Banten, LIPUTAN 9 NEWS
“Setelah penulis teliti, maka penulis mendapatkan titik terang, bahwa Syekh Mahdi Arroja’I mendapatkan nama Ubaidillah ini dari catatan Syekh Al-mar’asyi sendiri, yaitu gurunya dan sekaligus pendiri yayasan dimana ia bekerja. Catatan itu terdapat dalam footnote kitab “Tahdzibu Hada’iqil Albab” karya al-Amili (w. 1138 H.) yang ditahqiq oleh Syekh Mahdi Arroja’i. Dalam kitab itu, nama Ahmad disebut tidak mempunyai anak bernama Ubaidillah, namun pentahqiq, Syekh Mahdi Arroja’I, membuat footnote bahwa gurunya, Syekh al-mar’asyi, mencatat bahwa Ahmad mempunyai anak bernama Ubaidillah. Lalu siapa Syekh Al-Mar’asyi?” (KH. Imaduddin Utsman)
Syaikh Mahdi Arroja’I, seorang ulama Syi’ah dari Iran, berusaha membantu saudara Syi’ahnya di Indoneisa. Ia membuat video wawancara yang berusaha menjawab dalil-dalil batalnya nasab Ba’alwi. namun, setelah penulis menyaksikan uraian-uraiannya, ternyata jauh di bawah ekspektasi.
Syekh Mahdi Roja’I tidak menyampaikan dalil-dalil yang menjadi variable pertolongan nasab Ba’alwi yang telah batal permanen itu. Alih-alih membantu, justru Syekh Mahdi Roja’I malah mengakui bahwa tidak ada kitab nasab sebelum abad sembilan yang mencatat Ubaid sebagai anak Ahmad bin Isa.
Prinsip fikih dalam mengitsbat nasab, menurut Syekh Mahdi Roja’i, adalah “syuhroh wal istifadoh” (diketahui banyak orang bahwa ia sayid). Tentunya jawaban seorang syi’ah iran ini, jawaban yang ketinggalan zaman dalam dinamika diskursus nasab di Indonesia. Jawaban itu pula menunjukan kapasitas fikih yang dimilikinya tidaklah berbeda dengan para pembela nasab Ba’alwi di Indonesia.
Para ulama madzhab Sya’fi’I memang mengakomodir “syuhroh” sebagai salah satu instrument kesaksian atau pengitsbatan nasab, tetapi ia disyaratkan tidak adanya dalil yang menganulir ke-syuhroh-an itu. jika ada dalil yang menganulir, maka ke-syuhroh-an itu batal. Jika seseorang di hari ini “syuhroh” sebagai Sayyid karena ia putra dari ayah yang sayyid, maka kesayyidannya gugur ketika ia terbukti bukan anak dari ayah yang sayyid itu. Begitu pula Ubed: ketika telah “syuhroh” bahwa ia adalah anak ahmad, maka “syuhroh” itu gugur ketika ada bukti bahwa ia bukan anak Ahmad. Dan bukti-bukti itu banyak. ia menyatakan bahwa Ubed bukan anak Ahmad.
Ibnu Hajar al Asqolani dalam kitab Al Jawab al Jalil mengatakan:
ان النسب مما يثبت بالاستفاضة الا ان يثبت ما يخالفه
“Sesungguhnya nasab sebagian masalah yang bisa ditetapkan dengan istifadoh (syuhroh), kecuali ada dalil yang menentangnya” (Al Jawab al Jalil: 47).
Narasi lain yang diungkapkan oleh Syekh Mahdi Roja’I, sang ulama Syiah ini, adalah: jangan bayangkan kondisi saat ini dengan kondisi di masa Ubed. Hari ini anak yang lahir dari suatu belahan bumi, akan bisa diketahui dengan alat komunikasi oleh ia yang ada di belahan bumi lainnya. Zaman Ubed itu beda: belum ada alat komunikasi seperti sekarang ini. narasi ini aneh. Seperti tidak mengerti bahwa anak Ahmad bin Isa lainnya telah ditulis. Ayahnya kan Ahmad: ia ditulis dalam kitab Al Syajarah al Mubarokah abad ke-enam mempunyai anak tiga: Muhammad, Ali dan Husain. Apa alasannya anak yang lain ditulis lalu Ubed tidak? Syekh Mahdi Roj’ai tidak akan bisa menjawab, kenapa? Karena ia hanya terpokus dengan keterangan gurunya yang mendapat berita dari Aqil Ba’alwi bahwa Ubed anak Ahmad.
Selanjutnya, kalau penulis bisa menjawab pertanyaaan: kenapa Ubed tidak ditulis sebagai anak Ahmad? Jawabannya: karena memang Ubed bukan anak Ahmad. Kalau bukan anak Ahmad lalu Ubed anak siapa? Ubed anak Isa. Darimana penulis mengetahui? Dari kitab Tuhfatuzzaman karya Husen Al Ahdal (w. 855 H.). Lihat kitab tersebut juz 2 halaman 238. Itu kan menerangkan silsilah Bani Ahdal! Betul, tetapi leluhur Ba’alwi itu bersepupu dengan leluhur Bani Ahdal. Dari mana dalilnya? Dari kitab Tuhfatuzzaman juga, lihat di juz 2 halaman 238. Di sana dikatakan bahwa leluhur Ba’alwi dan Bani Ahdal itu bersepupu. Kalau bersepupu berarti satu kakek, kenapa sekarang kakeknya berbeda? Tanyakan kepada rumput yang bergoyang, kenapa semua ini bisa terjadi?
