الحمد لله, الحمد لله الذي جعل أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكًا وَهُدًى لِلْعَالَمِينَ, أشهد أن لاإله إلاالله العزيز الرحيم وأشهد أن محمدا عبده ورسوله النبي الكريم. اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى آله وأصحابه أجمعبن. أما بعد. فيا أيها الحاضرون, اتقوا الله حق تقاته ولاتموتن إلا وأنتم مسلمون. قال الله فى كتابه الكريم أعوذ با لله من الشيطان الرجيم الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا….وقال الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللَّهُ وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ, قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْحَجَّةُ الْمَبْرُورَةُ لَيْسَ لَهَا جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةُ
Dluyuuf al-rahman, para tamu yang dimuliakan Allah
Marilah bersyukur kepada Allah SWT., di siang ini, tepat di hari Jum’at tanggal 9 Dzul Hijjah 1443 H. / 8 Juli 2022, kita berada di pusaran waktu yang agung, di tempat yang mulia, dan di tengah kerumunan ratusan ribu jama’ah haji untuk melaksanakan rangkaian wuquf sebagai bagian dari puncak ibadah haji dalam keadaan sehat wal ‘afiat. Semoga keberadaan kita di tempat mulia ini untuk wuquf dengan disaksikan jutaan Malaikat, dicatat Allah sebagia amal sholeh yang akan mengantarkan kemabruran haji kita dan mendapatkan imbalan Surga dari Allah SWT.. Aamiin.
Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada manusia pilihan, baginda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam; manusia termulia karena kesederhanaannya. Ketika para Rasul yang lain ditanya gelar kehormatan dan kelebihannya, Nabi Ibrahim as menyebut “Khalilullah” (kekasih Allah). Nabi Nuh as menyebut gelarnya “Safinatullah” (perahunya Allah). Nabi Musa as menyebut gelarnya “Kaliimullah” (manusia yang dapat berkomunikasi dengan Allah,) dan Nabi Isa menyebut gelarnya “Ruhullah” (ruh Allah). Begitu giliran Nabi Muhammad saw ditanya Allah, apa gelarnya? Nabi Muhammad saw menjawab, ‘Ana Yatim’ (saya anak yatim). Serentak jawaban Nabi Muhammad saw ini membuat para Nabi-Nabi as tertegun dan tertunduk malu…
Dluyuuf al-rahman, para tamu yang dimuliakan Allah.
Inilah momentum yang dinanti dan didambakan jutaan umat manusia dari segenap penjuru dunia, untuk sampai di tempat ini merayakan puncak Ibadah haji. Nabi Muhammad saw bahkan menyebut dengan ungkapan “al-hajju Arafah”. Puncak ibadah haji adalah wuquf di Arafah.
Untuk menikmati dan bisa hadir di Arafah tepat di tanggal 9 Dzul Hijjah seperti ini, banyak umat Islam yang rela menunggu belasan atau bahkan puluhan tahun. Banyak di antara umat Islam demi menyempurnakan rukun Islam yang ke lima, menunaikan ibadah haji, mereka ada yang menjual rumah, tanah, hewan ternak, atau bahkan harus menabung, berhemat, dan mengekang kesenangan duniawi, agar bisa melunasi BPIH dan sampai di tempat ini. Bahkan banyak di antara mereka yang sudah sanggup melunasi BPIH, ternyata Allah berkehendak lain. Di tengah kesabaran antrian waiting list belasan atau bahkan puluhan tahun, dipanggil menghadap Allah, dan gagal tidak sampai di tempat ini. Padahal, ikhtiyar lahir-batin agar bisa menunaikan ibadah haji dan wuquf di tempat ini, sudah mereka tempuh.
