Bogor, LIPUTAN 9 NEWS
Belum juga reda pembahasan Polemik nasab dan memang tidak akan reda, selama klan Ba Alwi belum menjawab secara ilmiyah tesis Kyai Imadudin Utsman, jika klan Ba Alwi mampu menjawab tesis kiai Imadudin setidaknya bisa dengan melakukan permohonan maaf kepada segenap umat Islam di Nusantara dari doktrin-doktrin yang membodohi umat Islam Nusantara secara turun menurun atas pengakuan mereka sebagai dzuriyah Rosulullah SAW tanpa bukti dan data yg kuat baik dari segi kajian sejarah maupun kitab nasab.
Dalam menyoal 2(dua) permasalahan di atas, yaitu tidak mau menjawab tesis kyai Imadudin Ustman yang disampaikan langsung oleh pihak klan ba Alwi dalam hal ini Maktab Daimi Robithoh Alawiyah(MDRA), dan sulitnya mereka untuk meminta maaf kepada umat Islam Nusantara atas doktrin-doktrin yang membodohi umat Islam turun menurun hingga 100an tahun, kedua hal di atas adalah bisa menjadi indikator konspirasi doktrin penjajah yang memasang kaum ba Alwi di garda terdepan yang diduga untuk menghancurkan bangsa Indonesia dan ingin merusak aqidah umat Islam Nusantara sebagaimana yang telah diajarkan oleh para Walisongo sebelum kedatangan kaum ba Alwi.
Menurut hemat kami, gerakan misionaris Barat bukanlah perkara yang baru, sejak Christiaan Snouck Hurgronje (8 Februari 1857 – 26 Juni 1936) berkawan dengan Ustman Bin Yahya yang telah memigrasikan klan ba Alwi dari Yaman ke Indonesia dan diangkat secara terhormat sebagai Mufti Batavia seakan habib Utsman bin Yahya adalah ulama besar, tujuannya adalah untuk menghancurkan Indonesia sampai ke akar-akarnya dengan target jangka panjang.
Target penjajahan jangka panjang pemerintah Belanda untuk menghancurkan Indonesia bukan dengan target Politik dan Target militer akan tetapi dengan merusak budayanya yaitu bertujuan merubah mindset cara berpikir masyarakat muslim Indonesia.
Melatar belakangi penjajahan di Indonesia dengan cara menjajah Budayanya, karena pemerintah Belanda saat itu bukanlah pemerintah yang bodoh apalagi banyak tokoh-tokoh misionaris seperti Christiaan Snouck Hurgronje menjadi orang kepercayaan pemerintah belanda kala itu, karena mereka membaca masyarat Indonesia karakteristiknya petarung yang dibentuk oleh banyaknya kerajaan-kerajaan besar berpengaruh sepertiga dunia, sperti kerajaan Mataram kuno, kerajaan Singosari, kerajaan Sriwijaya, kerajaan Sunda, Kerajaan Pajajaran, kerajaan Majapahit dan kerajaan-kerajaaan lainnya. Maka jauh-jauh hari para ilmuan Belanda dengan membaca kondisi sosial, demografis dan geografis Indonesia membuat peta pertarungan Medan gerakan yaitu bukan dengan pisik tapi dengan cara merusak karakter budayanya.
Target penjajah Belanda dengan membaca kebudayaan Indonesia, kemungkinan besar telah terpikirkan jauh-jauh hari sejak kegagalan dalam menghadapi perjuangan rakyat Indonesia secara pisik, strategi target mereka untuk merusak Indonesia bisa tercapai 10, 20, atau 50 tahun itu bukan persoalannya, tapi yang pasti mereka ingin menargetkan negara jajahan mereka akan dirusak karena kepentingannya bukan hanya ideologi keagamaan tapi target ingin menguasai kekayaan negara Indonesia ini bisa tercapai, jika bukan target menguasai semuanya paling tidak negara Indonesia menjadi Negara persemakmuran.
