Masjid Nabawi (bahasa Arab: المسجد النبوي); masjid yang didirikan Nabi Muhammadﷺ, berlokasi di pusat kota Madinah, Arab Saudi. Masjid Nabawi, masjid ke-tiga yang dibangun dalam sejarah Islam dan kini menjadi salah satu masjid terbesar di dunia dan menjadi tempat paling suci ke dua dalam agama Islam, setelah masjid al-Haram di Mekah[2].
Masjid Nabawi merupakan bekas rumah Rasulullah ﷺ setelah hijrah (pindah) ke Madinah pada tahun 622 M. Pada saat itu, masjid dijadikan tempat berkumpul, majelis ilmu, dan tempat berbincang strategi dakwah. Lokasi masjid Nabawi berada di tempat pengeringan buah kurma milik anak yatim dua bersaudara, Sahl dan Suhail bin Amr. Rasulullah saw membeli tanah ini untuk dibangun masjid dan kediaman Beliau.
Bangunan masjid di zaman Nabi saw awalnya didirikan tanpa atap. Selama hampir sembilan tahun di awal pembangunannya, masjid ini tanpa lampu penerangan di malam hari. Hanya di waktu Isya’ ada sedikit penerangan dengan membakar jerami. Di salah satu sisi masjid dibangun rumah Nabi SAW. Di sisi lain ada bagian yang digunakan untuk tempat tinggal ahlu al-Sufah.
Walaupun tidak disebutkan secara khusus dalam Al-Qur’an seperti masjid Quba’, masjid Nabawi memiliki banyak keistimewaan. Rasul saw pernah bersabda:
صَلاَةٌ فِى مَسْجِدِى أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلاَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ وَصَلاَةٌ فِى الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَفْضَلُ مِنْ مِائَةِ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيمَا سِوَاهُ
Artinya: “Shalat di masjidku ini lebih utama daripada shalat di masjid lain seribu kali lipat, kecuali masjid al-Haram. Shalat di masjid al-Haram lebih utama seratus ribu kali dibandingkan shalat di masjid lain”.
Shalat Arba’in, shalat berjama’ah sebanyak 40 waktu berturut-turut di masjid Nabawi Madinah dan tidak boleh tertinggal takbirat al-ihram imam. Dasarnya riwayat hadis sbb.:
مَنْ صَلَّى فِي مَسْجِدِي أَرْبَعِينَ صَلاةً، لاَ يَفُوتُهُ صَلاةٌ، كُتِبَتْ لَهُ بَرَاءَةٌ مِنَ النَّارِ، وَنَجَاةٌ مِنَ الْعَذَابِ، وَبَرِئَ مِنَ النِّفَاقِ
Artinya: “Barang siapa shalat di masjidku empatpuluh shalat berjama’ah tanpa ketinggalan sekalipun, dicatatkan baginya kebebasan dari Neraka, keselamatan dari siksaan, serta bebas dari kemunafikan”.
Shalat Arba’in banyak dilakukan jama’ah haji dari seluruh dunia, termasuk jama’ah haji dari Indonesia. Ulama menilai, hadits ini dha’if (lemah). Berziarah ke masjid Nabawi tidak ada batasan waktunya, apakah berziarah sejam atau dua jam, sehari atau dua hari, atau lebih dari itu, tidaklah mengapa”.
Terdapat hadits shahih lain tentang shalat Arba’in, akan tetapi berbeda dengan hadis yang disebut sebelumnya. Hadits tersebut bersumber dari sahabat Anas bin Malik, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ صَلَّى لِلَّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا فِي جَمَاعَةٍ يُدْرِكُ التَّكْبِيرَةَ الأُولَى كُتِبَ لَهُ بَرَاءَتَانِ: بَرَاءَةٌ مِنَ النَّارِ، وَبَرَاءَةٌ مِنَ النِّفَاقِ.
Artinya: “Barang siapa shalat berjama’ah karena Allah 40 (empat puluh) hari tanpa ketinggalan takbir pertama, dicatatkan baginya dua kebebasan; kebebasan dari Neraka dan kebebasan dari kemunafikan 2.