Ada di antara mereka yang tirakat, istiqamah bangun tengah malam, sujud tahajud berurai air mata, ada yang terjaga mata dan hatinya sambil berzikir mengagungkan Allah setiap tarikan nafasnya, ada juga yang berpuasa sunnah tiap hari, ada yang tidak pernah terputus shalat berjama’ah setiap waktu, ada yang menyisihkan uang selalu berderma, serta tirakat-tirakat lainnya. Namun taqdir Allah ternyata berkehendak lain, banyak di antara saudara kita, belum dapat hadir di tempat mulia ini emtah apa sebabnya untuk merasakan jamuan istimewa yang dihidangkan Allah.
Karena itu, yakinlah wahai saudaraku sekalian, kita semua yang ditaqdirkan Allah bisa hadir di bumi Arafah ini, sejak Dzuhur hingga terbenamnya matahari, bukanlah karena kemuliaan kita, bukan juga karena kekayaan kita, bukan juga karena pangkat duniawi kita, tetapi semuanya terjadi semata-mata kemurahan, anugerah, dan rahmat Allah.
Dluyuuf al-rahman, para tamu yang dimuliakan Allah.
Lihatlah sahabat Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib! Adakah yang meragukan kealiman dan kemuliaannya. Namun apa nasihat Rasul bagi ke duanya. Ternyata Nabi saw pesan, “Jika kalian haji, cari seorang pemuda fakir Uwais Al Qarni. Ini artinya, haji bukan hanya urusan harta-dunia, pangkat, jabatan, serta atribt-atribut duniawi lainnya. Haji adalah urusan keimanan, keikhlasan, dan ketaqwaan, sebagaimana nampak pada sosok Uwais al-Qarni, yang rela berjalan kaki, menggendong dan memanggul ibunya dari Yaman menju Makah, dengan jarak tempuh lebh 1000 km. Rasul Muhammad saw bahkan menyebut Uwais al-Qarni bukan lagi manusia bumi, tetapi penghuni langit bersama para malaikat.
Uwais hanyalah seorang pemuda kampung yang miskin. Keluarganya hanyalah seorang ibu yang buta dan lumpuh. Walaupun miskin dan hidup susah, kemiskinannya tidak sedikit pun menggoyahkan jiwanya untuk berbakti kepada ibunya dengan tulus-ikhlas, semata-mata mengharap ridla Allah SWT.
Satu saja yang berusaha dipenuhi Uwais yaitu, ketika Ibunya meminta diantar berangkat haji. Uwais terdiam menangis. Hatinya menjerit pilu, seraya berdo’a, “Ya Rabb, aku pemuda yang sangat miskin. Aku tidak memiliki bekal berlebih, apalagi kendaraan yang dapat ditunggangi ibuku berangkat ke Mekkah. Beri aku kekuatan, ya Rabb. Jangan sampai ibu tidak memberikan ridonya kepadaku”.
Keesokan harinya, Uwais Al-Qarni membeli seekor anak lembu. Lalu dibuatkan kandang di atas bukit. Setiap pagi dan sore, Uwais menggendong anak lembu itu turun naik ke bukit hingga 6 Bulan lamanya. Penduduk Yaman, tetangga Uwais mengira, Uwais sudah gila.
Ketika musim haji tiba, Uwais Al-Qarni telah memiliki fisik dan otot yang kuat. Barulah penduduk Yaman paham dan mengerti, kenapa Uwais tiap pagi dan sore memanggul anak sapi, digendong turun dan naik gunung. Rupanya, hal itu dilakukan sebagai latihan fisik, agar kuat menggendong ibunya dari Yaman ke Mekkah berjalan kaki. Wajar saja Nabi Muhammad as menyebut Uwais penghuni langit, bukan semata-mata penghuni bumi.
