Hari ke-26 Mekah, Jum^at 15 Juli 2022 Rebutan Jum’atan. Perempuan berdesak-desakan an dengan laki-laki mau Sholat Jum’at? Jama’ah seenaknya melangkahi kepala dan Pundak?
Jangan Langkahi Pundak Apalagi Kepala…..
Hari Jumat merupakan hari spesial bagi umat muslim dan menjadi hari yang paling utama dalam satu minggu, dan malamnya merupakan malam yang utama setelah malam lailatul qadr. Di hari itu, ada satu ibadah yang wajib dilaksanakan hanya bagi laki-laki.
Shalat Jumat tidak diwajibkan bagi muslimah, namun tidak ada dalil khusus yang melarang muslimah untuk menjalankan sepanjang tidak menghalangj atau menyebabkan laki2 kesulitan untuk jumatan. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Shalat Jumat wajib bagi setiap muslim kecuali empat golongan; hamba sahaya, perempuan, anak kecil, dan orang sakit.”
Beberapa ulama di Arab Saudi dan Timur Tengah menyarankan kaum wanita untuk tidak ikut shalat berjamaah di masjid. Ikut shalat Jumat, fitnahnya lebih besar dibanding shalat berjamaah biasa. Namun, hal ini hanya sebatas saran dan tidak masuk dalam ranah hukum wajib.
Pada masa Rasulullah SAW, ada beberapa wanita yang ikut menghadiri shalat Jumat. Salah satunya, Ummu Hisyam binti al-Harits. Dalam Hadis Riwayat Muslim, berkata, “Tidaklah saya hafal surah Qaaf melainkan langsung dari mulut Rasulullah SAW yang dibacanya setiap kali khutbah Jumat.”
Berdasarkan hadis di atas, muslimah yang mengerjakan shalat Jumat, shalatnya sah dan tidak perlu sholat Dhuhur lagi. Sepanjang kehadirannya ke masjid tidak menimbulkan fitnah atau menghalangi kaum laki-laki untuk sholat Jumat.
Di beberapa negeri mayoritas muslim, misalnya di Timur Tengah, beberapa masjidnya menyediakan fasilitas ruangan khusus bagi wanita yang ingin menunaikan shalat Jumat. Misalnya Masjid Al-Azhar, Kairo dan Masjid Nabawi di Madinah.
Masjid al Haram Mekah, di bangunan baru, tertulis area tempat sholat ibu-ibu (mushalla li al-Nisa’). Meskipun di hari Jum^at, tempat ibu2 ini lebih banyak diisi jama’ah laki-laki, sangat jarang terlihat ada ibu-ibu di tempat ini. Harusnya ada kesadaran ibu-ibu, di saat hari Jum’at di mana jamaah laki-laki membludag seperti di masjid al Haram, alalagi ketika musim haji, ibu2 cukup sholat Dhuhur di rumah masing-masing. Masih banyak amalan yang bisa dilakukan ibu-ibu di rumah pada hariJum’at untuk mendapatkan fadlilah hari Jum’at.
Pelanggaran Yang Lumrah Terjadi
Pelanggaran masih sering dilakukan kaum muslimin ketika sholat jumat di masjid al Haram. Salah satunya, mereka melangkahi pundak/kepala jama’ah saat mau sholat berjama’ah, khususnya sholat Jum’at.
Padahal, ngelangkahi pundak dan kepala, baik sebelum atau sesudah khatib khutbah, tidak diperbolehkan. Ketika mereka (orang-orang hitam atau kulit putih) telat datang, ada celah kecil saja yang (sebetulnya tdk muat 1 orang) celah itu sekedar membuat nyaman, mereka langsung nyamber, dusel-dusel…Sambil dalil-dalil…tafassahu. yafsahillah, sampe kita harus ngalah ngasih celah. Kalau tidak dikasih ngamuk mereka baru berhenti ceramah…setelah kita pada ngalah.
Banyak bahkan, di antara mereka begitu santainya melangkahi pundak-pundak atau kepala jama^ah lainnya, untuk berjalan maju, mendapatkan satu tempat yang kosong meskipun jadi sempit dan tidak nyaman.
Padahal, tindakan semacam ini, sangat dilarang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan beliau menyebutnya sebagai perbuatan yang mengganggu dan menyakitkan.
Abdullah bin Busr radhiyallahu ‘anhu bercerita, Ada seseorang, dia melangkahi pundak-pundak jama^ah ketika jum^atan. Sementara Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang berkhutbah. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan orang ini,
اجْلِسْ ، فَقَدْ آذَيْتَ
“Duduk!, kamu telah nyakiti dan mengganggu” (HR. Abu Daud no. 1118, Ibn Majah, no. 1115).
Bagaimana pendapat ulama, hukum melangkahi pundak ketika mau berjama^ah atau jumatan?
