Jakarta, Liputan9.id – Lajnah Dakwah Islam Nusantara (LADISNU) menggelar acara kajian rutin bulanan dengan topik Islam Nusantara Dalam Perspektif Sejarah. Kagiatan kajian serial LADISNU tersebut diselenggarakan di Kantor LADISNU Jalan Antara No. 12 Pasar Baru Jakarta Pusat, Rabu (04/01/2023).
Kajian rutin bulanan ini diawali dengan sambutan Ketua Umum LADISNU yang disampaikan oleh Habib Umar Assagaf mewakili KH Agus Salim HS. Muqaddimah oleh moderitar yang diampu KH Jamaluddin F Hasyim. Iya menyampaikan bawah Islam Nusantara sering dipahami sebagai aliran baru yang cenderung sesat dan menyimpang dari Islam. Dila
“Tidak sedikit yang menuduhnya seakan agama baru. Pandangan negatif tentang Islam Nusantara ini begitu masif karena disuarakan oleh tokoh-tokoh umat yang menjadi panutan. Contoh konkritnya Majelis Ulama Indonesia (MUI)Sumatera Barat yang menolak keras akan konsep Islam Nusantara itu sendiri,” ucap Kiai Jamal memancing narasumber.
“Padahal Islam Nusantara bukanlah aliran baru, apalagi agama baru, yang sesat dan menyesatkan. Islam Nusantara hanya istilah baru, bukan barang baru, yang dicetuskan oleh sebagian kiai dan pengurus NU beberapa tahun lalu. Islam Nusantara hanyalah memperjelas kekhasan Islam di bumi Nusantara,” imbuhnya.
Sebagai narasumber utama Ahmad Baso menjabarkan Islam bahwa ditilik dari historiografinya Islam Nusantara sebetulnya setiap hari kita lakoni, sudah 5 abad berIslam Nusantara.
“Dulu diangkat para wali dengan nama “Din Arab Jawi”, jawi itu nusantara. Kenapa jawi, karena para wali ingin membangun karakter keIslaman kita sebagai mercusuar Islam rahmatan lil ‘alamin untuk menyinari seiisi bumi,” papar Dosen Instika Annuqayah Guluk-guluk itu.
Lanjutnya, Kiai Ridwan Abdullah menciptakan logo NU inspirasinya dari “Ana Jawi” atau “Din Arab Jawi” yang diterjemahkan sekarang adalah Islam Nusantara. Semua itu ada sumber otentiknya.
“Hal itu bisa terlihat dari manuskrip/naskah pegon yang diriwayatkan oleh Sultan Hasanuddin, Banten yang sudah ditulis beberapa kali dan sanadnya jelas. Didalamnya ada riwayat yang menyebut, Sunan Ampel ditanya oleh sahabatnya dari Arab namanya Syeikh Syarafuddin terkait identitas dirinya “Anda itu orang Apa?” secara mengejutkan jawaban Sunan Ampel adalah “Hamba Wong Jawi”, pungkasnya.
Jadi sanadnya NU, bola dunia sampai bintang sembilan dll sangatlah jelas dari Kanjeng Sunan Ampel. Ini adalah dokumen yang pernah diangkat oleh ulama Ampel waktu haul 1 tahun wafatnya Syaikhona Kholil Bangkalan.
“Ulama Ampel menyerukan agar NU harus berdiri agar kita menjalankan Amanahnya Kanjeng Sunan Ampel, maka setelah itu terbentuklah yang nanya Nahdlatul Ulama (NU). Terlepas dari itu semua, adapun cikal bakal Peradaban Islam lahir di bumi nusantara tidak lepas dari andil Syeikh Jumadil Kubro,” Kiai Ahmad Baso mengisahkan.
Kiai Ahmad Baso, mengulas juga bahwa Syeikh Jumadil Kubro adalah leluhur para Wali Songo sebagai perintis penyebaran ajaran Islam ditanah Jawa, termasuk Sunan Ampel yang merupakan cucunya. Syeikh Jumadil Kubro memulai dakwahnya dari India (malabar) dengan mendirikan sebuah pesantren yang berdampingan dengan penduduk Hindu di India.
“Ini membuktikan bahwa sejak dulu umat Islam bisa hidup berdampingan secara damai dengan mayoritas pemeluk Hindu (non-muslim) pada waktu itu. Istilah santri yang kental akan dunia pesantren muncul dizamannya beliau,” ulasnya.
Kemudian, beliau sampai ke bumi nusantara lewat jalur ekonomi/perdagangan lintas benua untuk berdakwah bukan dengn menggunakan kekuasaan ataupun bahkan khalifah dan beliau melakukan akulturasi di dalamnya.
“Maka dari itu, proses itulah sehingga Sunan Ampel menyebut dirinya “Hamba Wong Jawi” yang disebut oleh naskah-naskah jawa “Ana Jawi” atau istilah Nusantara. Jelasnya.
“Para wali sendiri membangun pangkalan-pangkalan Islamisasi di Nusantara yaitu mencari tempat strategis di daerah pesisir maupun di pegunungan yang ada mata airnya, termasuk daerah Kediri dengan ditemukannya banyak pesantren kemudian di lembah Solo dan juga Jawa Barat sebagai pangkalannya Sunan Gunung Djati,” ungkap Kiai Ahmad Baso.
Sebagai kesimpulan, Islam Nusantara adalah Islam yang disuarakan dan diamalkan oleh para ulama dan umat Islam Indonesia yang menjadi kiblatnya Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Tutup Kiai Jamal sebagai moderator.
Kajian aktual tersebut di moderatori oleh KH Jamaluddin F Hasyim Ketua Bidang Luar Negeri LADISNU, dan Dr. KH. Fuad Thohari, MA, sebagai pemateri pembanding. Kegiatan kajian kali ini disempurnakan dengan doa penutup majelis oleh Dr. KHM Nurul Irfan. (MFA)