Labbaikallahumma labbaik, labbaika laa syariika laka labbaik. Innal hamda wanni’mata laka wa a/-mulk laa syariika lak. Para tamu yang dimuliakan Allah
Ketika Nabi saw bersabda, al-hajju Arafah (Haji Itu Arafah), tentu yang dimaksud kemuliaan ibadah Haji bukan hanya bermuara pada tempat yang bernama Arafah. Arafah di sini adalah seluruh komponen makna leksikal yang terkandung dari kata Arafah, yang diambil dari kata arafa-ya’rifu.-arafatan yang maknanya antara lain:
- Arafah maknanya mengenal. “Al-hajju Arafah”, artinya haji itu mengenal. Mengenal siapa? Mengenal Tuhannya. Selamat atau tidaknya manusia nanti pada hari Kiamat sangat ditentukan seberapa kenal manusia kepada Tuhan nya. Jangan sampai kita sebagai manusia buta untuk mengenal Allah.
- Arafah artinya menemukan. Dalam satu riwayat diceritakan: “Carilah segala kebaikan yang hilang dari dirimu di Arafah”. Jika ada di antara kita tabiatnya gampang emosi dan pemarah, berarti sabar adalah kebaikan yang hilang. Temukan sabar itu di Arafah. Jika kita selalu dirundung kesulitan, kesempitan, dan sakit menahun, berarti kemudahan, kesembuhan, dan kelapangan adalah kebaikan yang hilang. Cari dan temukan ke tiganya di Arafah. Jika di antara kita selalu kalah dengan maksiat, putra-putri yang melawan dan durhaka, berarti kepatuhan dan kesolehan anak adalah barang yang hilang. Cari dan temukan keduanya di Arafah.
- Arafah berarti tahu. Menurut al-Showi dalam kitabnya Hasyiyah al-Showi sebagai komentar panjang kitab tafsir Jalalain, Nabi Ibrahim as mengalami mimpi tiga malam berturut-turut, sebelum akhirnya memastikan mimpinya itu adalah wahyu Allah Swt yang harus dilaksanakan. Bermula dari peristiwa mimpi nabi Ibrahim as inilah, dalam syariat Islam dikenal puasa Tarwiyah, puasa ‘Arafah, dan Nahar (menyembelih hewan Kurban). Jadi, Arafah berarti nabi Ibrahim as mengtahui mimpinya adalah wahyu Allah agar menyembelih puteranya Isma’il.. Di tanggal 9 Dzul Hijjah, penyembelihan belum dilaksanakan, sampai Nabi Ibrahim as mimpi lagi di malam ke-3, baru esok hari tanggal 10 Dzul Hijjah, Nabi ibrahim as menyembelih (nahar) puteranya, Isma’il.
- Arafah memiliki makna padang Arafah, miniatur yang akan dihadapi manusia nanti di padang mahsyar saat memasuki gerbang Akhirat. Tidak ada barang duniawi yang bisa dibawa kecuali amal. Kain ihrom putih yang sekarang dipakai jama’ah Haji laki-laki pada saat wuquf di Arafah adalah gambaran kain kafan yang dikenakan manusia pada saat wafat nanti. Ringkasnya, jama’ah haji yang dijamu Allah saat wuquf di Arafah, mindsetnya harus langit, eksoteris, malakut, dan bukan lagi duniawi yang fana’, profan, dan binasa.
Dluyuuf al-rahman, para tamu yang dimuliakan Allah
Pada saat Nabi Muhammad saw berada di atas onta melakukan wuquf di Arafah, Allah SWT menurunkan sepenggal ayat ke-3 surat al-Maidah, “Pada hari ini, Aku telah sempurnakan agamaku dan aku paripurnakan nikmat-Ku, serta Aku ridoi Islam sebagai agama kalian”.
Wuquf dalam Ibadah Haji adalah puncak ibadah dari rukun Islam terakhir, di mana salah satu waktu pelaksanakannya berbarengan dengan diturunkannya surat al-Maidah ayat ke-3, ayat terakhir dalam al-Qur’an terkait hukum.
Sejatinya, setiap umat Islam yang dijamu Allah SWT di Padang Arafah, harus bertekad untuk menjadikan dirinya lebih baik dari sebelum berangkat haji, serta harus berupaya lebih bekualitas keimanan dan ketaqwaannya dibandingkan orang lain yang belum wuquf di Arafah.