Al-Baihaqi dalam kitabnya, Syu’ab ul Iman, diriwayatkan dari Anas bin Malik radliyallah ‘anhu menyebutkan:
مَنْ وَاظَبَ عَلَى الصَّلَوَاتِ الْمَكْتُوْبَةِ أَرْبَعِيْنَ لَيْلَةً لا تَفُوْتُهُ رَكْعَةٌ كَتَبَ اللهُ لَهُ بِهَا بَرَاءَتَيْنِ، بَرَاءَةٌ مِنَ النَّارِ وَبَرَاءَةٌ مِنَ النِّفَاقِ
Artinya: Siapa yang menekuni (menjaga dengan teratur) shalat wajib selama 40 malam, tidak pernah tertinggal satu raka’atpun, Allah akan mencatat untuknya dua kebebasan; yaitu terbebas dari Neraka dan terbebas dari kenifakan. (HR. Al-Baihaqi, Syu’ab ul Iman, no. 2746).
Perbedaan dengan riwayat sebelumnya adalah shalat jama’ah itu dilakukan selama 40 hari (bukan 40 waktu/delapan hari) dan tidak mesti dilaksanakan di masjid Nabawi, tetapi bisa dilakukan di masjid mana saja. Siapa yang rutin shalat berjama’ah di masjid manapun tepat waktu selama 40 hari berturut–turut, akan mudah mendapatkan keutamaan ini.
Shalat Arba’in yang banyak dinanti-nanti dan diupayakan untuk dijaga dan dilakukan jama’ah haji ketika berada di Madinah, memberikan beberapa konsekuensi karena harus berturut-turut dan tidak boleh tertinggal takbiratur ihram bersama imam. Padahal, jama’ah haji terkadang ketiduran, kurang fit atau terlalu capek akhirnya terlambat. Akibat terlambat, pasti akan terburu-buru bahkan berlari kencang untuk mengejar takbirat ur-ihram bersama imam. Padahal tubuh sedang tidak fit atau sedang sakit. Ini tentu menyalahi sunnah, di mana Nabi saw menyuruh umat Islam agar datang ke masjid dengan tenang dan tidak tergesa-gesa, adapun yang tertinggal bisa di sempurnakan setelahnya. Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا سَمِعْتُمُ الإِقَامَةَ، فَامْشُوا إِلَى الصَّلاَةِ وَعَلَيْكُمْ بِالسَّكِينَةِ وَالوَقَارِ، وَلاَ تُسْرِعُوا، فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا، وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوا
Artinya: Jika kalian mendengar iqamat, berjalanlah untuk shalat dengan tenang dan pelan, jangan terburu-buru. Shalatlah bersama imam sedapatnya, dan sempurnakan sendiri bagian yang tertinggal.
Ketika ketiduran atau tertinggal takbirat ul-ihram shalat Arba’in, biasanya jama’ah akan merasa sangat sedih. Padahal mayoritas jama’ah haji dan umrah umumnya pernah tertinggal takbirat ul ihram, baik karena sakit, kecapekan, ketiduran atau mengurus keluarga yang sakit. Mereka sangat sedih tidak mendapatkan keutamaan shalat Arba’in. Akibatnya mereka murung, tidak semangat, dan bisa jatuh sakit karena anggapan mereka, tujuan utama di Madinah adalah shalat Arba’in.
Selain itu, jama’ah yang tidak diprogram tinggal di Madinah selama 8 hari, bisa saja kemudian memaksakan diri. Bahkan terkadang bekal tidak cukup, rela ditinggal rombongan karena ingin mengejar shalat Arba’in (40 waktu). Belum lagi bagi jama’ah haji wanita, mereka terkadang kecewa, ketika sedang semangat Shalat Arbain, tiba-tiba datang haid. Akibatnya, merek bisa jadi uring-uringan dan banyak menggerutu.
Padahal, bagi jama’ah haji wanita, tentunya perlu mempertimbangkan dan merenungi hadits Nabi saw bahwa shalat di rumah atau di hotel bisa jadi lebih baik bagi mereka daripada shalat di Masjid Nabawi. Dalam satu riwayat disebutkan bahwa seorang sahabat wanita dinasehati Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam agar shalat di rumahnya karena dipandang lebih baik dari pada shalat di masjid Nabawi.
