Perlu sumber sejarah yang kuat untuk menarasikan peristiwa sejarah yang pernah terjadi agar tidak bercampur dengan mitos atau legenda. Meski peristiwa itu memang pernah ada, tidak serta merta dianggap itu sebagai peristiwa sejarah, atau yang menyejarah. Legenda belum bisa menyajikan kebenaran faktual pada suatu kejadian sekalipun itu mengandung nilai-nilai kebaikan, nilai kebenaran atau bisa jadi keraifan lokal.
Kita tinggal di satu tempat dimana kearifan lokal menawarkan keindahan, kebaikan dan kebenaran. Dari itu kita disuguhkan banyak cerita terkait nilai-nilai lokal yang diwariskan oleh leluhurnya. A.S. Padmanugraha dalam “Common Sense Outlook on Local Wisdom and Identity: A Contemporary Javanese Natives” (2010) menuliskan, kearifan lokal merupakan bagian dari budaya suatu masyarakat yang tidak dapat dipisahkan dari bahasa masyarakat itu sendiri.
Suguhan nilai dari kearifan lokal biasanya diwariskan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi melalui cerita dari mulut ke mulut. Dicontohkan, kearifan lokal terdapat dalam cerita rakyat, peribahasa, lagu, permainan rakyat, dan sejenisnya.
Satu diantara tumpukan cerita-cerita atau riwayat yang berasal dari daerah adalah riwayat Ki Buyut Wangsa, yang konon ada peran di awal penyebaran Islam di Banten. Tepatnya di Banten bagian Utara, yaitu desa Bolang Kecamatan Lebak Wangi Kabupaten Serang.
Menurut penuturan KH. Syihabudin Hasan, ulama yang dituakan oleh masyarakat Bolang bahwa Ki Buyut Wangsa ini orang sakti yang terpanggil untuk ikut sayembara yang disebarkan oleh pihak keraton Surosowan kala itu, terkait siapa yang bisa membunuh burung Garuda raksasa maka ia mendapat imbalan dan pengakuan keluarga dari Sultan Banten.
Garuda raksasa yang jadi objek sayembara tersebut telah banyak memakan korban manusia, sehingga menjadi perhatian pihak Surosowan. Jika dianalisa dengan pendekatan biologis, abad 16 Masehi burung besar macam Garuda raksasa itu sudah tidak ada, karena ia hidup di zaman manusia purba. Beda halnya jika kita hubungkan dengan hal-hal misteri, bisa jadi jelmaan jin atau siluman yang kebetulan haus akan darah.
Sebelumnya sayembara tersebut jarang yang menyanggupi sehingga kemudian datang seorang yang berasal dari dusun Bolang masuk wilayah pelabuhan Pontang (Port Pondam) untuk memberanikan diri ikut sayembara membunuh Garuda raksasa tersebut.
Dihadapan Sultan Banten, ia menyanggupi untuk membunuh Garuda raksasa dalam waktu yang tidak lama. Masih menurut KH. Syihabudin proses membunuh Garuda raksasa tersebut tidak lebih dari 2 minggu, karena tubuh Ki Buyut Wangsa mensengaja untuk dicengkram kaki Garuda untuk kemudian satu persatu jari-jari kaki burung raksasa itu dipotong oleh alat tajam yang dibawanya.
Dalam waktu yang bersamaan setelah anggota tubuh burung raksasa terpotong-potong oleh tangan Ki Buyut Wangsa, akhirnya burung tersebut jatuh di lapangan dekat keraton Surosowan. Maka sultan Banten ( menurut pitutur bahwa yang dimaksud adalah Kanjeng Maulana Hasanuddin ) atas kejadian itu sang sultan menunaikan janjinya untuk memberikan wilayah tertentu kepada Ki Buyut Wangsa.
Ki Buyut Wangsa, ini ternyata berasal dari Gujarat India yang punya peran dalam penyebaran Islam di wilayah Banten bagian Utara, nama Wangsa dikisahkan hasil gelar dari sang sultan karena ia bernama asli Wasi’uddin, orang Gujarat India yang datang di saat berlangsungnya dakwah Islam di bekas wilayah kekuasaan kerajaan Pajajaran.
Adalah Pijnapel, seorang ilmuwan dari Universitas Leiden, Belanda. Menurutnya Islam dibawa ke Indonesia sejak awal abad ke 13 Masehi oleh pedagang asal Gujarat, India Barat. Menurut Pijnapel, masuknya Islam ke Nusantara didasarkan pada hubungan dagang antara masyarakat Nusantara dengan pedagang Gujarat yang datang lewat jalur Indonesia-Cambay-Timur-Tengah-Eropa.
Teori Gujarat ini didukung oleh ilmuwan Belanda lain yaitu Snouck Hurgronje yang mengatakan hubungan dagang Nusantara dengan pedagang Gujarat sudah berlangsung lebih awal, bahkan sebelum orang-orang Arab datang.
Dari riwayat ini kita bisa memetik maknanya bahwa orang Gujarat punya kontribusi besar dalam proses penyebaran Islam di wilayah Nusantara di abad 13 hingga abad 16 Masehi. Sekaligus makna kepahlawanan dalam upaya menyelamatkan nyawa manusia dari keganasan Garuda raksasa.
KHM. Hamdan Suhaemi, Wakil Ketua PW GP Ansor Banten, Ketua PW Rijalul Ansor Banten, Sekretaris komisi Haub MUI Banten, dan Sekretaris Tsani Idaroh wustho Jam’iyah Ahlith Thoriqah Mu’tabaroh An-Nahdliyah Jatman Banten.