Wukuf di Arafah adalah amanah. Tentu, sebaik-baik manusia, adalah mereka yang sanggup memenuhi dan menunaikan amanah. Tunaikanlah amanah itu dengan menebar kebaikan dan memberikan manfaat sebanyak-banyaknya kepada semua makhluk Allah.
Dluyuuf al-rahman, para tamu yang dimuliakan Allah
Kita sekarang berada di Arafah ini tidak lain untuk wuquf, melaksanakan puncak ibadah haji karena mendapatkan panggilan dan undangan haji dari Allah melalui Nabi Ibrahim as. Dulu, sewaktu beliau selesai memugar Ka’bah bersama puteranya Nabi Isma’il as, beliau disuruh Allah berdiri di atas Jabal Qubais. Allah SWT kemudian berkata kepada Nabi Ibrahim as, “Serulah manusia untuk mengerjakan haji, mereka niscaya akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, atau mengendarai unta yang kurus, mereka datang dari segenap penjuru yang jauh,” (QS. Al-Haji:22/27).
Pakar tafsir dan sejarah, lbu Katsir menceritakan, semula ketika Nabi Ibrahim as diperintahkan Allah untuk memanggil manusia berhaji, Nabi Ibrahim as ragu. Perintah itu diterima Nabi Ibrahim as dan putranya Nabi Ismail setelah selesai memugar dan merenofasi Ka’bah yang di bangun Nabi Adam as. . “Bagaimana mungkin panggilan suaranya menembus ke seluruh penjuru dunia dan didengar seluruh manusia sampai akhir zaman”?. Allah lalu berfirman, “Wahai Ibrahim, tugasmu hanya memanggil. Selanjutnya, Akulah yang akan menyampaikannya kepada seluruh manusia di berbagai tempat dan di setiap zaman”. Nabi Ibrahim as pun memanggil manusia dari jabal Qubais. Seketika bukit-bukit dan gunung merunduk sehingga tidak ada sesuatu apa pun yang menghalangi suara Nabi Ibrahim as menggema ke seluruh penjuru alam lahir dan alam ruh. Bahkan, manusia yang berada dalam rahim dan sulbi ibunya pun, atas izin Allah ikut mendengar.
Semua manusia sampai hari Kiamat yang ditakdirkan Alllah bisa melaksanakan haji, dulu pada saat dipanggil Nabi Ibrahim as, mereka menjawab dengan ucapan, labbaika allahumma labbaik. Sebaliknya, jika ada manusia yang pada saat dipanggil Nabi Ibrahim as untuk haji tidak menjawab, mereka sepanjang hidupnya tidak berkesempatan untuk bisa berhaji. Pertanyaannya kemudian, berapa kali dulu kita menjawab panggilan haji Nabi Ibrahim as? Jawabanmu berapa kali itulah menjadi kunci jawaban berapa kali kamu bisa haji sekarang ini. Sebaliknya bagi yang tidak haji meskipun hartanya berlimpah, bisa jadi orang itu dulu di sulbi ibunya tidak menjawab panggilan haji yang diserukan Nabi Ibrahim as.
Dluyuuf al-rahman, para tamu yang dimuliakan Allah
Semua jamaah haji yang datang ke Arafah ini mendapat panggilan Allah. Oleh karena itu mereka disebut dhuyûf al-rahmân, para tamu Allah, sebagaimana disebut dalam hadis riwayat Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, “Para jamaah haji dan umrah adalah tamu Allah. Jika mereka berdoa, Allah akan mengabulkan doa mereka, dan apabila mereka memohon ampunan, Allah akan mengampuni mereka”.
Sebagai ungkapan kegembiraan memenuhi panggilan Allah, para jamaah haji disyari’atkan untuk memperbanyak bacaan talbiyah. Bacaan talbiyah sesungguhnya adalah sebuah pengakuan atas panggilan Allah. Di situ juga terkandung ketulusan dalam memenuhi panggilan Allah dengan meneguhkan tauhid, seraya memuji-Nya atas segala anugerah nikmat kepada kita. Hanya dengan ketulusan dan keikhlasan, Allah akan mengabulkan segala amal ibadah kita.
Oleh karenanya, pada saat jama’ah haji wuquf, hendaknya manfaatkan keberadaan kita di tempat dan waktu mustajab seperti ini, untuk berdzikir dan berdoa kepada Allah SWT, memohon kebaikan diri, keluarga, agama, bangsa, dan negara.
Hadirin dhuyufurrahmân yang dimuliakan Allah,
Semua calon jama’ah haji pasti ingin mendapat predikat haji yang mabrur. Sayangnya, tidak semua jama’ah haji mengetahui, untuk mendapatkan predikat haji mabrur itu tidak mudah.
Imam al-Nawawi al-Dimasyqi mengingatkan dalam kitabnya al-Idlah, untuk mendapatkan predikat haji mabrur, calon jama’ah haji harus melewati 3 fase kemabruran haji, yaitu:
Fase Pertama: mabrur qabla al-hajji yang diukur dari dua aspek,
(1) jangan salah niat dalam menunaikan ibadah haji, misalnya ibadah haji jangan diniati untuk dagang, sum’ah/riyak, nyari jimat, ngadu ilmu/kesaktian, dll.), dan
(2) BPIH yang dibayarkan harus dari uang yang paling halal. Jadi kalau ada orang naik haji, BPIH yang dibayarkan ternyata dari uang korupsi atau nyolong, hajinya wajib diulang!
Fase Kedua, mabrur fi al-haji, yang dinilai dari dua hal,
(1) Semua Syarat, Rukun, dan Wajib Haji dilakukan sesuai aturan yang diajarkan Rasulullah Muhammad saw . Kita tentu prihatin, banyak jama’ah haji pergi ke Mekkah terjun bebas, tidak menguasai ilmu manasik haji dengan baik, ibadahnya hanya ikut-ikutan, taklid buta, dan tidak berdasarkan ilmu.(2) Kemampuan dalam menjaga perilaku dan sikap selama mengerjakan ibadah haji, jangan sampai bertindak rafats, fusuq, dan jidal yang tidak perlu. Allah mengingatkan,
فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللَّهُ وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى
197…..Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa…..
Dalam kesempatan lain, Nabi Muhammad saw mengingatkan, ”Siapa saja yang melaksanakan haji dengan tidak berbuat keji dan durhaka, ia kembali suci seperti baru dilahirkan ibunya”.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ حَجَّ هَذَا الْبَيْتَ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ (البخاري)
Fase ketiga, mabrur ba’da al-hajj, yang ditandai dengan adanya perubahan perilaku atau sikap jama’ah haji yang lebih positif dan lebih baik, antara sebelum berangkat manunaikan ibadah haji dengan setelah pulangan menunaikan ibadah haji. Kalau ada orang, sebelum haji sangat pelit, tidak pernah punya empati, dan tidak mau berbagi, tetapi setelah pulang menuanaikan ibadah haji menjadi orang yang dermawan, empatinya kepada fuqara’, masakain, dan anak yatim gampang tumbuh, orang ini telah mendapatkan tanda-tanda predikat haji mabrur. Begitu juga bagi pedagang, pejabat, hakim, dan jaksa, apabila mereka mengalami perubahan perilaku/sikap yang lebih positif dan lebih baik, antara sebelum berangkat menunaikan ibadah haji dengan setelah kepulangannya menunaikan ibadah haji, ini menjadi indicator mereka telah mendapatkan predikat haji mabrur.