Memang bagi sebagaian besar jama’ah Haji Indonesia beranggapan, shalat di masjid Nabawi di Madinah dipandang lebih utama dibandingkan shalat di masjid lain berdasarkan riwayat hadis Nabi saw. Terlebih kesempatan ini sangat jarang dialami jama’ah Haji Indonesia. Padahal, Rasulullah saw pernah menjelaskan persoalan tersebut dalam hadisnya, sebagai berikut:
عَنْ أُمِّ حُمَيْدٍ امْرَأَةِ أَبِي حُمَيْدٍ السَّاعِدِيِّ، أَنَّهَا جَاءَتِ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي أُحِبُّ الصَّلَاةَ مَعَكَ، قَالَ: «قَدْ عَلِمْتُ أَنَّكِ تُحِبِّينَ الصَّلَاةَ مَعِي، وَصَلاتُكِ فِي بَيْتِكِ خَيْرٌ لَكِ مِنْ صَلاتِكِ فِي حُجْرَتِكِ، وَصَلاتُكِ فِي حُجْرَتِكِ خَيْرٌ مِنْ صَلاتِكِ فِي دَارِكِ، وَصَلاتُكِ فِي دَارِكِ خَيْرٌ لَكِ مِنْ صَلاتِكِ فِي مَسْجِدِ قَوْمِكِ، وَصَلاتُكِ فِي مَسْجِدِ قَوْمِكِ خَيْرٌ لَكِ مِنْ صَلاتِكِ فِي مَسْجِدِي»
Artinya: Diriwayatkan dari Ummu Humaid –istri Abu Humaid al-Sa’idi bahwa ia mendatangi Nabi –shallallahu ‘alaihi wasallam- dan berkata, “Wahai Rasulullah, sungguh saya senang shalat bersamamu.” Nabi –shallallahu ‘alaihi wasallam- berkata, “Aku sudah tahu itu, dan shalatmu di bagian dalam rumahmu lebih baik bagimu dari shalat di kamar depan. Shalatmu di kamar depan lebih baik bagimu dari shalat di kediaman keluarga besarmu. Shalatmu di kediaman keluarga besarmu lebih baik bagimu dari shalat di masjid kaummu, dan shalatmu di masjid kaummu lebih baik dari shalat di masjid Nabawi’4.
Berziarah ke masjid Nabawi termasuk ibadah. Penyataan ini sesuai dengan sabda Rasul saw., sbb.:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عن النَّبِي – صلى الله عليه وسلم – قَالَ: «لاَ تُشَد الرحَالُ إِلا إِلَى ثَلاَثَةِ مَسَاجِدَ: مَسْجِدِي هذَا، وَمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِ الأَقْصَى»[1].
تخريج الحديث:
الحديث أخرجه مسلم حديث (1397)، وأخرجه البخاري في “كتاب فضل الصلاة في مسجد مكة والمدينة”، “باب فضل الصلاة في مسجد مكة والمدينة”، حديث (1189)، وأخرجه أبو داود في “كتاب المناسك”، “باب في إتيان المدينة”، حديث (2033)، وأخرجه النسائي في “كتاب المساجد”، “باب ما تشد الرحال إليه من المساجد”، حديث (699).
Artinya: Tidak dianjurkan untuk diziarahi, kecuali menziarahi tiga masjid, yaitu masjidil Haram, Masjidku ini (Masjid Nabawi) dan masjidil Aqsa.”
Masjid Nabawi merupakan salah satu tempat yang tidak disebutkan dalam kitab suci Al-Quran. Kemajuan masjid ini tidak lepas dari pengaruh kemajuan penguasa-penguasa Islam. Pada tahun 1909, masjid ini menjadi tempat pertama di Jazirah Arab yang diterangi pencahayaan listrik.[3] Masjid ini berada di bawah perlindungan dan pengawasan Penjaga Dua Tanah Suci.[4]
Masjid Nabawi lokasinya berada tepat di tengah kota Madinah, dengan beberapa hotel dan pasar yang mengelilinginya. Masjid ini menjadi tujuan utama para jama’ah Haji ataupun Umrah[4] , selain Makam Nabi saw dan Raudloh. Beberapa jama’ah mengunjungi makam sahabat Abu Bakar dan makam sahabat Umar bin Khattab yang berada dalam satu lokasi yang sama, untuk menelusuri jejak kehidupannya di Madinah4]
Meskipun di akhir bulan Juli 2022, kota Madinah berada di level cuaca yang ekstrem panas, dengan suhu rata-rata dikisaran 49 Derajat Celcius, Jama’ah haji tidak perlu khawatir akan kepanasan ketika shalat di Masjid Nabawi. Seluruh penjuru ruangannya terasa sejuk dan dingin. Kesejukan udara di dalam masjid Nabawi ini berasal dari 2.554 buah pilar dalam bangunan masjid yang ditanami ventilasi AC dengan teknologi modern yang memancarkan udara sejuk kisaran 18-20 derajat Celcius.