Pendapat pertama, hukumnya makruh. Ini merupakan pendapat mayoritas ulama, termasuk pendapat ulama Syafiiyah, dan madzhab Hambali. (Fathul Bari, 2/392).
Bagi Imam Malik dan al-Auza’I, larangan makruh ini berlaku jika khatib sudah naik mimbar. Artinya, jika orang melangkahi jamaah sebelum khutbah dimulai, tidak makruh. Dalam kitab al-Mudawwanah dinyatakan,
وقال مالك : إنما يكره التخطي إذا خرج الإمام ، وقعد على المنبر ، فمن تخطى حينئذ فهو الذي جاء فيه الحديث ، فأما قبل ذلك فلا بأس به إذا كانت بين يديه فُرَجٌ ، وليترفق في ذلك
Iman Malik mengatakan, dimakruhkan melangkahi pundak jama^ah, hanya ketika imam sudah naik mimbar. Siapa yang melangkahi pundak jamaah setelah imam naik mimbar, dia terkena larangan dalam hadis. Sementara orang yang melangkahi pundak sebelum imam naik mimbar, diperbolehkan, jika di depannya ada celah. (al-Mudawwanah, 1/159).
Pendapat kedua, melangkahi pundak apalagi kepala jama^ah, hukumnya haram mutlak, baik dilakukan ketika jum^atan maupun di luar jum^atan. Berdasarkan hadis Abdullah bin Busr di atas. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutnya sebagai tindakan yang mengganggu atau menyakitkan.
Pendapat ke dua (2) ini yang dinilai kuat dan dipilih mayoritas ulama misalnya; Ibnul Mundzir, Ibnu Abdil Bar, imam al-Nawawi al Dimasyqi, dll. Ulama-ulama Wahabi misalnya Utsaimin. Ikut pendapat ke dua ini (tumben bener…ni Wahabi).
Al-Nawawi menukil keterangan Ibnul Mundzir, ^mengapa ngelangkahi pundak dan kepala jama^ah ini haram^, dgn pernyataannya;
لأن الأذى يحرم قليله وكثيره ، وهذا أذى ، كما جاء في الحديث الصحيح قال النبي صلى الله عليه وسلم لمن يراه يتخطى : (اجلس فقد آذيت)
Artinya: mengganggu atau menyakiti, status hukumnya haram, baik sedikit maupun banyak. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menegur keras orang yang melangkahi pundak-pundak (apalagi kepala) jama’ah, dgn komentar pendek, “Duduk, kamu telah mengganggu dan menyakiti.” (al-Majmu’ Syarh. al Muhadzab, 4/547).
Ayoo, jama’ah haji Indonesia yang tertib, jangan ikut-ikutan mereka ngawur seperti itu. Ketika tulisan ini dibuat, tidak jauh dari tempat saya duduk, jama’ah ribut minta masuk ke dalam masjid yang sebelumnya dibatasi para penjaga. Wallahu A’lam.
Dr. KH. Fuad Thohari, MA., adalah Ketua Lajnah Dakwah Islam Nusantara (LADISNU) dan seorang pendakwah juga akademisi yang bergelut dalam bidang Tafisr dan Hadist. Setelah menimba ilmu di Ponpes Salaf Al – Falah, Ploso, Kediri, Jawa Timur, beliau kemudian menempuh pendidikan perguruan tinggi hingga s3 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam bidang Tafsir Hadist. Alumni Pendidikan Kader Ulama (PKU) MUI ini merupakan dosen di Sekolah Pascasarjana almamaternya dan mengisi berbagai kajian keagamaan di masjid, majlis taklim, seminar ilmiah, stasiun televisi dan radio di wilayah Jabodetabek. Di tengah padatnya kegiatan tersebut, beliau juga aktif terlibat dalam organisasi keagamaan Majelis Ulama’ Indonesia wilayah DKI Jakarta dalam bidang fatwa, dan aktif di Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama’ PBNU. Memiliki sejumlah karya yang dapat dilihat di http://penerbitbukudeepublish.com/penulis/fuad-thohari/ dan beberapa judul di bawah ini; 1.Hadis ahkam; kajian hukum pidana islam 2.Kumpulan Fatwa MUI DKI jkt 2000 sd 2018…(5 buku). 3.Manasik Haji dan Umroh 4.Metode Penetapan Fatwa bagi Da’i 5.Artikel jurnal nasional (puluhan judul) 6.Deradikalisasi Pemahaman al Qur”an dan Hadis 7.Khutbah Islam tentang Terorisme 8.talkshow di TV nasional, Radio, dll. Selain itu, beliau pernah melakukan penelitian di berbagai negara, antara lain; Malaysia, Singapore, Thailand, India, China, Mesir, Palestina, Yordania, Iran , Turki, Saudi Arabia, Tunisia, dll. Beliau bisa dihubungi langsung via WA (081387309950)