Jakarta | LIPUTAN9NEWS
Dalam perayaan maulid atau kelahiran Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam jamaah lumrah berdiri di tempat yang familiar dengan sebutan mahallul qiyam. Sesuai namanya, mahallul qiyam bila diartikan dalam bahasa Indonesia dimaknai: “Berdiri di tempat”.
Saat Maulid Nabi, sikap ini dilakukan untuk menunjukkan ekspresi kebahagiaan dan penghormatan atas lahirnya Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Mengingat, bacaan dalam mahallul qiyam tersebut berisi kisah kelahiran Rasulullah.
Berikut ini adalah bacaan mahallul qiyam dalam Kitab Barzanji atau Kitab Rawi beserta transliterasi dan terjemahannya:
صَلَّى اللهُ عَلى مُحَمَّدْ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم
Shalawatullah semoga tercurahkan untuk Nabi Muhammad Shalawatullah dan salam sejahtera semoga tercurahkan untuknya.
يَا نَبِى سَلَامْ عَلَيْكَ يَا رَسُوْلْ سَلَامْ عَلَيْكَ
يَا حَبِيْبْ سَلَامْ عَلَيْكَ صَلَوَاتُ اللهْ عَلَيْكَ
Wahai Nabi, salam sejahtera untukmu Wahai Rasul salam sejahtera untukmu.
Wahai Kekasih, salam sejahtera untukmu Shalawat (rahmat) Allah untukmu.
اَشْرَقَ الْبَدْرُ عَلَيْنَا فَاخْتَفَتْ مِنْهُ الْبُدُوْرُ
مِثْلَ حُسْنِكْ مَا رَأَيْنَا قَطُّ يَا وَجْهَ السُّرُوْرِ
Satu purnama telah terbit di atas kami Pudarlah jutaan purnama lain karenanya.
Belum pernah kulihat seperti keelokanmu Wahai wajah yang gembira.
اَنْتَ شَمْسٌ اَنْتَ بَدْرٌ اَنْتَ نُوْرٌ فَوْقَ نُوْرِ
اَنْتَ اِكْسِيْرٌ وَّغَالِى اَنْتَ مِصْبَاحُ الصُّدُوْرِ
Engkau bak mentari, engkau juga laksana purnama Engkau cahaya di atas cahaya.
Engkau laksana obat segala guna lagi mahal Engkau adalah lentera hati.
يَاحَبِيْبِيْ يَامُحَمَّدْ يَا عَرُوْسَ الخَافِقَيْنِ
يَا مُؤَيَّدْ يَا مُمَجَّدْ يَا اِمَامَ القِبْلَتَيْنِ
Wahai Kekasihku, wahai Muhammad Wahai pengantin Timur dan Barat.
Wahai Rasul yang diperkuat (oleh wahyu), wahai Nabi yang agung Wahai imam dua kiblat.
مَنْ رَآى وَجْهَكَ يَسْعَدْ يَا كَرِيْمَ الوَالِدَيْنِ
حَوْضُكَ الصَّافِى الْمُبَرَّدْ وِرْدُنَا يَوْمَ النُّشُوْرِ
Siapapun yang memandang wajahmu pasti bahagia Wahai manusia yang memiliki orang tua mulia.
Telagamu berair jernih dan sejuk Yang kelak kami datangi pada hari kebangkitan.
مَا رَأَيْنَا الْعِيْسَ حَنَّتْ بِالسُّرَى اِلَّا اِلَيْكَ
وَاْلَغَمَامَةْ قَدْ اَظَلَّتْ وَالْمَلَا صَلُّوْا عَلَيْكَ
Belum pernah kami melihat unta peranakan unggul yang bersuara Sambil berjalan malam hari kecuali menuju kepadamu.
Gumpalan awan menaungimu Semua makhuk mengucapkan shalawat untukmu.
Tentang Makna Berdiri
Posisi berdiri yang dilakukan oleh orang tua dan para guru kita merupakan bentuk akhlak mereka terhadap Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Para orang tua kita jelas meneladani akhlak para ulama sebagai pewaris para nabi terhadap rasulnya.
Ada baiknya kita telaah uraian Sayid Bakri bin Sayid Muhammad Syatha Ad-Dimyathi dalam Kitab I‘anatut Thalibin sebagai berikut:
جرت العادة أن الناس إذا سمعوا ذكر وضعه صلى الله عليه وسلم يقومون تعظيما له صلى الله عليه وسلم وهذا القيام مستحسن لما فيه من تعظيم النبي صلى الله عليه وسلم ، وقد فعل ذلك كثير من علماء الامة الذين يقتدى بهم. قال الحلبي في السيرة فقد حكى بعضهم أن الامام السبكي اجتمع عنده كثير من علماء عصره فأنشد منشده قول الصرصري في مدحه صلى الله عليه وسلم: قليل لمدح المصطفى الخط بالذهب على ورق من خط أحسن من كتب وأن تنهض الاشراف عند سماعه قياما صفوفا أو جثيا على الركب فعند ذلك قام الامام السبكي وجميع من بالمجلس، فحصل أنس كبير في ذلك المجلس وعمل المولد. واجتماع الناس له كذلك مستحسن
Artinya: “Sudah menjadi tradisi bahwa ketika mendengar kelahiran Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam disebut-sebut, orang-orang akan berdiri sebagai bentuk penghormatan bagi rasul akhir zaman. Berdiri seperti itu didasarkan pada istihsan (anggapan baik) sebagai bentuk penghormatan bagi Rasulullah SAW. Hal ini dilakukan banyak ulama terkemuka panutan umat Islam.
Al-Halabi dalam Sirah-nya mengutip sejumlah ulama yang menceritakan bahwa ketika majelis Imam As-Subki dihadiri para ulama di zamannya, Imam As-Subki membaca syair pujian untuk Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dengan suara lantang.
Sedikit pujian untuk Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam oleh tinta emas Di atas mata uang dibanding goresan indah di buku-buku.
Orang-orang mulia terkemuka bangkit saat mendengar namanya Berdiri berbaris atau bersimpuh di atas lutut.
Selesai membaca syair Imam As-Subki berdiri yang kemudian diikuti oleh para ulama yang hadir. Kebahagiaan muncul di majelis tersebut dan maulid Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam diperingati di dalamnya. Pertemuan umat Islam demi kelahiran Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam juga didasarkan pada istihsan.”
Keterangan di atas berdasarkan penjelasan dari Sayid Bakri bin Sayid Muhammad Syatha Ad-Dimyathi dalam kitab I‘anatut Thalibin juz 3 halaman 414. (I‘anatut Thalibin, Darul Fikr, Beirut, Libanon, tahun 2005 M/1425-1426 H, juz III, hal. 414).
والله اعلم بالصواب
Alhafiz Kurniawan, Kolumnis NU Online