Masjid Nabawi: Historis Makam Nabi saw dan Makam Dua (2) Sahabat
Masjid Nabawi, masjid ke dua yang dibangun Nabi Muhammad saw, setelah masjid Quba yang didirikan dalam perjalanan hijrah dari Mekah ke Madinah. Masjid Nabawi dibangun sejak saat pertama Nabi Muhammad saw tiba di Madinah. Lokasi masjid dipilih unta tunggangan Nabi saw. Lokasi itu semula adalah tempat penjemuran buah kurma milik anak yatim dua bersaudara Sahl dan Suhail bin ‘Amr, yang kemudian dibeli Nabi Muhammad saw. untuk dibangun masjid dan tempat kediaman beliau7.
Awalnya, masjid Nabawi berukuran sekitar 50 m × 50 m, dengan tinggi atap sekitar 3,5 m9. Tembok di ke empat sisi masjid terbuat dari batu bata dan tanah, sedangkan atapnya dari daun kurma dengan tiang-tiang penopangnya dari batang kurma. Sebagian atapnya dibiarkan terbuka begitu saja. Selama sembilan tahun pertama, masjid ini tanpa penerangan di malam hari. Hanya di waktu Isya’, ada sedikit penerangan dengan membakar jerami7. Saat itu luas masjid 305 meter (1.001 ft) × 3.562 meter (11.686 ft),11 dengan tiga pintu masjid yaitu Bab-al-Rahmah menghadap ke Selatan, Bab-al-Jibril menghaadap ke Barat dan Bab-al-Nisa menghadap ke Timur.11]
Setelah Pertempuran Khaibar, masjid diperbesar12. Perluasan masjid untuk 4.732 meter (15.525 ft) pada salah satu sisi dan tiga ruas pilar dibangun disamping tembok bagian Barat13.
Pembangunan masjid Nabawi dilakukan Khalifah Abu Bakar, Umar bin Khattab, dan Utsman bin Affan. Ketiga khalifah ini membangun masjid Nabawi dengan sederhana agar tidak menimbulkan fitnah. Pada masa ketiga khalifah ini, bangunan masjid Nabawi dibuat sama dengan bangunan pada masa Nabi Muhammad saw masih hidup. Pada masa pemerintahan Utsman bin Affan, bagian Masjid Nabawi yang diganti hanya bagian atap. Awalnya, atap masjid Nabawi terbuat dari pelepah kurma, lalu diganti dengan kayu jati 50.
Masjid mengalami perubahan saat pemerintahan Khulafaur Rasyidin Abu Bakar.[13] Khalifah kedua Umar bin Khattab meratakan semua rumah dekat masjid kecuali rumah istri Nabi Muhammad saw untuk memperbesar masjid ini.[14] Dimensi ukuran masjid baru saat itu menjadi 5.749 meter (18.862 ft) × 6.614 meter (21.699 ft). Lumpur digunakan untuk dinding penutup. Selain ditaburi kerikil di lantainya, tinggi atap ditambah hingga 56 meter (184 ft). Khalifah Umar sedikitnya membangun tiga konstruksi gerbang baru sebagai pintu masuk[15].
Khalifah ketiga Utsman merobohkan masjid ini pada tahun 649 M. Sepuluh bulan dihabiskan untuk membuat bentuk persegi panjang masjid yang menghadap ke Ka’bah di Mekkah. Masjid baru tersebut berukuran 8.140 meter (26.710 ft) × 6.258 meter (20.531 ft). Jumlah gerbang disamakan pada bangunan sebelumnya.[16] Dinding pembatas terbuat dari lapisan bata dengan adukan semen. Tiang-tiang batang kurma digantikan pilar batu yang disatukan dengan besi tempa. Kayu jati juga dimanfaatkan dalam rekonstruksi langit-langit17.
