Ketika melintas bangunan Masjid al-Hikam yang sedang dalam proses pembangunan, dosen saya di Fakultas Hukum berkata kepada saya, “abdi, anda bantu Pak Hasyim ini. Beliau sangat memerlukan anda!” Mendengar ucapan sang dosen itu, saya langsung menimpali, “bagaimana caranya pak. Beliau kan gak kenal saya?” Kata beliau,” nanti ada jalannya!”
Yang saya ingat Masjid al-Hikam Depok mulai dibangun pada tahun 2002. Sebelum Masjid dan kompleks pesantren itu didirikan, lahan tempat masjid itu adalah empang atau kolam ikan yang di bagian pinggirnya berdiri musholla kecil.
Orang-orang di sekitar Kukusan mengira bahwa Gus Dur akan mendirikan masjid dan pesantren di belakang Kampus UI. Sebutan Ketua PBNU oleh masyarakat Kukusan langsung diasosiasikan kepada Gus Dur.
Banyak orang Kukusan yang tidak kenal Kyai Hasyim Muzadi, yang tengah membangun Masjid dan Pesantren al-Hikam. Ketika pertama kali datang ke Kukusan untuk mengawasi pembangunan, beliau tidak memperkenalkan diri sebagai kyai NU dari Jawa Timur.
Seperti dituturkan Pak Jumadi, Abah Hasyim mengaku berasal dari Malang. Dan kedatangannya ke Kukusan Depok adalah untuk bersilaturahim dengan warga sekitar.
Selama proses pembangunan Abah Kyai, menyewa kamar di rumah Pak Jumadi. Sebagaimana umumnya pemilik kost, Pak Jumadi memperlakukan Kyai Hasyim sebagai penyewa biasa. Setiap pagi sampai menjelang siang, seperti dituturkan Pak Jumadi, Kyai Hasyim datang ke lokasi pembangunan. Beliau sangat detail mengamati proses pembangunan masjid. Menurut keponakan Kyai, Abah punya selera tinggi dalam soal disain bangunan masjid. Beliau tidak ingin masjid yang berdiri nanti terlihat biasa saja. Bahkan terkadang Kyai Hasyim turun membantu para pekerja, mengaduk campuran pasir dan semen atau memisahkan pasir dari kerikil. Kesertaan Abah Hasyim di dalam proses pekerjaan itu membuat para pekerja kagum. Sebab, baru kali itu ada Ketua Umum PBNU mau turun bersama para pekerja mempercepat proses pekerjaan. Terkadang Pak Jumadi ikut membantu pengerjaan Masjid walaupun tidak sampai seharian.
Memasuki tahun 2004, Republik diramaikan dengan perhelatan Pilpres yang diselenggarakan secara langsung. Nama Abah Hasyim muncul disandingkan dengan Megawati sebagai capres dan cawapres. Tim kampanye kemudian merilis nama resmi pasangan itu, Mega-Hasyim. Foto Abah bertebaran di mana-mana sebagai cawapres dari Megawati Soekarnoputri.
Vibrasi pilpres langsung juga menjamah kawasan Kukusan. Masyarakat Kukusan mulai sadar bahwa ada calon wapres yang sedang menyewa rumah di tengah-tengah mereka. Pak Jumadi yang semula tidak tahu siapa Kyai Hasyim Muzadi, merasa malu ketika tahu bahwa yang menyewa kamarnya adalah tokoh besar ormas Islam.
Ketika Abah Hasyim kembali dari bepergian, Pak Jumadi langsung mencium tangan Abah dan meminta maaf. Melihat perubahan sikap Pak Jumadi itu, Kiai Hasyim hanya tertawa dan berkata, “santai saja Pak Jumadi hehehe.”
Pilpres 2004 membuat semua orang Kukusan tahu bahwa Kiai Hasyim Muzadi sedang mendirikan Pesantren di wilayah mereka. Namun mereka tidak tahu bahwa rencana pendirian al-Hikam Depok sebenarnya sudah lama digagas Kiai Hasyim Muzadi.
Selama proses pendirian pesantren, Kiai Hasyim Muzadi rajin berkeliling Kukusan untuk memperkenalkan diri kepada masyarakat. Beliau ingin agar al-Hikam terlebih dulu dikenal masyarakat setempat dan bisa memberikan manfaat. Banyak orang kampung yang bercerita bahwa Kiai Hasyim Muzadi sering terlihat berjalan kaki setiap pagi memutari beberapa RT. Dan sering kali beliau bertanya, tentang bagaimana tanggapan masyarakat seputar keberadaan al-Hikam.
Belum 10 tahun keberadaan al-Hikam di Kukusan, masyarakat sudah bisa merasakan manfaatnya. Jalan kampung yang sejak dulu tidak diperhatikan Pemkot Depok, atas usul Kyai Hasyim Muzadi langsung diperbaiki Dinas PU Depok. Karena keberadaan al-Hikam, masyarakat Kukusan bisa bertemu dengan presiden, wakil presiden, menteri dan tokoh-tokoh nasional lainnya. Bahkan ulama selevel Syaikh Wahbah al-Zuhaili rahimahullah pernah beberapa kali menyambangi al-Hikam Depok. Sebuah keberkahan yang luar biasa bagi warga Kukusan.
Walaupun sudah dikenal sebagai tokoh nasional dan tokoh dunia, Abah Hasyim tidak gengsi menghadiri kegiatan-kegiatan masyarakat. Suatu waktu, Abah Hasyim pernah hadir di acara aqiqah tetangganya meskipun tidak diundang. Tentu saja, sohibul hajat kaget mengetahui kehadiran Kyai Hasyim. Menurut anggapan mereka, tidak mungkin tokoh selevel Kyai Hasyim Muzadi mau menghadiri kegiatan di level RT. Kekagetan itu berubah menjadi keharuan ketika Abah Hasyim memberi hadiah untuk bayi yang baru lahir.
Akhlak Abah Hasyim yang memuliakan tetangga itu yang memantik ibu-ibu di kawasan Kukusan untuk bergabung ke Muslimat NU. Tanpa harus mengglorifikasi NU, Abah Hasyim bisa memancing ketertarikan warga untuk mengikuti pengajian-pengajian yang diadakannya. Tidak hanya itu, Abah Hasyim Muzadi juga sering mengundang tokoh-tokoh Muhammadiyah dan warga sekitar untuk makan bersama di kediamannya.
Sampai tahun ke-6 dari wafatnya, warga sekitar al-Hikam masih mengenang akhlak mulia Kyai Hasyim Muzadi. Permintaan beliau untuk dimakamkan di Kukusan menunjukkan keinginan kuat beliau agar al-Hikam dekat dengan masyarakat sekitar. Ila ruhi Kyai Hasyim Muzadi al-fatihah.
Dr. KH. Abdi Kurnia Djohan, SH. MH, Dosen Agama Islam Universitas Indonesia dan Ketua Lembaga Dakwah Al-Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta