Bali, Liputan9.id – Nahdlatul Ulama (NU) meyakini forum Religion 20 (R20) yang mereka gagas dapat berdampak konkret mengatasi krisis dunia, meskipun forum ini tidak menerbitkan sejenis kesepakatan untuk diratifikasi oleh para delegasinya. Juru bicara NU untuk forum R20, Muhammad Najib Azca, menyampaikan bahwa menurut sudut pandang mereka, dampak konkret dari forum global tak melulu berbentuk gerakan politik.
“Kami percaya R20 sebagai bagian dari gerakan spiritual dan kultural yang tidak kurang pentingnya daripada politik,” kata Najib dalam jumpa pers di Grand Hyatt Hotel, Nusa Dua, Bali, Selasa (1/11/2022).
“Tentu saja gerakan spiritual dan kultural R20 punya dampak dan dimensi politik dan kami sangat menyadari ini,” lanjutnya.
Dimensi politik dari R20 yang diklaim sebagai “gerakan spiritual dan kultural” dianggap berasal dari pengaruh para pemimpin agama dan aneka sekte dunia yang hadir dalam forum yang akan dihelat pada 2-3 November 2022 ini. Total negara negara yang terkonfirmasi hadir pada perhelatan R20 sebanyak 32 negara dengan 464 partisipan.
Forum tersebut akan menghadirkan 40 pembicara dari lima benua, termasuk di antaranya Sri Paus Fransiskus yang akan hadir secara virtual dari Vatikan.
“Kenyataan bahwa R20 menjadi engagement event G20 tentu bermakna bahwa kita tidak terisolasi sebagai gerakan keagamaan belaka, tapi kita berkaitan dan berhubungan baik dengan pemerintah serta kekuatan politik lain,” jelas Najib yang juga Wakil Sekretaris Jenderal PBNU.
Sebelumnya, Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf menyebut bahwa gagasan R20 telah lahir sejak Desember 2021.
Sejumlah tokoh kenamaan NU, seperti Yahya dan pamannya yang juga Mustasyar PBNU, Ahmad Mustofa Bisri, kini ambil peran dalam lembaga swadaya Center of Shared Civilizational Value (CSCV) berbasis di Amerika Serikat yang bakal jadi kesekretariatan permanen R20. (Sumber: Kompas.com)