Masjid Nabawi pada masa Kesultanan Utsmaniyah
Pada 707, Khalifah Umayyah Al-Walid bin Abd al-Malik merenovasi masjid. Renovasi ini memakan waktu tiga tahun. Bahan-bahan material masjid Nabi didatangkan dari Bizantium.[18] Area masjid diperluas, dari 5094 meter persegi pada masa Utsman bin Affan menjadi 8672 meter persegi. Sebuah tembok dibangun untuk memisahkan masjid dan rumah istri Nabi Muhammad saw. Masjid direnovasi berbentuk trapesium dengan panjang 10.176 meter (33.386 ft). Untuk pertama kalinya, beranda dibangun di masjid menghubungkan bagian Utara. Untuk pertama kalinya, menara masjid (minaret) dibangun di Madinah, berjumlah empat menara.[19]
Khalifah Abbasiyah al-Mahdi memperluas masjid ke Utara sebanyak 50 meter (160 ft). Namanya juga ditulis pada dinding masjid. Khalifah juga mengusulkan untuk menghilangkan enam anak tangga menuju mimbar, tetapi usulan ini ditolak, karena hal ini dapat menyebabkan kerusakan yang merugikan.[20] Menurut tulisan Ibnu Qutaibah, khalifah ke tiga memimpin pelapisan makam Nabi dengan marmer.[21] Selanjutnya Al-Ashraf Qansuh al-Ghawri membangun sebuah kubah di atas makam Nabi saw pada 1476.[22]
Kubah Hijau, dalam Richard Francis Burton Pilgrimage, pada 1850 M Raudlah (merujuk pada al-Rawdah al-Mutaharah), mencakup kubah di sudut tenggara masjid,[6] dibangun pada 1817C.E. saat penguasaan Sultan Mahmud II. Kubah di cat hijau pada 1837 dan lebih dikenal dengan nama “Kubah Hijau”.[5]
Sultan Abdul Majid I menghabiskan waktu tiga belas (13) tahun untuk membangun kembali masjid, yang di mulai pada 1849.[23] Batu bata merah digunakan dalam material utama dalam rekonstruksi masjid. Area lantai diperluas hingga 1293 meter persegi. Pada dinding-dindingnya, dilukis ayat-ayat Al-Qur’an dalam bentuk kaligrafi Islam. Pada sisi Utara masjid, sebuah madrasah di bangun untuk “bimbingan mengajar Al-Qur’an [24].
Setelah itu, renovasi masjid Madinah dilakukan besar-besaran di bawah Kesultanan Umayah al-Walid I, dibuatlah tempat di atas peristirahatan terakhir Nabi Muhammad beserta dua Khalifah Rasyidin Abu Bakar dan Umar bin Khattab5]. Ketiga makam ini, titiknya sudah terlihat dari kejauhan, karena area ini ditandai dengan kubah warnah Hijau. Kubah warna hijau ini menjadi salah satu fitur terkenal masjid Nabawi dan selalu dicari para jama’ah haji. Lokasi Kubah Hijau berada di Tenggara masjid,6] yang dulunya merupakan rumah Aisyah,5 di mana kuburan Nabi Muhammad saw berada di bawahnya.
Ketika Saud bin Abdul Aziz merebut Madinah pada 1805, para pengikutnya, Wahabi, merobohkan setiap makam berkubah yang ada di Madinah,[25] termasuk Kubah Hijau yang dikatakan akan segera dihancurkan.[26] Mereka tidak menghendaki orang-orang memuliakan kuburan dan tempat yang dianggap memiliki keajaiban supranatural yang berlawanan dengan tauhid.[27]
Pada tahun 1279/1862, dibuatkan penutup yang terbuat dari kayu dan telah direnovasi sedikitnya dua kali yakni pada abad ke-15 dan pada tahun 1817.4 Kubah Hijau yang ada saat ini dibangun Sultan Utsmaniyah Mahmud II,6 pada tahun 1818 dan dicat hijau pada 1837. Sejak saat itulah kubah yang dibawahnya ada makam Nabi saw tersebut dikenal sebagai “Kubah Hijau5.
Makam Nabi Muhammad dilepaskan dari hiasan emas dan berliannya, tetapi kubah tersebut menjadi salah satu yang masih dipelihara..[25] Kejadian serupa terjadi pada 1925 ketika Ikhwan Saudi kembali merebut dan mengawasi kota Madinah.[28][29][30][31]
Setelah itu berkali-kali masjid ini direnovasi dan diperluas. Renovasi di zaman modern dilkukan Raja Abdul Aziz dari Kerajaan Saudi Arabia, dengan meluaskan masjid ini menjadi 6.024 m² pada tahun 1372 H/1952M. Perluasan ini kemudian dilanjutkan penerusnya, Raja Fahd pada tahun 1414 H/2020M, sehingga luas bangunan masjidnya hampir mencapai 100.000 m², di tambah dengan lantai atas yang mencapai luas 67.000 m² dan pelataran masjid yang dapat digunakan untuk shalat seluas 135.000 m². Masjid Nabawi kini dapat menampung kira-kira 535.000 jema’ah9.