Dalam wawancara di video itu pula, Syekh Mahdi Roja’I, memperlihatkan bahwa dirinya hanya seorang pentahqiq yang jujur dan pengutip yang baik, tetapi bukan seorang penganalisa yang handal. Menurutnya, dalam kitab nasab yang ditulisnya, ketika seseorang ditulis dalam suatu kitab abad lima mempunyai anak dua, lalu dalam kitab lain di abad sembilan anaknya empat, maka ia akan menulis yang terbanyak. Ini menunjukan bahwa pengitsbatannya kepada Ba’alwi juga demikian. Jika di dalam kitab abad 14 Ubed telah ditulis sebagai anak Ahmad, walau di kitab nasab abad 9-4 tidak di catat sama sekali, maka ia akan tetap mencatatnya. Ini berabe. Ngacak.
Akan banyak pemalsu nasab menjadi turunan Nabi, jika pencatat kitab nasab seperti Syekh Syi’ah ini. Pantesan masa sekarang ini yang mengaku cucu Nabi haplonya beda-beda, ternyata pelakunya adalah ahli nasab semacam Syekh Mahdi Roj’ai ini. harusnya jika ada perbedaan jumlah anak dalam kitab-kitab nasab yang lebih muda, diteliti seteliti-telitinya, jangan jangan ia penyusup dalam silsilah Nabi. Harus ditelusuri dakam semua kitab apakah munculnya nama baru ini hanya karena tidak tercatat di masa lalu, atau memang benar-benar penyusup yang ingin nyantol sebagai keturunan Nabi. Dan sudah terbukti di abad sembilan bahwa pencantolan Ubed sebagai anak Ahmad bin Isa ini terverifikasi kitab-kitab nasab dan sejarah.
Dalam tulisan ini penulis ingin memperkenalkan siapa Syekh Mahdi Roja’i dan bagaimana kronologi sampai ia mengitsbat nama Ubed sebagai anak Ahmad bin Isa.
Ia adalah salah satu ulama yang menulis nama Ubaidillah sebagai anak Ahmad bin Isa. Dalam kitabnya “al-Mu’qibun” ia menulis bahwa anak Ahmad bin Isa berjumlah empat orang: Muhammad, Ali, Husain dan Ubaidillah.
Beliau adalah seorang ulama yang bekerja di Yayasan Al Mar’asyi yang didirikan oleh Syekh Al-Mar’asyi al-Najafi (w. 1411 H.). penulis meneliti dari mana ia mencantumkan nama Ubaidillah sebagai anak Ahmad bin Isa. Karena dalam kitabnya, al-Mu’qibun, ia tidak menjelaskan darimana pengambilannya.
Setelah penulis teliti, maka penulis mendapatkan titik terang, bahwa Syekh Mahdi Arroja’I mendapatkan nama Ubaidillah ini dari catatan Syekh Al-mar’asyi sendiri, yaitu gurunya dan sekaligus pendiri yayasan dimana ia bekerja. Catatan itu terdapat dalam footnote kitab “Tahdzibu Hada’iqil Albab” karya al-Amili (w. 1138 H.) yang ditahqiq oleh Syekh Mahdi Arroja’i. Dalam kitab itu, nama Ahmad disebut tidak mempunyai anak bernama Ubaidillah, namun pentahqiq, Syekh Mahdi Arroja’I, membuat footnote bahwa gurunya, Syekh al-mar’asyi, mencatat bahwa Ahmad mempunyai anak bernama Ubaidillah. Lalu siapa Syekh Al-Mar’asyi?
Syekh Al-Mar’asyi, nama lengkapnya adalah Syaikh Syihabuddin al-Mar’asyi al-Najafi. Ia adalah murid seorang habib keturunan Ba Alawi yang bernama Habib Muhammad Aqil al-Alawi al-Hadrami (w. 1350 H.) pengarang kitab al-Atbul Jamil. (lihat kitab Tahdzib halaman 278).
Dari situ kita memahami bagaimana seorang Syekh Mahdi Roja’i mengitsbat Ubaid sebagai anak Ahmad bin Isa. bukan karena punya dalil, tetapi hanya mengutip gurunya yang sekaligus pemilik yayasan dimana ia bekerja. Lalu apakah gurunya punya dalil ketika mencatat Ubaid sebagai anak Ahmad? Tidak. Ia hanya mendapatkannya dari gurunya yang seorang Ba’alwi yang bernama Aqil. Dari sini, kita memahami alur Syekh Mahdi Roja’I mengitsbat Ubaid sebagai anak Ahmad bin Isa itu. Ia mentok pada seorang Ba’alwi lagi.
Artikel dengan judul Syekh Mahdi Roja’i Bikin Video: Dalilnya Lucu ini, sebelumnya telah tayang di RMINU Banten, dengan judul yang sama. Sebuah karya tulis KH. Imaduddin Utsman.
KH. Imaduddin Utsman Al Bantani, Pengasuh dan Pendiri Pondok Pesantren Nahdlatul Ulum Kampung Cempaka, Desa Kresek, Kecamatan Kresek, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten.