Menjelang pergantian tahun masehi seperti biasa banyak masyarat kita khususnya Indonesia, banyak melakukan perayaan pergantian tahun masehi, hal ini perlu disadari secara Islam dan kearifan lokal. Bagaimana hukum merayakan pergantian tahun masehi?
Sejarah tahun asehi tidak terlepas dari sejarah Romawi yang dimulai semenjak tanggal 1 Januari ini diresmikan oleh salah seorang kaisar Romawi bernama Julius Cesar pada tahun 46 SM. Kemudian kembali diresmikan oleh pemimpin katolik tertinggi yaitu Paus Gregorius XII pada tahun 1582. Sedangkan proses penetapannya dilakukan oleh bangsa Eropa Barat yang menggunakan kalender Greogorian pada tahun 1752.
Guru Besar Al-Azhar Asy-Syarif serta Mufti Agung Mesir Syekh Athiyyah Shaqr (wafat 2006 M). Dalam kompilasi fatwa ulama Al-Azhar beliau menyatakan Tak diragukan lagi bahwa bersenang-senang dengan keindahan hidup yakni makan, minum dan membersihkan diri merupakan sesuatu yang diperbolehkan selama masih selaras dengan syariat, tidak mengandung unsur kemaksiatan, tidak merusak kehormatan, dan bukan berangkat dari akidah yang rusak.” [Wizarah Al-Auqof Al-Mishriyyah, Fatawa Al-Azhar, juz X, halaman 311).
Merujuk dari fatwa ini dapat disimpulkan bahwa merayakan dengan tidak melakukan maksiat dan pelanggaran syariat diperbolehkan, ditambah dengan banyaknya adat istiadat Nusantara ini, kita bisa merayakan moment pergantian tahun dengan acara keadaat kita, asalkan adat tersebut selaras dengan kententuan syariat dan penuh dengan keakraban, seperti mengadakan acara silaturahim antar keluarga sanak saudara, berkmpul dengan melakukan pengajian makan dan meminum yang halal bersama.
Hemat penulis mari kita sambut moment pergantian tahun ini dengan ketaatan. Bismillah,selamat tahun baru masehi 2023.
Hamdi Zatnika, SH, Pengurus Lajnah Dakwah Islam Nusantara (LADISNU), Media Sosial: IG | Be_doel23