Setelah pendirian Kerajaan Arab Saudi pada 1932, masjid mengalami modifikasi besar. Pada 1951 Raja Ibnu Saud (1932–1953) merencanakan penghancuran bangunan sekitar masjid untuk membuat sayap baru ke Timur dan Barat dari gedung peribadatan utama, dengan tetap kolom beton dengan sentuhan seni. Kolom tertua diperkokoh beton dan dipasang cincin tembaga di atasnya. Minaret (Menara) Suleimaniyya dan Majidiyya dipindahkan menjadi dua Menara (minaret) bergaya Mamluk. Dua menara tambahan ditegakkan ke Barat Daya dan Timur Laut masjid. Sebuah perpustakaan dibangun sepanjang tembok bagian Barat yang menjadi tempat koleksi Al-Qur’an bersejarah dan beragam teks keagamaan lainnya.[24][32]
Pada 1974, Raja Faisal menambahkan 40.440 meter persegi untuk luas masjid.[33] Perluasan masjid juga dilakukan pada masa kekuasaan Raja Fahd pada 1985. Bulldozer digunakan dalam penghancuran bangunan-bangunan di sekitar masjid.[34] Pada 1992, ketika konstruksi ini selesai, wilayah masjid menjadi 1,7 juta kaki. Eskalator dan 27 halaman juga ditambahkan dalam perluasan masjid.[35]
Sebanyak $6 miliar diumumkan untuk perluasan masjid pada September 2012. Pemerintah Arab Saudi melaporkan bahwa setelah proyek selesai, masjid dapat menampung lebih dari 1,6 juta jama’ah.[36] Pada Maret tahun berikutnya, Saudi Gazette menulis, 95 persen penghancuran telah diselesaikan. Sekitar 10 hotel di sisi Timur perluasan dihilangkan serta sejumlah rumah dan fasilitas lain dirobohkan untuk membuat jalur menuju perluasan[37].
Ruang shalat bangunan Utsmaniyah menghadap ke Selatan.[38] Bangunan ini memiliki atap rata dengan 27 kubah yang dapat di geser.[39] Lubang di atas langit-langit masjid merupakan salah satu kubah yang mengiluminasi interior. Atap juga digunakan untuk shalat ketika memasuki masa puncak. Ketika kubah bergeser di atas jalur besi menuju bagian pinggir atap, membuat cahaya tambahan masuk menuju ruang salat utama. Pada masa itu, halaman masjid Utsmaniyah di tambah dengan payung-payung yang membentuk pilar-pilar tunggal.[40] Atap masjid terhubung dengan tangga dan eskalator. Wilayah halaman sekitar masjid juga digunakan untuk salat, dilindungi payung-payung besar.[41] Kubah bergeser dan payung yang dapat terbuka secara otomatis dirancang arsitek Jerman Mahmoud Bodo Rasch beserta perusahaannya, Rasch GmbH dan Buro Happold.[42]
Jantung Masjid Nabawi yang diistimewakan, bernama Raudlah (Taman Surga). Tempat ini adalah bagian dari perluasan makam Nabi Muhammad saw hingga mimbar nya. Jama’ah Haji berebut masuk menuju tempat ini. Untuk masuk ke area ini cukup sulit, utamanya pada musim Haji. Tempat ini hanya menampung maksimal seratus jamaah. Keistimewaan Raudlah diceritakan Abu Hurairah bahwa Nabi Muhammad Bersabda, “Antara rumahku dengan mimbarku adalah salah satu Taman Surga, dan mimbarku itu berada di atas kolamku”.[44]
Terdapat dua mihrab dalam Masjid Nabawi, satu dibangun Nabi Muhammad saw dan yang lainnya dibangun sahabat Usman, Khulafaur Rasyidin ketiga. [46] Di samping mihrab, masjid juga memiliki tempat suci lain yang mengindikasikan sebagai tempat shalat. Ini termasuk mihrab al-tahajjud yang dibangun Nabi Muhammad saw untuk tahajjud, dan mihrab Fatimah.[47]
Mimbar Nabi SAW