Dalam pencapaian indikator target menguasai negara Indonesia, Belanda meminta saran untuk mendatangkan penduduk Yaman agar didatangkan sebagai tenaga kerja, tapi pada akhirnya dijadikan umpan oleh tokoh misionaris mereka dengan memasang Utsman Bin Yahya agar menjadi Mufti Belanda, diharapkan dengan fatwa-fatwa nya menjadi rujukan untuk menghancurkan ulama-ulama Indonesia yang selalu melakukan perlawanan dengan pemerintah Belanda kala itu.
Benarkah gelar Habib adalah gelar Ulama yang memiliki darah sebagai Dzuriyah Rosulullah? Tentu tidak! Sebagaimana gelar-gelar yang diklasifikasikan sebagai strata sosial yang ada di tanah Nusantara ini, maka oleh Belanda kaum imigran Yaman disetarakan level dengan gelar kehormatan yang ada di tanah Nusantara ini sebagai bentuk strata sosial, seperti ada gelar Raden,Andi, karaeng ( untuk gelar bangsawan), Buya, kyai, Gus, Aang dll (Gelar Keulamaan). Maka Gelar habib lah yang cocok untuk mengimbangi gelar Keulamaan di tanah Nusantara sebagai bentuk gelar penyeimbang.
Dengan adanya gelar habib yang telah dilegitimasi oleh pemerintah Belanda bertujuan untuk merusak kepercayaan umat Islam kepada ulamanya, apalagi habib akan berada pada tataran gelar kehormatan diatas ulama di negeri Ini, inilah jalan mulus untuk menjadikan doktrin-doktrin sesat klan ba Alwi menguasai negeri ini sebagai ajaran pembodohan terhadap umat Islam.
Selanjutnya, setelah umat Islam di doktrin dengan senjata kaum ba Alwi atas pengakuannya sebagai keturunan Rosulullah dan sebagai ulama yang harus diikuti, lambat namun pasti pengakuan umat Islam kepada gelar Habib akan menggerus kepercayaan terhadap ulama Pribumi yang telah mengajarkan ilmu dan ajaran Rosulullah yg lurus, akhirnya umat Islam akan menjauh dengan Ulamanya. Dalam kondisi ini akan lebih mudah memainkan peran politik adu domba yang menjadi andalan untuk melawan perjuangan masyarakat Muslim Indonesia.
Politik adu domba yg sedang dimainkan dari ideologi politik penjajah terhadap keberadaan kaum pribumi akan terus digelorakan oleh para pengkhianat negeri ini dari dulu hingga sekarang, tujuannya adalah agar kondisi sosial masyarakat Muslim Indonesia selalu melawan pemimpin bangsanya dan tidak mau untuk berpikir maju dan memajukan negeri ini. Ironis memang!
Keberhasilan dalam menerapkan politik adu domba, sekarangpun klan ba Alwi sebagai antek Belanda zaman dulu utk merusak budaya zaman kini sanggup membenturkan antara ulama Nusantara agar selalu ribut. Artinya mereka tidak perlu lelah dan cape melawan tesis kyai Imadudin tapi cukup dengan menerapkan santri dan ustadz-ustad yang notabene para Muhibbin habib diakui oleh masyarakat muslim Indonesia sebagai salah satu bagian ulama pribumi untuk melakukan perlawanan terhadap tesis kyai Imadudin dan kawan-kawan.
Kita mesti hati-hati menyikapi polemik ini, dengan kembali kepada jati diri Islam Nusantara lah diharapkan ada titik temu menghasilkan kompromi pemikiran sesama ulama Nusantara untuk melawan klan ba Alwi.
Ahmad Suhadi, S.Pd.I, Ketua Ikatan Mubaligh-mubalighoh Nusantara (IMMAN) DPD Kabupaten Bogor dan Katib JATMAN Kabupaten Bogor.