Hadirin dhuyâfurrahmân yang dimuliakan Allah,
Kita sekarang berada di Padang Arafah. Tempat berkumpulnya jutaan orang yang datang dari berbagai pelosok negara. Mereka bisa saja beda bangsa, suku, bahasa, budaya, adat istiadat, dan warna kulit. Namun semua sama, ditandai dengan pakaian ihram yang sama. Ini merupakan tanda bahwa kita semua sama di hadapan Allah. Tidak ada pangkat atau jabatan, bos atau karyawan, konglomerat atau melarat. Semua sama di hadapan Allah dan yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa kepada-Nya.
Allah berfirman, “Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di Sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha teliti”. (QS. Al-Hujurat: 13).
Ayat al-Qur’an di atas juga menegaskan bahwa perbedaan adalah sunnatullah. Bukan untuk dipertentangkan, tetapi agar manusia saling mengenal, sehingga terbangun komunikasi dan harmoni di tengah keragaman yang ada. Kemuliaan dan keutamaan tidak ditentukan jenis kelamin, atau warna kulit, atau suku bangsa tertentu, tetapi oleh ketakwaan dan sikap keberagamaan yang baik.
Sebagai bangsa Indonesia yang hidup di tengah keragaman agama, budaya, suku, dan bahasa sudah sepatutnya kita mensyukuri keragaman tersebut dengan senantiasa membangun komunikasi antara sesama anak bangsa agar tercipta kerukunan dalam kehidupan beragama, berbangsa, dan bernegara.
Dhuyüfurrahman yang dimuliakan Allah,
Saat jutaan jama’ah haji wukuf, memusatkan hati dan pikiran dipuncak ibadah haji, mari kita mengenang kembali apa yang dialami Rasulullah beserta para sahabatnya sewaktu berada di padang Arafah ini, tepatnya di kaki bukit (jabal) Rahmah. Beliau berada di atas punggung unta yang bernama Quswa menyampaikan khutbah wukuf, menyeru umat manusia agar menjaga harkat martabat kemanusiaan, dengan menjaga dan memelihara Al-Qur’an dan al-Sunnah, sebagai jaminan tidak akan tersesat selama berpegang teguh kepada kitab suci al-Qur’an dan hadis Nabi.
Dari mimbar yang mulia ini kiranya patut disampaikan harapan, mudah-mudahan ibadah haji ini dapat menumbuhkan semangat baru bagi kita; SEMANGAT RELA BERKORBAN DALAM MEWUJUDKAN solidaritas kepada sesama, dan juga semangat untuk melaksanakan ajaran-ajaran Islam secara kaffah dan lebih bergairah.
Dhuyüfurrahman yang dimuliakan Allah,
Akhirnya marilahn berdo’a kehadirat Allah, Zat Yang Maha Pemurah dan lagi Maha Penyayang, Allahumma shalli ala Muhammad wa ala ali Muhammad. Walhamdulillahi rabbi al-‘alamin. Allahumma ya Allah Tuhan kami, kini kami bersimpuh di hadapanMu, tiada lain yang kami harapkan adalah ridho-Mu. Atas segala amal ibadat kami, ridhoilah haji kami dan jadikan sebagai haji mabrur, serta semua amalan kami ya Allah, ya rahman ya rahiim.
Ya Allah ya Tuhan Kami, ampunilah dosa-dosa kami, dosa-dosa kedua orang tua Ibu-Bapak kami, dosa-dosa segenap kaum muslimin dan muslimat, mukminin dan mukminat, baik yang masih hidup maupun yang telah mendahului kami, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun,
Ya Allah Tuhan Yang Maha kaya, berikanlah kepada kami rizki yang halal, yang dengan rizki itu kami dapat membentu orang-orang fakir dan miskin, dan dengan rizki itu pulalah kami akan mampu berkurban dengan harta demi kesejahteraan bangsa dan rakyat Indonesia.