Mimbar asli yang digunakan Nabi Muhammad saw hanya “balok kayu kurma”. Mimbar ini berdimensi 50 sentimeter (0,50 m) x 125 meter (410 ft). Juga pada tahun 629, tiga anak tangga ditambah. Khalifah pertama, Abu Bakar dan Umar bin Khattab, tidak menggunakan anak tangga ketiga “karena mengkuti Sunnah”, tetapi Khalifah ketiga Utsman bin Affan menempatkan kubah kain di atasnya dan kursi yang terbuat dari eboni. Mimbar dipindahkan Baybars I pada 1395 dan kemudian Sheikh al-Mahmudi pada 1417. Ini juga dipindahkan Ibnu Qutaibah pada akhir abad ke lima belas, yang pada Agustus 2013, tidak lagi digunakan dalam masjid.[47]
Menara (Minaret) masjid Nabawi
Menara masjid Nabawi (minaret) pertama (jumlahnya empat) 26 kaki (7,9 m) dibangun Khalifah Umar bin Khattab. Pada tahun 1307, sebuah menara (minaret) dijuluki Bab al-Salam ditambahkan Muhammad bin Kalavun yang direnovasi Mehmed IV. Setelah proyek renovasi tahun 1994, terdapat sepuluh minaret yang tingginya 104 meter (341 ft). Bagian bawah, dasar dan atas berbentuk silinder, segi delapan yang terlihat menarik.[47]
Perluasan Tahun Masa Pemimpin Luas (m2) Penambahan Pintu Menara Keterangan
Pembangunan awal 1 H./
622 M
Nabi Nabi saw
1,050 – 3 – Baru dibangun
Perluasan pertama 7 Hijriah
628 M
Nabi Nabi saw
2,475 136% 3 – Setelah perang Khaibar
Perluasan kedua 17 Hijriah
638 M
Khulafaur Rasyidin
Umar bin Khattab
3,575 44.4% 6 – Suku -Buthaiha” keluar masjid
Perluasan ketiga 29 Hijriah – 30 Hijriah
649 M – 650 M
Khulafaur Rasyidin
Utsman bin Affan
4,071 13.9% 6 – Perluasan Utara
Perluasan keempat 88 Hijriah – 91 Hijriah
707 M – 710 M
Umayyah
Umar bin Abdul Aziz
dengan perintah Al Walid bin Abdul-Malik
6,440 58.2% 20 4 Memasukan kamar Nabi Muhammad ke dalam masjid
memperbarui minaret untuk pertama kalinya
memperbarui mihrab untuk pertama kalinya
Perluasan kelima 161 Hijriah – 165 Hijriah
779 M – 782 M
Abbasiyah
Abu Abdullah Muhammad al-Mahdi
8,890 38% 24 3 –
Perbaikan dan penghiasan 654 Hijriah
1275 M
Abbasiyah
penaklukan Mamluk
Al-Mu’tasim
8,890 0% 24 3
Perbaikan dan penghiasan 881 Hijriah
1476 M
Mamluk
Ibnu Qutaibah
8,890 0% 24 3 –
Perluasan keenam 886 Hijriah – 888 Hijriah
1481 M – 1483 M
Mamluk
Ibnu Qutaibah
9,010 1.3% 4 4 –
Perbaikan dan penghiasan 947 Hijriah
1540 M
Utsmaniyah
Sulaiman Al-Qanun
9,010 0% 4 4 –
Perluasan ketujuh (al-Majidiyah) 1265 Hijriah – 1277 Hijriah
1849 M – 1860 M
Utsmaniyah
Abdul Majid I
10,303 14.4% 5 5 Pencetus arsitektur Utsmaniyah pada masjid
Perluasan kedelapan 1372 Hijriah – 1375 Hijriah
1952 M – 1955 M
Kerajaan Saudi
Abdul Aziz Al- Saud
16,327 58.5% 10 4 menghabiskan sedikitnya 50 juta Riyal
Perluasan kesembilan 1406 Hijriah – 1414 Hijriah
1985 M – 1994 M
Kerajaan Saudi
Fahd bin Abdul Aziz
98,327
235,000 502% 41 10 Perluasan besar-besaran
SUMUR H
di masjid Nabawi di Madinah
Sumur Ha (bahasa Arab: بئر حاء Bi`ru Ha`) adalah sebuah sumur yang berada di sebelah utara Masjid Nabawi di dalam kebun Abu Thalhah al-Anshari, dan belum lama ini bekasnya masih ada. Sumur Ha’ adalah salah satu dari Tujuh sumur yang Rasulullah SAW pernah berwudlu, mandi, dan minum airnya. Pada tahun 1994 sumur ini masuk ke dalam proyek perluasan Saudi Kedua. Persisnya sekarang berada pada beberapa meter sebelah kiri pintu masuk Bab Malik Fahd Nomor 22.
