفروه, إنّه هو الغفور الرّحيم.
Khutbah Kedua
ألحمد لله ذى العظمة و الجلال, ألذى قدر الأعمار و حدد الآجال, و أمرنا بالعبادة و صالح الأعمال. أشهد ان لا إله إلا الله وحده لا شريك له, جعل الدنيا مزرعة للآخرة, و مكسب زاد للحياة الفاخرة, للخلاص من الأهوال القاهرة. و أشهد أنّ محمدا عبده و رسوله, أَلَذى حذَرنا من الدنيا دار الدَواهى, و مكان المعاصى و الملاهى. صلّى الله علي سيدنا محمد و على آله الكرام, و أصحابه هداة الأنام, و سلّم عليهم تسليما كثيرا.
أيها النَاس, إتقوا الله حقّ تقواه, و راقبوه مراقبة من يعلم أنه يراه.
قال رب العزَة و العرش العظيم:
الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ, أُولَئِكَ الَّذِينَ هَدَاهُمُ اللَّهُ وَأُولَئِكَ هُمْ أُولُو الْأَلْبَابِ.
فاستغفرو الله العظيم و استغفرو الله الكريم.
اللّٰهمّ صلّ على سيدنا محمد و على آل سيدنا محمد كما صليت علي سيدنا إبراهيم و على آل سيدنا إبراهيم, و بارك على سيدنا محمد و على آل سيدنا محمد, كما باركت علي سيدنا إبراهيم و على آل سيدنا إبراهيم, فى العالمين إنك حميد مجيد.
أللهم اغفر للمسلمين و المسلمات, و المؤمنين و المؤمنات, ألأحياءَ منهم و الأموات, إنك سميع قريب مجيب الدعوات, يا قاضي الحاجات.
ربَنا آتنا من لدنك رحمة و هيّئ لنا من أمرنا رشدا
ربَنا آتنا فى الدّنيا حسنة, و فى الآخرة حسنة و قنا عذاب النَار.
عباد الله, إنّ الله يأمر بالعدل و الإحسان, و إيتاء ذى القربى و ينهى عن الفخشاء و المنكر و البغي, يعظكم لعلَكم تذكّرون.
فاذكروا الله العظيم يذكركم, و اشكروه على نعمه يزدكم, و اسئلوه من فضله يعطكم, و لذكر الله أكبر. و الله يعلم ما تصنعون. أقم الصلاة.
Penyusun: KH. Ade Muzaini Aziz, Lc., MA., (Katib Syuriyah PWNU DKI Jakarta dan PengasuhPerguruan Al-Mu’in)