Ya Allah ya Rabbana, tunjukkanlah kepada pemimpin-pemimpin kami jalan yang lurus, yang dapat menghantarkan mereka kepada kearifan dalam mengayomi dan memimpin kami
Ya Allah Tuhan Yang Maha Kuasa, Jadikanlah negeri kami Indonesia, negeri yang aman, tentram, adil, dan makmur di bawah naungan rahmat dan ridho-Mu dan Hindarkan kami dari segala bencana, wabah, kekejian, kemungkaran, cobaan-cobaan dan fitnah yang nampak maupun tidak nampak di negara kami Indonesia khususnya dan di negara-negara muslim pada umumnya.
Ya Allah Tuhan yang maha penerima do’a , terimalah do’a kami ini karena engkaulah yang maha mendengar dan maha mengetahui.
ربنا اغفر لنا ولإخواننا الذين سبقونا بالإيمان ولا تجعل في قلوبنا غلا للذين أمنوا ربنا إنك رءوف الرحيم. سبحان ربك رب العزة عمايصفون وسلام على المرسلين والحمد لله رب العالمين.
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Prof. Dr. KH. Fuad Thohari, M.A, lahir di Ngawi, Jawa Timur, alumnus Pesantren MTs-A “Al-Islam”, Joresan, Ponorogo (1983-1989), Pesantren Al-Falah, Ploso, di Kediri (1989-1992), Pendidikan Kader Ulama MUI Jakarta (1994-1996), Pendidikan Kader Ulama (PKU) MUI Pusat (1997), dan pascasarjana (S3) UIN Jakarta (2007)
Menyelesaikan pendidikan S1 Jurusan Tafsir-Hadis Fakultas Ushuluddin IAIN Jakarta (1997), menyelesaikan S2 Kosentrasi Tafsir-Hadis IAIN Jakarta (1999), dan Program Doktor Islamic Studies (Konsentrasi Hadis dan Ulum al-Hadis) di Pascasarjana (S3) UIN Jakarta (2001-2007).
Pernah mengikuti Postdoctoral (Daurah Tarbiyah fi al-Lughah wa al-Tsaqafah, di Al-Azhar, Cairo, Mesir, tahun 2010; mengikuti Postdoctoral Fellowship Program For Islamic Higher Education (POSFI) di Tunisia, tahun 2014, dan penelitian di berbagai Negara; Arab Saudi, China (Beijing), Hongkong, dan China (Shanghai), Mesir, Singapore, Malaysia, Thailand, Turki, Iran, Yordania, Palestina, dan India.
Sehari-hari sebagai dosen tetap Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Jakarta (sejak 2000), pengajar di Pascasarjana Fakultas Ushuluddin, UIN Jakarta, Pascasarjana Fakultas Syari’ah Dan Hukum, UIN Jakarta, Sekolah Pascasarjana (SPS) UIN Jakarta, Pendidikan Kader Ulama (PKU) MUI, dosen beberapa kampus di Jakarta, dan sekitarnya..
Menjadi narasumber di berbagai kajian keilmuan, seminar, halaqah, talkshow di beberapa radio dan stasiun televisi, dan aktif menjadi peneliti nasional dan internasional, menulis di berbagai Jurnal Ilmiah, Media Massa, Buku, serta Media Elektronik berbasis WEB (Internet).
Sekarang diamanahi sebagai Ketua Komisi FATWA MUI DKI Jakarta (2015-2020), Anggota Komisi Fatwa MUI Pusat, Wakil Direktur LPPOM (Lembaga Pengkajian Pangan Obat-Obatan dan Kosmetika) MUI DKI Jakarta, salah satu Pengurus LD-NU (Lembaga Dakwah PBNU), dan pernah sebagai Pengurus LBM (Lembaga Bahtsul Matsa’il) PBNU (2010-2015), Pengurus ASBIHU (Asosisasi Bina Haji dan Umroh) PBNU, Pengurus PPSDM (Pusat Pengkajian Sumber Daya Manusia), UIN Jakarta, dan sebagai Dewan Pertimbangan, “Rahmat Semesta Center”, di Ciputat.
Email : fuadinfoulama@yahoo.com
HP : 0816 -110-8747/081387309950