Diriwayatkan dari Anas: Abu Thalhah adalah salah seorang dari Anshar di Madinah yang paling banyak kebunnya. Harta kebun yang paling dicintainnya ialah Bi`r Ha` (Sumur Ha`), yaitu yang berada di kiblat Masjid, di mana Rasulullah ﷺ masuk ke dalam kebun dan minum dari airnya.
Pada saat diturunkan ayat:
Kamu sekali-kali tidak akan mendapatkan kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai.[2]Abu Thalhah bangkit dan berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah berfirman: Kamu sekali-kali tidak akan mendapatkan kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai, dan bahwasanya hartaku yang paling aku cintai adalah Bi`r Ha`, aku sedekahkan untuk Allah dengan mengharap kebajikan darinya serta sebagai simpanan bagiku disisi-Nya, maka putuskanlah wahai Rasulullah sebagaimana Allah memperlihatkannya kepadamu. Lalu Rasulullah pun menjawab: Bagus, itulah harta yang menguntungkan, itulah harta yang menguntungkan. Aku telah mendengar apa yang engkau katakan tadi, dan menurutku engkau jadikan sumur itu untuk orang-orang terdekat. Abu Thalhah pun segera menimpali: Akan aku lakukan wahai Rasulullah[3][1]
Sumur itu milik Sahabat Abu Thalhah. Imam Ahmad meriwayatkan sosok Abu Thalhah dari Anas bin Malik: Abu Thalhah adalah warga Anshar paling kaya di kota Madinah, dan harta kekayaan yang paling dicintainya adalah sumur Ha yang letaknya berada di ruang masuk masjid.
Nabi Muhammad SAW masuk ke dalam sumur tersebut, meminum air dan menjadi sehat. Saat diturunkannya ayat ini:
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ”
Artinya: “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai” (Ali Imran/3:92) Anas bin Malik mengatakan riwayat dari Abu Thalhah yang mengatakan: “Dan sesungguhnya harta yang paling aku cintai adalah sumur Ha’, maka aku Shadaqahkan karena Allah mengharap kebaikan dan tabungan di sisiNya”.
Posisi sumur Ha’ berada di depan King Fahd Gate, Nomor pintu 22. Pada posisi foto ada 3 bulatan di lantai marmer.
Dr. KH. Fuad Thohari, MA., adalah seorang pendakwah juga akademisi yang bergelut dalam bidang Tafisr dan Hadist. Setelah menimba ilmu di Ponpes Salaf Al – Falah, Ploso, Kediri, Jawa Timur, beliau kemudian menempuh pendidikan perguruan tinggi hingga s3 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam bidang Tafsir Hadist. Alumni Pendidikan Kader Ulama (PKU) MUI ini merupakan dosen di Sekolah Pascasarjana almamaternya dan mengisi berbagai kajian keagamaan di masjid, majlis taklim, seminar ilmiah, stasiun televisi dan radio di wilayah Jabodetabek. Di tengah padatnya kegiatan tersebut, beliau juga aktif terlibat dalam organisasi keagamaan Majelis Ulama’ Indonesia wilayah DKI Jakarta dalam bidang fatwa, dan aktif di Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama’ PBNU. Memiliki sejumlah karya yang dapat dilihat di http://penerbitbukudeepublish.com/penulis/fuad-thohari/ dan beberapa judul di bawah ini; 1.Hadis ahkam; kajian hukum pidana islam 2.Kumpulan Fatwa MUI DKI jkt 2000 sd 2018…(5 buku). 3.Manasik Haji dan Umroh 4.Metode Penetapan Fatwa bagi Da’i 5.Artikel jurnal nasional (puluhan judul) 6.Deradikalisasi Pemahaman al Qur”an dan Hadis 7.Khutbah Islam tentang Terorisme 8.talkshow di TV nasional, Radio, dll. Selain itu, beliau pernah melakukan penelitian di berbagai negara, antara lain; Malaysia, Singapore, Thailand, India, China, Mesir, Palestina, Yordania, Iran , Turki, Saudi Arabia, Tunisia, dll. Beliau bisa dihubungi langsung via WA (081387309950)