Jakarta, LIPUTAN 9 NEWS
“Sikap Gentleman biasanya dikonotasikan pada pria pemberani, hebat dan berani menanggung resiko, melindungi kaum lemah. Sebuah kriteria yang diidam-idamkan kaum hawa.” (Yusuf Mars)
PBNU akhirnya menggelar press conference, Jum’at, 06/06/24 lalu di markas besarnya, Jalan Keramat Raya, Jakarta. Acara tersebut menandakan PBNU serius ingin menjalankan amal usaha di sektor tambang. Sisi lain, muncul dari beberapaa kalangan menyayangkan sikap PBNU menerima Konsesi Tambang: Tambang adalah merusak Lingkungan..!!! NU mengurus umat saja, jangan terlibat bisnis tambang. Kurang lebih seperti itu statemen yang muncul.
Namun, PBNU Go Ahead, menjadi yang pertama dan terdepan soal konsesi Tambang. “Wong kami butuh. Ketika pemerintah memberi peluang, kami melihat ini sebagai peluang dan segera kami tangkap,” ungkap Gus Yahya, Ketum PBNU. Sikap PBNU ini dinilai lebih Gentleman!
Sikap Gentleman biasanya dikonotasikan pada pria pemberani, hebat dan berani menanggung resiko, melindungi kaum lemah. Sebuah kriteria yang diidam-idamkan kaum hawa.
Konotasi ini tak berlebihan jika disematkan pada PBNU, Kenapa? Pertama; Statemen Gus Yahya menyatakan bahwa NU butuh revenue, apapun yang halal bisa dijadikan sumber pendapatan untuk pembiayaan organisasi. Pada titik ini, PBNU datang pada saat yang tepat ditengah problem ekonomi umat.
Kedua, PBNU mampu menyusun skala prioritas. Mana program yang harus didahulukan. Dengan Menyusun program skala prioritas, persoalan ekonomi umat cepat terselesaikan. Sikap seoarang pemimpin bertanggung jawab. Berpihak terhadap umat dan kaum lemah. Ini adalah salah satu ciri Pria Gentleman.
Mari kita lihat secara obyektif, sikap PBNU dinilai lebih Gentleman soal konsesi tambang. Pertama; Statemen Gus Yahya mencontohkan bahwa mayoritas program Nahdlatul Ulama dikelola oleh komunitas Nahdliyin. Sementara sumber daya dan kapasitas mereka sudah tidak mampu lagi untuk menopang berbagai program tersebut. Misalnya, di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur, memiliki 43 ribu santri. Pesantren tersebut memiliki infrastruktur terbatas untuk kebutuhan santrinya. “Satu kamar, kira-kira seluas 3×3 meter itu diperuntukkan bagi 60-70 orang santri,”.
Kedua; Muslimat NU memiliki ribuan taman kanak-kanak (TK). Namun gaji para pengajar di TK tersebut belum cukup layak. Di antara guru-guru itu ada yang digaji hanya Rp. 150 ribu setiap bulan per orang. “Ya, gurunya sih ikhlas semua. Cuman, ya, yang lihat itu kan enggak tega,”.
Kondisi tersebut mendorong PBNU membutuhkan campur tangan sesegera mungkin. Sebab jika menunggu afirmasi dari pemerintah secara langsung, PBNU harus melewati birokrasi yang lama dan berbelit-belit. Begitu dikatakan Gus yahya.
Sikap PBNU inilah yang dinilai lebih gentleman: Tegas dan lugas! PBNU tak ingin bermain belakang. Tak suka bermain drama: seolah menolak agar terkesan idealis, namun diam-diam mengajukan konsesi tambang.
Di akhir tulisan mari kita renungkan surat Al-Hasr ayat 7 : “Apa saja (harta yang diperoleh tanpa peperangan) yang dianugerahkan Allah kepada Rasul-Nya dari penduduk beberapa negeri adalah untuk Allah, Rasul, kerabat (Rasul), anak yatim, orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan. (Demikian) agar harta itu tidak hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu terimalah. Apa yang dilarangnya bagimu tinggalkanlah. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.
Dari sini, dapat dipahami bahwa dalam perspektif Al-Qur’an, ekonomi harus berfokus pada keadilan sosial, di mana kekayaan didistribusikan secara adil untuk mengatasi ketimpangan sosial dan membantu mereka yang membutuhkan.
Go Ahead PBNU…!!! Anjing menggonggong Kapilah Berlalu…!!!
Yusuf Mars, Founder & Editor In Chief Padasuka TV Youtube Channel